14 Sebotol Bir dan Segelas Susu

Hari semakin larut sedangkan laporan - laporan yang sedari pagi tadi menggunung berangsur - angsur menjadi sedikit. Tidak terasa waktu berlalu dengan cepat. Lisa mengira ia dan rekan - rekan kerjanya tidak akan sanggup menyelesaikan pekerjaannya dalam sehari, namun kenyataan berkata lain. Sebentar lagi semua pekerjaannya akan selesai! Lisa sudah tidak sabar untuk bergegas keluar dari gedung perkantoran dan mengajak Andien untuk melepaskan penat di Sky Lounge.

Andien mendekati sahabatnya yang masih berkutat dengan kertas - kertas bedebah itu. Ia melihat raut wajah Lisa yang terlihat tegang. "Lisa, kamu nggak apa - apa?"

"Hm, kenapa Andien?"

"Muka lo kok tegang banget gitu sih, lagi mikir apa Lis?"

"Oh, enggak apa - apa. Cuma tiba - tiba keinget aja soal uang tabungan gue yang dibawa lari sama Aditya," ucap Lisa smebari mengetik.

"Masalahnya itu gue harus bayae pajak rumah yang semakin lama semakin naik belum lagi bayar biaya berobat ibu yang nggak murah juga!" curhat Lisa. "Ditambah lagi uang semesteran si Bella. Ah pusing gue Ndien!"

"Aduh parah banget sih itu Lis."

"Lebih parah lagi gue punya masalah baru yang membuat semuanya semakin rumit Ndien!"

"Mau cerita nggak Lis?"

"Eh omong - omong, kerjaan lo sudah kelar belum Ndien?"

"Sudah dong, tinggal kirim email ke Pak Bisma aja kok!"

"Yuk cabut! Gue benernya udah nggak tahan pingin curhat, tapi nggak bisa di kantor ini Ndien." Lisa beranjak dari kursinya, menarik napas panjang, berusaha untuk menenangkan diri. "Sisa kerjaan gue enaknya gue lempar ke Damar aja kali ya? Nggak banyak kok, cuma tinggal beberapa halaman aja."

"Ya terserah lo sih Lis. Tapi kalau gue jadi lo, gue bakal lempar ke si Damar juga sih. Gue udah bosen nih pingin party!" ujar Andien.

"Ya udah yuk cabut kita ke Sky Lounge!"

Seperti biasanya, Sky Lounge tidak pernah sepi pengunjung terutama di akhir pekan. Tempat itu sudah menjadi rumah kedua bagi penduduk ibu kota utamanya pegawai - pegawai kantoran. Tidak hanya itu, konglomerat pun seringkali menjadikan Sky Lounge tempat singgah untuk sekedar bercanda tawa dengan rekan - rekan mereka sambil menyesap minuman beralkohol dan menikmati alunan musik elektronik. Baik pengunjung lokal maupun asing, mereka mempunyai satu tujuan yang sama - party!

Lisa dan Andien datang masih menggunakan baju kantor mereka. Sebelum duduk dan memesan minuman di Bar, mereka berdua mampir sebentar ke toilet untuk merapikan baju dan membetulkan riasan mereka yang sudah lumayan berantakan akibat berjam - jam duduk di kantor dan berjibaku dengan laporan keuangan.

Lisa berdiri di samping wastafel sambil menatap bayangan wajahnya yang kusam di cermin. Ditaburkannya bedak merk ke wajahnya yang licin berminyak, seketika wajahnya menjadi kesat dan lebih terlihat bersih. Bibirnya yang sudah pucat dipoles dengan gincu berwarna merah menyala agar terlihat lebih segar.

Andien di sisi lain lebih suka mengutak atik rambutnya yang selalu berantakan sehabis kerja. Ia mengeluarkan alat catok dan menyetrika rambutnya yang mulai mengembang acak - acakan.

"Lis, yang bener aja lo bawa catok ke mana - mana!" kekeh Lisa melihat sahabatnya yang genit itu.

"Lo kan nggak bermasalah sama rambut! Punya rambut ngembang dan agak ikal itu ngerepotin parah! Apalagi abis kerja, rambut gue jadi mirip raja hutan Lis!"

"Yaudah deh terserah," komentar Lisa. "Eh si Karina nggak bikin gosip baru tuh di kantor?"

"Sejauh ini belom sih. Oh iya, katanya lo mau cerita kan Lis?"

"Iya, gue kasih bocoran deh. Intinya, bule yang waktu gue ketemu di Sky Lounge ini ternyata bule yang sama dengan yang lo lihat di kantor!"

"Hah! Yang bener lo Lis? Jadi bule yang di kantor itu siapa??"

Lisa mencabut kabel catok yang digenggam Andien dan berkata, "Kita lanjut di bar yuk bareng Dimas!"

Kedua wanita itu meninggalkan toilet dengan elegan. Wajah dan bibir Lisa yang tadinya pucat kini kembali merona dan segar. Tak lain halnya dengan Andien yang berantakan kini menjadi rapi kembali seperti sehabis mandi. Mereka berdua berjalan menuju Bar. Di sana, Dimas sudah berdiri di bar siap siaga melayani pengunjung dengan racikan minuman beralkoholnya.

