19 Selamat Nona!

"Selamat, anda hamil nona Lisa!"

Mendengar hasil diagnosa dokter, mata Lisa langsung terbelalak, terdiam membisu. Ia masih terlalu lemas untuk berteriak. Pemberitahuan dokter itu benar - benar mengejutkan Lisa. "Oh celakalah aku!" ucapnya dalam hati.

Lisa tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Wanita itu menghela napas panjang. Dilihatnya langit - langit kamar VIP itu kemudian memejamkan matanya sesekali.

"Saya tidak berbohong nona." Dokter itu menggenggam tangan Lisa dengan senyuman sumringah dan melanjutkan, "Ketika nona dibawa ke UGD awalnya kami menduga anda kekurangan cairan elektrolit karena kurang istirahat. Namun waktu kami cek kembali, ternyata anda hamil dua minggu!"

"Selamat ya nona, kami turut berbahagia!" ucap salah satu perawat yang ikut bersama si dokter.

Berita bahagia bagi dokter dan perawat pikirnya. Lisa semakin khawatir dengan nasib pekerjaannya kelak apabila seisi kantor tahu ia sedang hamil. Belum lagi fakta bahwa keadaan finansialnya sedang tidak terlalu baik. Bagaimana nasib bayi yang dikandungnya jika lahir nanti? Siapa yang mau membiayai anak yang dikandung Lisa saat ini?

Dokter berkata Lisa boleh pulang dari rumah sakit apabila setelah bangun tidur tekanan darahnya kembali normal. Perawat itu kemudian menyuntikkan obat penenang dan obat tidur ke botol infus Lisa.

Lisa masih terbaring lemas di atas tempat tidur dengan selang oksigen menempel di hidungnya.

"Dani, Oscar bagaimana? Apakah ia akan ke sini?" tanya Lisa kepada Dani dengan suara parau.

Pria berkacamata hitam itu hanya menggeleng pelan. Raut wajahnya yang tanpa ekspresi membuat Lisa semakin cemas. Apa yang harus Lisa lakukan setelah ini?

"Pak Dani, tolong jangan beri tahu Oscar dulu jika saya hamil," pintanya tidak bersemangat. "Saya tidak ingin memberi beban Oscar di kantor karena saya. Bilang saja saya hanya kurang istirahat." Pria kekar itu mengangguk mengerti.

"Jika nona butuh apa - apa, tinggal bilang saja." Dani menyentuh telapak tangan Lisa. Begitu dingin dan pucat.

Tidak lama setelah Lisa berbincang dengan Dani, ia langsung tertidur pulas karena obat yang disuntikkan oleh si perawat. Dokter itu lalu izin meninggalkan kamar Lisa bersama dengan perawatnya.

Sudah enam jam lamanya terhitung sejak Lisa siuman dan tertidur akibat obat penenang yang diberikan si Dokter. Dani masih duduk di samping tempat tidur Lisa, menjaganya hingga Lisa diperbolehkan untuk kembali ke rumahnya.

Lisa terbangun lagi saat tangannya mulai terasa nyeri karena jarum infus yang ditancapkan di telapak tangannya agak sedikit bergeser dari tempat semula. Lisa menekan tombol bel dengan tangan kanannya yang sedikit gemetaran untuk memanggil perawat agar membantunya membetulkan selang infus yang bergeser itu.

"Ah nona sudah bangun. Bagaimana? Sudah enakan kah nona Lisa? Ada yang sakit" tanya Dani dari tempat duduknya.

"Tidak apa - apa, selang infusku sepertinya bergeser."

"Tadi dokter berkata kepada saya kalau nona boleh kembali pulang jika sudah enakan. Oh dan, jika tekanan darah nona sudah normal."

"Syukurlah, aku sudah kehabisan uang untuk membayar biaya perawatan ibuku sebulan lalu."

"Nona tidak perlu khawatir, semua biaya rumah sakit nona sudah diurus oleh Pak Oscar."

"Baiklah, kamu bisa istirahat Dani. Terima kasih sudah menjagaku ketika aku terlelap."

Pria bertubuh kekar dan tinggi itu kemudian meninggalkan kamar VIP itu. Lisa masih terkulai di tempat tidurnya walau sudah tidak selemas tadi siang, Ia butuh waktu sejenak untuk mengumpulkan kesadarannya.

Sejam kemudian, dokter yang menangani Lisa tadi siang datang untuk memeriksa kembali tekanan darah Lisa.

"Semua sudah stabil, tekanan darah sudah normal, nona Lisa boleh pulang jika berkenan untuk pulang malam ini," kata si Dokter dengan ramah.

Momen yang paling ditunggu - tunggu Lisa telah tiba! Akhirnya ia tak perlu menghabiskan waktu berlama - lama di kamar rumah sakit. Lisa ingin segera kembali melanjutkan pekerjaannya di kantor walau dalam posisi hamil muda. Masih banyak tanggungan yang harus ia bayar nantinya, apalagi terkait dengan pajak rumah yang semakin hari semakin mahal.

Selang beberapa menit dengan kedatangan si dokter, Dani kembali lagi ke kamar VIP itu. Ia berjalan mendekat ke tempat tidur Lisa, menundukkan badannya dan bertanya, "Apakah nona ingin saya antar pulang?"

"Terima kasih Pak Dani, tetapi saya ingin pulang bersama dengan sahabat saya."

Pukul delapan malam. Seluruh karyawan Petersson Communication satu per satu mulai meninggalkan meja kerjanya. Beberapa dari mereka ada yang masih lengket di meja kerjanya menatap layar komputer. Di departemen keuangan terlihat Andien baru saja selesai dari pekerjaannya. Ia sedang bersiap - siap pulang mencari kunci mobil di tas jinjingnya. Tiba - tiba ponselnya berdering nyaring di atas meja kerjanya.

"Halo Andien? Lo bisa jemput gue di rumah sakit sepulang kantor nanti?" Suara wanita itu terdengar sedikiti lesu.

"Lisa lo kenapa? Tadi siang aku nggak sengaja melihat kamu digotong pria besar dan menyeramkan?"

"Hey tenang! Gue nggak apa - apa, yang menggotong gue tadi siang itu Pak Dani si asisten pribadi Oscar. Ya semacam pengawal gitu lah. Intinya gue nggak apa - apa, tadi gue pingsan di kantor sehabis muntah hebat. Jadi gimana Ndien, bisa jemput gue?"

"Tentu gue ntar jemput lo! Lo masih di rumah sakit bukan?"

"Iya, gue tunggu lo di lobby rumah sakit aja. Dokter bilang gue nggak apa - apa jadi dia ngebolehin gue pulang malam ini. Dan Andien, gue mau curhat ke lo. Boleh kan gur nginep ssemalem aja di apartemenmu?"

"Ya boleh lah! Lagipula lo kan sahabat gue, nggak perlu sungkan mampir apalagi nginep!"

"Baik, Gue tungguin ya? Bye..." Lisa menutup telepon dan menghela napas panjang.

avataravatar
Next chapter