18 Dibawa ke Rumah Sakit

Sudah hampir sebulan sejak Lisa menjadi sekretaris pribadi Oscar. Kesehariannya kini berkutat pada menyusun agenda pertemuan, menyusun laporan - laporan, mengurus korespondensi antar perusahaan, dan tugas - tugas sekretaris presdir pada umumnya.

Tidak hanya mengurusi urusan birokrasi si presdir dan tetek bengeknya, Lisa juga terbilang rajin dalam memenuhi kebutuhan "khusus" Oscar. Terakhir Lisa berhubungan dengan Oscar adalah kemarin. Ketika semua karyawan Petersson Communication pulang ke rumah masing - masing, Lisa masih di ruang presdir bersama dengan Oscar dan menyelesaikan urusan mereka berdua hingga larut malam.

Sebagai sekretaris pribadi Oscar, membuat Lisa harus mau mengikuti kemanapun lelaki itu pergi. Lisa seperti peliharaan kesayangan Oscar yang setia menemani.

Semakin hari pula, Lisa semakin bebal dengan sindiran - sindiran maupun ujaran tidak menyenangkan yang dilontarkan oleh rekan - rekan kerjanya. Berita soal hubungan dirinya dengan Oscar pun sudah menyebar ke seluruh penjuru kantor, berkat bantuan mulut ember Karina tentunya. Terima kasih bajingan, ejek Lisa.

Tiap pagi, Lisa berangkat menggunakan busway dan pulang diantar oleh Dani si asisten pribadi suruhan Oscar. Baju yang ia kenakan selalu berganti, namun dengan ketentuan yang sama: harus terlihat seksi. Tidak ketinggalan dengan gincu merah menyala yang diminta oleh Oscar

Awalnya Lisa tidak nyaman bekerja dengan pria asing ini. Namun, semakin hari semakin Lisa tertarik dengan pria bertubuh tinggi dan tampan luar biasa ini. Memang Oscar bukan pria yang penuh dengan senyuman hangat seperti ayahnya, tetapi pria ini memancarkan pesona yang tidak dimiliki oleh pria lain yang pernah dikenal Lisa seumur hidupnya.

Dengan tulang wajah yang tegas dan hidung mancung yang ramping, Oscar memancarkan aura sensual yang sangat kuat terlepas dari sikapnya yang seringkali dingin dan menakutkan. Wanita mana yang tidak terpana melihat wajahnya yang sangat menawan itu?

Pagi itu, Oscar datang ke kantor agak sedikit lebih terlambat dari biasanya. Jalanan lumayan macet, sehingga Oscar terjebak diantara kendaraan - kendaraan hampir dua jam. Padahal ia sudah berangkat sejam lebih awal seperti biasa. Jalanan ibu kota memang tidak pernah terduga!

Sesampainya di ruang presdir, Oscar menyuruh sekretaris pribadinya itu untuk membuat korespondensi kepada perusahaan telekomunikasi lain untuk berkolaborasi. Seperti biasa, Oscar selalu tampil rapi dan tajam. Semerbak aroma parfum desainer yang harganya sudah pasti selangit selalu memenuhi ruangan itu. Hari ini Oscar mengenakan Jas hitam sutra yang ia buat langsung dari tangan desainer luar negeri terkenal dipadu dengan dasi merah hati satin yang mengkilat. Dibalik jas mewah itu, tubuh indahnya terbalut oleh kemeja abu - abu bikinan desainer yang sama dengan jasnya.

Rambutnya kali ini ia biarkan sedikit berantakan namun masih terlihat rapi. Tempat duduk Oscar diterpa cahaya matahari pagi yang selalu menyinari ikal emasnya yang berkilau indah. Wajahnya semakin hari semakin terlihat tampan, pikir Lisa.

Terkadang Lisa mencuri pandang di sela - sela kerja, memandangi struktur wajah Oscar yang sempurna. Lisa tidak habis pikir mengapa dirinya yang terdahulu tidak menyukai pria ini lambat laun mulai menyukainya, meski tawaran pernikahan dari Oscar masih digantung olenya. Butuh waktu agak lama bagi Lisa untuk menyembuhkan luka di hatinya sejak ia ditipu oleh Aditya, mantan pacarnya sebelum ia memulai perjalanan cintanya kembali dengan lelaki lain.

Pria ini lihai dalam mengaduk - aduk perasaan seorang wanita rentan sepertinya!

"Bagaimana kabarmu Lisa? Sudah makan?" tanya Oscar sembari membaca laporan yang ada di mejanya.

"Tumben Pak menanyai kabar saya?"

"Saya lihat kamu agak loyo hari ini, apakah kau sakit atau belum makan?"

Perkataan Oscar sebetulnya tidak salah juga. Entah mengapa pagi ini terhitung seminggu lalu ia merasa tidak terlalu sehat. Ia bahkan sudah meminum segala macam vitamin namun tubuhnya masih terasa tidak enak.