"Hey Lisa! Andien! Sudah sembuh lo Lis?" teriak si bartender dari meja bar, tangannya melambai - lambai kepada kedua wanita itu.

"Kita mau party Dimas! Wohooo!" sahut Andien kegirangan. Sudah lama Andien tidak bersenang - senang di kelab malam ini.

"Jadi nona - nona mau minum apa malam ini?" Dimas melempar botol sirup dengan tangkas.

"Gue kayak biasanya Dim!" sahut Lisa. Andien juga menggangguk ingin hal yang sama. Mereka berdua duduk tepat di depan Dimas yang sibuk menyiapkan minuman. Sesekali Andien menoleh ke belakangnya mengamati pemandangan segar pengunjung pria yang bening - bening. Lisa dan Dimas bertukar pandang sembari berbasa - basi.

Tak lama berbasa - basi, Lisa memulai pembicaraan seriusnya.

"I got something to tell you guys," ucap Lisa sembari menarik napas panjang. "Bule yang kemarin menggotong gue waktu pingsan di sini adalah presdir baru kantor perusahaan Petersson Communication!"

Dimas dan Andien terdiam sejenak mencerna cerita yang baru saja dilontarkan oleh Lisa. Mereka berdua sama - sama menganga karena kaget tidak percaya.

"Kok gue nggak tahu ya Lis? Belum ada pengumuman tuh di kantor?" Kekagetan Andien berubah menjadi kebingungan. "Kemudian hubungannya dengan Karina dan gosipnya apa Lis?"

"Karina itu ya gue kasih tau, memang bangsat!" pekik Lisa sambil menggebrak meja bar dengan kesal.

"Chill Lisa, chill. Lama - lama uang lo abis cuma buat gantiin biaya kerusakan meja bar ini loh. Besok Senin hajar aja dia!" ujar Dimas sambil menyodorkan sekaleng bir pada Lisa.

"Bir? Yang bener aja lo ngasih gue minuman anak kecil!"

"Lis inget Rabu lalu?" Dimas menggoyangkan telunjuknya.

"Dih iya iya, bir aja deh biar ga mabok parah!"

"Jadi gimana Lis, Karina bikin ulah apa lagi sama lo?" tanya Andien semakin penasaran.

"Dia memergokin gue dan si bule di kantor presdir terus ngancem mau nyebarin gosip nggak enak soal gue dan si bule!"

"Omong - omong siapa sih nama bule yang lo maksud? Eh, si Pak presdir maksud gue," tanya Andien sembari menyesap birnya.

"Namanya Oscar Petersson. Kalian tau, dia anak semata wayang mantan presdir kita Ndien!"

"Buset! Presdir kita ganteng banget dong Lis?" pekik Andien.

Lisa menghela napas. "Oscar itu aneh! Dia mengerikan dan dingin tetapi ganteng selangit! Gue tuh sampai bingung harus ngapain! Hidup gue jadi semakin nggak jelas sejak insiden mabok Rabu lalu!"

"Hmmm pengganti baru Aditya nih... Ya nggak Dimas?" Andien saling bertukar pandang dengan Dimas dan tersenyum.

"Hus! Sembarangan lo!" seru Lisa kesal. "Lebih parah nih! Gara - gara mabok, gue enak - enak sama Oscar di toilet Sky Lounge. Lusanya Oscar datang ke kantor dan ngomong kalo dia adalah presdir baru di kantor? Mati aja gue."

"Hah! Lo bercinta dengan pak presdir yang baru Lis?" Andien menyemburkan bir yang ia teguk. "Lo gila Lis!"

"Well, yang gue khawatirkan cuma satu sih. Waktu itu lo pakai kondom atau enggak?" tanya Dimas sambil mengelap gelas - gelas yang barusan dicuci.

"Eh, lo jangan aneh - aneh deh Dim!"

"Loh ini serius Lis! Orang - orang di sini kalau enak - enak seringkali nggak pake kondom!"

"Celaka!" Lisa terdiam sesaat sebelum akhirnya melanjutkan. "Dim, gimana kalau ternyata gue?"

"Ah jangan panik! Kalau masalah yang itu, gue punya kenalan dokter aborsi yang terjangkau. Ya kalau sampai kejadian sih."

"Lo gila aja ya aborsi butuh uang lebih banyak daripada biaya pengobatan ibu gue!"

"Ya berharap jangan sampai kejadian lah Lis. Beban hidup lo sudah terlalu berat dan masalah keuangan lo sudah terlanjur berbelit," kata Andien.

Seseorang dengan jas hitam dan kemeja putih dihiasi dasi merah menyala datang dari pintu masuk. Ia melihat ke seluruh penjuru ruangan, dan menjatuhkan pandangannya pada bar tempat di mana Lisa dan kawan - kawannya berada. Mereka tidak menyadari akan kehadiran pria tersebut.

"Bartender!" pria itu berseru sambil mengacungkan jari. Pria itu duduk tepat di samping Lisa yang tidak menyadari kehadirannya. "Satu botol bir dingin dan segelas susu untuk nona cantik yang ada di sebelah saya ini!"

avataravatar
Next chapter