35 Pengacara Andalan Petersson

Keesokan harinya, Lisa pergi ke kantor seperti biasanya. Kali ini ia membawa tas belanja berisikan gaun yang kemarin Oscar berikan beserta sepatu hak tinggi khusus pesta. Lepas bekerja nanti Oscar mengajaknya makan malam di sebuah restoran Italia dekat kantor juga untuk bertemu dengan seorang pengacara yang siap menangani surat cerai ibunya.

Malam menjelang, Lisa selesai dengan laporan inventaris dan segera meninggalkan meja kerjanya. Kemarin ia belum sempat membuka bingkisan dari Oscar. Ia hanya menebak – nebak isi darii tas itu adalah gaun atau sejenis pakaian pesta. Lisa membuka tas belanja bertuliskan Gior itu dan mengeluarkan isinya. Benar dugaan Lisa, ituu adalah gaun. Sungguh cantik, warnanya hitam mewah. Namun ada satu hal yang agak membuatnya mengerenyitkan dahi. Gaun itu sangat terbuka di bagian dada dan punggung. Lebih parah lagi, gaun itu memiliki belahan di bagian samping hingga separuh paha.

Lisa agak tercengang menatap gaun yang diberikan Oscar. Ini bukan acara candle light dinner berduaan dengan Oscar! Ini pertemuan resmi dengan seorang pengacara! Oscar pasti sudah gila memberinya gaun seperti ini untuk dikenakan nanti.

Dari ambang pintu kamar mandi ruang presdir, Oscar berdiri dengan tangan tersilang dan senyuman nakal. Menatap Lisa yang terdiam di depan kaca kamar mandi adalah hal yang paling ia suka. Ingin sekali ia menggoda wanita itu.

"Kau pasti tampak menggoda dengan gaun itu Lisa!" ucap Oscar dari ambang pintu.

Lisa memutar tubuhnya memandang pria setinggi 190 cm itu. Terkadang Lisa lupa betapa tingginya pria itu bila ia bersanding di sampingnya. Lisa tidak pendek namun dengan bantuan sepatu hak tinggi saja, ia masih belum mampu mengimbangi tinggi badan Oscar.

Oscar melangkah mendekati Lisa. Tangannya merangkul pinggang wanita itu. Kepalanya menunduk, mencium kepala Lisa. "Ada baiknya bila kamu mandi dulu sayang. Atau kamu mau saya temani di dalam sana?"

"Oscar please, biarkan aku mandi sendiri!"

"Terserah dirimu tuan putri," ucapnya lirih. "Jika sudah siap, aku tunggu di lobby bawah oke?"

***

Setengah jam setelah Lisa berias diri, mereka berdua langsung pergi menuju restoran Giorno. Hanya 15 menit dari gedung kantor Petersson Communication, mereka berdua telah sampai.

Seorang pelayan membukakan pintu kepada dua pasangan itu, mempersilahkan mereka masuk dan mencarikan tempat duduk. Suasana restoran itu sangat romantis. Perabot bergaya Eropa klasik dengan iringan musik ala Italia, tidak lupa dengan redup cahaya lilin menambah keromantisan atmosfir restoran itu. Seandainya ini bukan pertemuan resmi, Lisa mungkin sudah mengajak Oscar berdansa di depan panggung dekat meja tempat mereka berdua duduk! Oh sungguh angan – angan yang gila.

Lisa duduk di sebelah Oscar. Pria itu tampak sangat tampan menawan dengan setelan jas hitam beludru dan dasi merah tua. Ikal emasnya disisir ke samping sangat rapi. Harum aroma parfum mahalnya semerbak merasuki indra penciuman Lisa.

Seorang pelayan datang menyerahkan menu. Setelah mereka memesan makan malam, pelayan itu beranjak dari tempat mereka duduk meninggalkan Lisa dan Oscar berdua. Gaun hitam Lisa sangat serasi dengan Jas hitam beludru Oscar. Mereka berdua tampak seperti pasangan kekasih yang baru saja menikah.

"Lisa, kamu sangat menawan malam ini," pujii Oscar sambil mengenggam salah satu tangan Lisa kemudian mendaratkan kecupan di telapak tangannya.

"Oscar, bukankah kamu membawaku ke sini untuk bertemu dengan pengacaramu?" tanya Lisa sambil berusaha untuk tidak tersipu malu.

"Memang, tetapi sebelum pengacaraku datang apakah aku tidak boleh mengagumi kecantikanmu?" jawab Oscar menyunggingkan senyuman kepada Lisa.

