13 SALING MARAHAN

Rafli tidak mau mendengar segala perkataan Rania jika itu menyangkut Kanaya, dia lebih memilih menutup telinganya.

Meskipun begitu Rafli masih perhatian, contohnya saat Rania ketiduran di meja ia menyelimutinya sebab tidak mau istrinya merasa kedinginan.

"Rania selamat tidur ya, maaf aku tidak mau bahas Kanaya, dia hanya cinta pertamaku yang sudah aku lupakan sejak dulu."

Rafli mengusap rambut Rania, wanita terbangun, Rafli pura-pura mengambil ponsel di meja dan masih belum mau berbicara.

"Kamu masih marah sama aku? Kalau begitu baiklah kita marahan saja, jika mau kamu begitu diam tanpa berbicara."

Rania naik ke atas ranjang dia tidur menutupi dirinya dengan selimut tebal, tak mau menghiraukan Rafli lagi, dia juga ikutan kesal. Siapa yang salah diantara mereka berdua? Mungkin Rania, tapi sebenarnya tujuannya baik ingin membuat bahagia Rafli dengan menyatukan cintanya dengan Kanaya.

"Apa benar Rafli move on dari Kanaya? Jika itu benar kasihan Kanaya, dasar cowok cepat sekali melupakan, tapi sudah lama sih sejak empat atau lima tahun lalu." Rania bertanya pada batinnya sendiri hingga ia tertidur lelap, sebelum itu dia sudah kirim pesan ke Kanaya, "Kanaya aku minta maaf jika Rafli menolak cintamu, tapi aku sungguh tidak tahu alasannya, tapi kamu masih punya kesempatan jika terus mengejar cinta Rafli, kamu harus yakin itu." Namun Kanaya tidak membalas pesan Rania, sampai dia ketiduran di atas meja di kamarnya.

***

Matahari menyambut hangat suasana pagi, kedua insan tersebut masih saling berdiam-diaman tidak jelas.

Bu Maya sampai heran ia harus melihat tingkah putri tunggalnya dan menantunya Rafli yang biasanya ceria setiap hari, mendadak jadi hambar.

"Rafli enak tidak masakan bibi? Tadi ibu juga membantu masak loh, coba Rania juga ikut belajar masak buat suami pasti seru."

"Enak kok, masakan bibi, masakan Ibu apalagi masakan terenak." Rania berdehem saja tanpa bicara, seolah tidak setuju dengan perkataan Rafli, sebab masakan ibunya keasinan.

"Kenapa Rania? Perkedel bikinan ibu pasti keasinan ya?" Tanya Bu Maya menebak.

Rania hanya nyengir saja, ia berpikir jika ibunya sudah tahu lalu untuk apa bertanya? Sungguh menyebalkan pertanyaan yang tidak perlu dijawab.

"Ayah, Rania ingin bawa mobil sendiri boleh?" Rania izin menyetir mobil sendiri sejak supirnya pulang kampung, ayah Rania belum mencari supir baru.

"Ayah ngeri kamu kan tidak terlalu pintar mengendarai mobil," ungkapnya.

"Jangan Rania, kenapa tidak diantar Rafli saja, atau naik taksi tidak apa-apa," ujar ibunya.

"Lebih aman sama suami sendiri, sudah berangkat dengan Rafli saja."

Atas permintaan ayah dan ibunya Rania terpaksa mau diantar Rafli, itu juga kesempatannya untuk bicara.

Saat perjalanan menuju restoran Rania mencoba membuka suara duluan, mengalahkan gengsinya, sebab dia sadar jika salah telah memaksa Rafli dengan Kanaya.

"Kamu masih marah sama aku? Ya, deh aku salah. Maaf." Rania menempelkan kepalanya di bahu Rafli hingga membuat hati laki-laki itu mencair seketika.

"Kamu jangan paksa aku untuk mencintai Kanaya lagi, paham kan?" ujar Rafli mau membuka suara. Rania pun senyum-senyum menatap wajah laki-laki di dekatnya.

"Sudah mau bicara berarti sudah tidak ngambek kan? Artinya aku sudah dimaafkan dong, makasih Rafli." Rania memeluk Rafli membuat jantung Rafli tak beraturan.

