3 Pria Itu . . .

Semakin lama pria itu memperhatikannya berdansa, semakin banyak perasaan yang campur aduk dalam diri Lisa. Dia tidak nyaman diperhatikan pria yang tidak dia kenal. Memangnya dia hanya barang pajangan di etalase toko?

Tapi hati Lisa pun berdebar semakin kencang. Dia tahu bahwa dirinya lumayan cantik, tapi dia belum pernah jadi pusat perhatian orang barat seperti pria pirang itu! Apa mungkin pria itu terpikat dengan penampilannya?

Belum sempat Lisa berpikir lebih lanjut, tiba-tiba pria pirang itu berdiri! Perlahan-lahan dia menghampiri tempat Lisa berdansa. Jarak diantara mereka semakin dekat setiap pria berbadan tinggi itu melangkah.

Tatapan mata mereka pun bertemu, dan Lisa seolah tidak bisa berpaling dari sepasang mata biru itu.

Ketika pria itu berdiri hanya sejengkal darinya barulah Lisa menyadari betapa tinggi badannya! Bahkan dengan sepatu hak tinggi yang dikenakannya, ujung kepala Lisa tidak sampai dagu pria pirang itu!

Hati Lisa berdebar semakin kencang. Sekarang dia bisa mengamati pria pirang yang tampan bukan main itu dari dekat. Badannya yang atletis dibalut kemeja satin hitam dan celana senada. Di wajahnya ada sepasang mata biru yang secerah langit pagi. Garis dagu dan rahangnya tegas dan tercukur bersih.

Pendek kata, pria itu benar-benar tampak seperti seorang pangeran modern. Jenis pria yang jadi dambaan hati Lisa.

Sekejap rasa tidak nyaman tadi berubah menjadi rasa senang. Bagaimana tidak? Berhadapan dengan pria asing tampan sehabis putus cinta? Benar - benar momen yang tidak terduga!

Tak hanya tampan, pria ini juga memancarkan aura misterius nan kharismatik. Tipe pria yang seperti ini pula yang membuat Lisa semakin penasaran. Apa yang dipikirkan pria ini? Dari mana asalnya? Mengapa pria ini menghampiri Lisa yang tengah berdansa sendirian?

Lisa pun memberanikan diri untuk menyapa pria asing itu.

"Hello mister, are you alone?" tanya Lisa kepada pria semampai itu.

Si pria hanya tersenyum. Senyumannya begitu manis dan menawan. Selintas pria asing ini terlihat seperti model majalah fashion yang sering Lisa baca di kantor. Ah mungkin dia memang seorang cover boy! Pikir Lisa.

"Saya bisa ngomong bahasa Indonesia kok," kata pria asing itu dengan aksen kental.

Lisa semakin terpukau dengan pria asing yang ada di hadapannya ini. Seringkali Lisa menemui tipe pria asing yang enggan berbahasa Indonesia di kantornya. Tidak disangka ia bisa dan mau berbahasa Indonesia. Hal ini tentu membuat Lisa semakin tertarik untuk mengajak ngobrol pria yang ada di depannya itu.

"Kamu asal mana?"

"Saya dari Swedia nona."

"Eh, di mana itu?" tanya Lisa setengah mabuk.

Si pria terkekeh, "Di Eropa nona."

"Oh, kukira kamu dari Jerman."

Pria itu menggelengkan kepalanya. Ikal emasnya melambai indah. Bibir penuhnya merah merona alami. Sungguh apabila pria ini mendaftarkan dirinya untuk menjadi cover boy majalah fashion, pasti banyak wanita yang tertarik untuk membeli majalah tersebut!

Lisa dan pria asing itu berdansa ditemani para pengunjung lainnya. Dua sejoli yang baru saja bertemu itu merasakan getaran yang sama satu sama lain. Gerakan mereka berdansa sangat luwes seakan mereka memang sudah pernah bertemu dan berlatih.

Lisa mengamati wajah pria asing itu dengan lebih seksama, "Wajahmu nampak tidak asing tuan? "

"Iya wajahku memang pasaran."

"Ah jangan merendah kau tuan! Wajahmu mirip seperti model pria di majalah fashion! Eh? Atau kamu memang model?!? "

"Well, sayang sekali aku bukan model nona," pria itu membungkuk dan mendekatkan wajahnya ke hadapan Lisa. "Aku jauh lebih kaya daripada seorang model.."

"Hmm, businessman pasti? "

"Kalau soal pekerjaanku, nona tidak perlu tahu," tangan pria itu menggenggam tangan Lisa. Jari jemari lentik Lisa tampak jauh lebih kecil dibandingkan dengan jemari pria asing itu.

Kedua sejoli ini mulai mendekatkan diri mereka untuk berdansa bersama. Masih dengan tatapan nakalnya, si Pria mendekatkan bibirnya ke telinga Lisa, "Badanmu bagus, siapa yang memahatnya?"

"Ah kamu bisa saja." kekeh Lisa tersipu malu.

"Kamu tidak berminat untuk plesiran denganku?"

"Ah aku ngga tertarik buat membeli barang import sepertimu."

"Tidak perlu kau membayar nona, biarkan aku saja yang urus semuanya."

"Eits, diam. Malam ini aku traktir kamu minum saja, bagaimana?"

"Aku tidak memaksa namun baiklah."

Keduanya masih mengadu gerakan dansa mereka. Semakin lama, keduanya semakin mendekat. Pria itu meletakkan kedua tangannya ke pinggang Lisa, semakin ke bawah dan semakin ke bawah hingga menyentuh bagian belakang wanita itu.

"Bagaimana bila kita minum sekarang saja? Sebelum malam semakin larut?" ucap si pria dengan suara rendah seksinya.

Lisa mulai linglung dan melantur, "Apa saja bolehlah tuan."

Nampaknya soju empat botol dan satu sloki vodka mampu membuat Lisa sempoyongan di lantai dansa bersama pria itu. Kakinya sudah mulai gemetar, ia tak sanggup menopang beban tubuhnya sendiri kemudian terjatuh dari tempat ia berdiri.

Kepala Lisa mulai pening hebat, padangannya mulai kabur, tutur kata semakin melantur. Lisa menundukkan kepalanya yang pening itu sambil menutup mulut dengan telapak tangannya. Rasa mual mulai menggerayangi Lisa. Alkohol yang ia konsumsi sudah mulai bereaksi di dalam perutnya.

"Ugh, aku harus ke toilet," ucap Lisa kesakitan seraya menggapai bahu bidang si Pria yang ada di depannya.

"Kamu baik - baik saja nona?" tanya si pria, khawatir. Tangannya membelai punggung wanita malang itu dan bersiap membopongnya.

avataravatar
Next chapter