Tak lama kemudian seseorang datang dari pintu masuk, ia tampak terengah - engah , berlari menuju meja tempat di mana Lisa dan Oscar berada. Lisa dan Oscar melihat ke arah pintu pada saat yang bersamaan, seorang lelaki dengan jas biru dan dasi merah sedang melambaikan tangannya.

"Oscar kawanku! Lama tak jumpa!" sapa Pria itu. Meskipun pria itu tahu Oscar bukanlah orang lokal, tetapi pria itu tidak mengajaknya bicara dengan bahasa Inggris. Sepertinya pengacaranya ini sudah lama kenal dengan Oscar!

"Aku harap aku tidak terlambat! Biasa, jalan agak macet haha."

"Tidak perlu khawatir Thomas, kami berdua juga baru saja sampai!" ucap Oscar menyakinkan pria yang barusan saja datang itu.

"Lisa kenalkan ini Thomas Manurung, pengacara andalan keluarga Petersson! Thomas, ini Lisa calon istri saya!"

Pria itu menjabat tangan Lisa dengan senyum, wajahnya sangat lembut dan tampak seperti orang baik. "Salam kenal nona Lisa, wah Oscar calon istrimu cantik sekali! Belum pernah saya melihat yang seperti ini!"

"Terima kasih, Pak Thomas." Lisa menjabat tangan pria itu dengan mantap. Mereka bertiga langsung duduk dan menikmati segelas wine sambil menunggu makanan tiba.

Thomas Manurung sudah menjadi pengacara pribadi keluarga Petersson sejak Oscar belum lahir. Kurang lebih telah menangani kasus – kasus keluarga Petersson selama 20 tahun lamanya. Sepak terjangnya di dunia hukum sudah tidak diragukan lagi.

Sembari bersantap dan berbincang, Thomas mengambil dokumen yang diserahkan oleh Oscar siang tadi. Ia membuka map dan membalikkan halaman kertas – kertas dokumen dengan cekatan. "Baiklah Nona Lisa, saya sudah membaca semua informasi tentang kasus perceraian ibu dan ayahmu. Sepertinya kasus yang anda punya ini bukan kasus yang rumit."

"Berapa peluang untuk memenangkan kasus ini?" tanya Oscar singkat. Tangan kanannya memegang gelas wine dan memutarnya tipis – tipis.

Lisa menuangkan wine dan memberikannya kepada Thomas. "Ini pak, dari tadi saya lihat anda belum minum sama sekali."

"Oh, terima kasih nona Lisa. Sungguh wanita yang cantik dan sopan." Thomas meraih gelas wine yang disodorkan oleh Lisa. Pria itu meneguknya perlahan dan berkata, "Menurut perkiraan saya, kasus nona Lisa ini terbilang mudah jadi secara keseluruhan saya yakin 80% akan memenangkan kasus ini!"

Oscar mendengar kalimat terakhir Thomas dengan dahi berkerut. "Kenapa tidak bisa 100% menang Thomas? Saya ingin kasus Lisa ini benar – benar dimenangkan oleh pihak kami!" Suara pria itu tegas dan dalam.

"Begini Oscar, tidak ada yang namanya peluang 100% menang di dalam dunia hukum! Sekalipun memang terbukti pihak dari tergugat bersalah, namun masih banyak sekali faktor yang bisa jadi membalikkan kemenangan kita kepada pihak tergugat!" jelas Thomas sembari menyesap wine. "Dunia hukum tidak dapat diprediksi secara tepat!"

Mendengar sang pengacara berbincang dengan atasannya itu, Lisa hanya dapat berdiam diri di tempatnya mendengarkan secara seksama. Lisa benar – benar tidak tahu – menahu soal hukum. Jadi ia hanya menatap kedua pria itu berbincang, dan menyerahkan hasilnya kepada sang pengacara. Kepercayaan Lisa ia letakkan kepada Oscar. Jika memang Thomas Manurung adalah pengacara handal yang mampu menyelesaikan berbagai kasus yang pernah dialami keluarga Petersson, seharusnya Lisa tidak perlu ragu tentang kasus perceraian ibu dan ayahnya ini.

Oscar terdiam, ia meletakkan gelas wine di meja dengan kesal. Untung saja gelas itu tidak pecah. Ia mengerjap kemudian menutup kedua matanya, menenangkan pikirannya. Sekejap aura yang ada di sekeliling Oscar mendadak menjadi canggung dan dingin. Dahinya semakin berkerut dan bibirnya tersimpul.