"Sebenarnya saya sudah makan, namun tidak tahu mengapa pagi ini saya lemas."

"Apa gara - gara kemarin malam kita bercinta?" goda Oscar sambil menyeringai.

"Bisa jadi?" jawab Lisa tidak yakin. Sudah seminggu pula Lisa melewatkan masa haidnya

Selang beberapa menit, Lisa merasakan mual yang teramat sangat menggerayangi dirinya. Tanpa pikir panjang Lisa langsung bergegas ke toilet, rasa mualnya tidak dapat dibendung lagi, ia duduk bersimpuh langsung menumpahkan semuanya di mangkuk toilet. Sekujur tubuhnya mulai gemetar dan lesu. Ia berusaha bangkit untuk kembali berurusan dengan pekerjaannya, namun Ia teringat sesuatu.

"Sebentar, apakah aku…. Ah tidak, tidak mungkin! Sepertinya aku hanya kurang istirahat saja," pikirnya.

Lisa bangkit perlahan dari tempatnya bersimpuh, kembali ke ruang presdir dengan langkah gontai. Wajahnya mendadak sangat pucat dan matanya sayu. Oscar menatap Lisa yang berjalan terombang - ambing ke tempat duduknya.

"Lisa kamu tidak apa - apa? Kamu tampak pucat sekali, bagaimana kalau hari ini kau istirahat di rumah saja?" kata Oscar khawatir. Tiba - tiba saja Lisa jatuh pingsan.

Melihat Lisa jatuh dari tempatnya berdiri, Oscar langsung mendekatinya dan mebopong wanita itu ke mejanya. Oscar langsung menelepon Dani untuk membawanya ke rumah sakit.

"Lisa bertahanlah! Dani akan segara membawamu ke rumah sakit." Oscar mengusap dahi Lisa yang mulai berkeringat, wajahnya tiba – tiba menjadi pucat pasi. Seorang pria berkacamata hitam dan bertubuh kekar melangkah masuk.

"Dani, antarkan Lisa pergi!" perintahnya kepada Dani. Dani mengerti lalu membungkuk untuk bergegas mengantarkan Lisa.

Digotonglah Lisa ke mobil pribadi Oscar bersama dengan Dani. Namun Oscar tidak bisa ikut, ia harus mengurus pekerjaannya di kantor. Hanya Dani dan Lisa berdua di mobil itu, menuju rumah sakit terdekat.

Sesampainya di rumah sakit, Dani bersama dengan perawat yang sedang berjaga dan bersiaga membawa Lisa ke UGD. Wanita itu belum siuman. Perawat tadi memasang alat pendeteksi detak jantung dan selang oksigen. Tak ketinggalan salah satu dari perawat yang sedang berjaga memasang selang infus agar Lisa tidak semakin lemas.

Sembari menunggu wanita itu siuman. Seorang perawat mendekati Dani dan bertanya, "Tolong isi nama Ibu ini dan data diri lainnya."

Dani tidak tahu menahu soal data diri Lisa selain nama lengkap dan tempat Lisa bekerja. Dani menelepon Oscar dan menanyai data pribadi Lisa untuk mengisi formulir pendaftaran pasien.

Hampir dua jam lamanya Lisa baru benar - benar sadar. Perlahan matanya berkedip, jemari - jemari lentiknya mulai berkedut. Lisa sudah dipindah ke ruang VIP, di sampingnya Dani duduk bersedekap menjaga Lisa hingga ia sadarkan diri.

"Nona Lisa, sudah baikan kah?" tanya si pria kekar dengan nada cemas.

"Err… aku… aku di mana? Dani kenapa kamu…. Di sini?" Lisa melirik ke kanan dan kiri mengamati ruangan yang nampak asing namun familier itu. "Oscar di mana? Apa yang terjadi padaku?"

"Nona istirahat saja. Tadi di kantor nona pingsan, jadi Pak Oscar menelepon saya untuk membawa nona ke rumah sakit."

"Aduh, badanku lemas sekali Dani.." erang Lisa lelah.

Tak lama kemudian, seorang pria berjas putih mengetuk pintu kamar VIP itu. Dani mempersilakannya masuk. Dokter itu datang bersama dengan salah satu perawat yang menangani Lisa di UGD sambil membawa catatan kesehatan.

"Apa kabar nona Lisa, bagaimana sudah lebih baik? Masih lemas atau tidak?"

Lisa hanya mengangguk dan menggeleng, ia terlalu lelah untuk mengeluarkan sepatah kata apapun.

"Baik, bagus kalau begitu." Dokter itu tersenyum "Jadi nona, saya bawa berita baik."

"Saya sakit apa dok?" tanya Lisa dengan lemas.

"Anda tidak sedang sakit parah, bahkan lebih baik dari itu!"

Lisa bertanya dengan lirih, "Jadi kenapa dok?"

avataravatar
Next chapter