Thomas sepertinya merasa bahwa jawaban yang ia berikan tidak cukup memuaskan. Setelah beberapa saat, ia akhirnya angkat bicara, "Baiklah Oscar, aku berjanji nona Lisa tidak akan kalah dalam persidangan nanti! Saya janji 100% akan memenangkan kasus ini!"

Wajah Oscar akhirnya menjadi lebih rileks setelah mendengar janji Thomas. Pria itu terseyum puas, kemudian meneguk kembali wine nya. "Nah begitu yang saya inginkan. Untuk apa saya memanggil anda jauh – jauh dari Singapura untuk ke Jakarta demi menyelesaikan kasus perceraian orang tua calon istri saya ini jika bukan karena kau memang pengacara yang handal? Bukankah benar demikian Thomas?"

Thomas hanya tersenyum lega. Pria itu meneguk wine nya hingga habis lalu mengisinya kembali hingga setengah gelas.

Menit – menit telah berlalu. Para pelayan restoran Giorno pun mulai berlalu – lalang mencatat dan mengantarkan pesanan kepada pelanggan. Suasana restoran semakin syahdu ketika malam semakin larut. Ketiga orang itu masih sibuk berbincang, berbasa – basi sambil ditenamni dangan hidangan penutup. Lisa masih duduk manis dann mendengarkan dengan santai pembicaraan kedua pria yang ada di depannya itu.

Nampaknya hubungan Oscar dan Thomas sangatlah dekat. Lisa bahkan memperhatikan pria paruh baya dengan senyuman manis itu sama sekali tidak memanggil Oscar dengan gelar. Meskipun usia mereka berdua terpaut jauh, cara mereka berbincang dan bertegur sapa sudah seperti keluarga sendiri.

Thomas sendiri sudah lama tidak bertemu dengan Oscar dan keluarga Petersson lainnya. Ia rela datang jauh – jauh dari Singapura hanya untuk bertemu dengan kawan lamanya ini dan membantu calon istri kawan lamanya memenangkan gugatan di persidangan.

"Senang rasanya bisa kembali ke Indonesia, meski cuma beberapa hari saja. Sejak saya pindah ke Singapura, rasanya waktu berjalan sangat cepat! Saya hampir tidak ada waktu untuk sekedar berbincang seperti ini!" Thomas tertawa kecil sambil menepuk bahu lebar Oscar.

"Kau beruntung kupanggil untuk pekerjaan! Anggap saja setelah kasus ini selesai, kau semacam ambil cuti dari pekerjaanmu di Singapura!" timpal Oscar. Ia tertawa garing, berusaha memecah kecanggungan.

Sudah hampir satu jam berlalu, para pelayan mengangkat semua piring kosong yang ada di meja mereka bertiga. Menyisakan tiga gelas air putih dan segelas wine. Thomas mulai menjelaskan seluk beluk masalah perceraian ibu dan ayah Lisa secara mendetail. Ia juga melontarkan beberapa pertanyaan kepada Lisa sebagai klarifikasi dan kroscek sebelum membawa kasus ini ke pengadilan.

"Baiklah nona Lisa, Oscar. Sampai ketemu besok lusa di pengadilan! Terima kasih sudah mengajakku makan malam bersama dengan calon istrimu ini!" kata Thomas.

"Tidak, saya yang harusnya berterima kasih sudah mau membantu saya menyelesaikan kasus perceraian orang tua saya," ucap Lisa dengan sopan. Ia sedikit menundukkan kepalanya.

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Restoran itu mulai bersiap – siap untuk tutup. Semua penerangan mulai diredupkan. Beberapa pelanggan juga banyak yang bergegas untuk pulang, tidak terkecuali Oscar dan Lisa.

Alphard hitam milik Oscar sudah tiba di depan pintu masuk restoran. Dani membukakan pintu untuk Oscar dan Lisa. Oscar mengantar Lisa ke rumahnya. Ibunya sudah tertidur pulas. Lisa membuka pintu pagar perlahan agar tidak membangunkan Ibunya.

"Lisa, jangan lupa besok bicarakan kepada Ibumu. Juga, jangan lupa ajak ayahmu ke presidangan lusa. Apabila kamu butuh bantuan, telepon saja nomor saya. Akan saya bantu nanti." Oscar mengecup kening Lisa dengan lembut.

"Baik, terima kasih banyak." Lisa menutup pintu pagar serta menguncinya. Sedikit rasa lega di hati Lisa, perlahan masalah yang dialaminya semenjak mantan kekasihnya meninggalkannya mulai terselesaikan.

Malam ini Lisa dapat tidur dengan hati yang lumayan tenang.

avataravatar
Next chapter