"Aku mana bisa marah lama sama kamu, Rania, tapi harus ingat jangan jodoh-jodohkan aku dengan Kanaya atau siapapun, aku tidak suka dan tidak mau." Jelas Rafli membuat Rania penasaran di mana hati Rafli berlabuh sekarang, masa tidak memiliki cinta, mustahil kan? Atau mungkin pindah haluan, tidak mungkin, mengerikan sekali.

Rafli dan Rania diam-diam lagi, mereka sedang berada dalam lamunan masing-masing.

Di hati Rafli bergejolak cinta yang menggebu untuk Rania tapi tertahan tak bisa diungkapkan seperti berada di penjara cinta.

Lagi pula dia sadar luka di hati Rania masih basah, goresan yang diberikan Reyhan terlalu dalam dan menyakitkan.

Sampai di lokasi, Rafli langsung kembali ke rumah, Rania pun hanya dadah saja.

Arsha yang melihat cemburu, lalu bertanya, "Siapa yang mengantarmu pacar?" tanyanya serius tapi Rania hanya senyum.

"Kamu bisa ditanya malah senyum doang!" Kepala Rania dijitak sampai bunyi, ia pun marah bergantian menjitak kepala Arsha tanpa takut atau pun ataupun ragu, bahkan sambil berkata, "Aku tidak bisu, galak!"

Mata Arsha melotot seperti sepasang burung hantu yang menyeramkan, dia memekik, "Hei, kamu bilang aku galak? Kamu juga menjitak jidat aku, sakit tau!"

Rania menjulurkan lidah ia memekik pula, "Kamu memang galak, kok! Tukang kepo lagi, mau dia pacar atau supir bukan urusanmu kali!" Rania berlari menuju dapur meninggalkan Arsha dia tidak takut dipecat sebab Pak Hendra pemilik restoran sedang Arsha hanya karyawan bagi Rania sekalipun anak bos.

Ketika Rania berpapasan dengan Kanaya, sahabatnya melengos tidak mau menatap wajah Rania, ia pun menarik tangan Kanaya lalu memeluknya, "Jangan menjauh dan pergi seperti dulu, masalah hati kita tahu kan jika tidak mungkin bisa dipaksakan."

Kanaya tidak mau bicara, ia melepas tangan Rania dari tubuhnya, lalu mendorong perlahan. Air mata Rania menetes begitupun air mata Kanaya tumpah, sebenarnya dia tahu ini bukan salah Rania atau Rafli. Cinta tidak bisa disalahkan hanya saja rasanya sakit cinta bertepuk sebelah tangan itu.

"Apa persahabatan kita akan rusak lagi hanya karena cinta? Aku pikir Rafli dan Kanaya bisa bahagia menjadi sepasang kekasih, tapi justru akhirnya begini," ujar Rania mengusap air matanya dengan jemari. Lalu Arsha menyodorkan sapu tangan untuknya, Rania mengambilnya lalu untuk mengelap ingusnya.

"Jorok sekali kamu Rania! Pokoknya cuci sapu tanganku itu!" pekik Arsha.

"Iya, bawel."

Ketika bel berbunyi semua karyawan ke tempat kerja masing-masing, melakukan tugasnya dengan baik.

Kanaya tidak konsentrasi membuat kebakaran, ayam bakar yang ia panggang pun nyaris gosong, untuk saja Arsha cepat memadamkannya.

"Kanaya kerja yang benar!" Arsha memekik Kanaya justru memeluk laki-laki di depannya yang ngomel itu. Rania panik melihat asap ia berlari sampai terjatuh, kakinya terkilir dengan susah payah ia sampai ke tempat Kanaya.

"Alhamdulillah Kanaya tidak apa-apa," kata Rania memegang kakinya.

Pak Hendra menenangkan karyawan di dapur bahwa tidak ada kebakaran, hanya ada kecelakaan kecil saja.

"Rania kaki kamu kenapa?" tanya Pak Hendra begitu perhatian.

"Tadi jatuh pas lari, tapi tidak apa-apa kok," kata Rania berjalan dengan menahan rasa sakit, dia tidak mau kakinya disentuh oleh Pak Hendra duda yang terlihat naksir padanya, sebab Pak Hendra terlalu genit membuat Rania takut jika didekatnya.

Pak Hendra memperhatikan kaki Rania yang berjalan setengah pincang, tapi dia menawarkan bantuan pun ditolak.

"Hemmm … Kanaya!" pekik Pak Hendra membuat Arsha dan Kanaya terkejut melepas pelukannya yang tadinya begitu melekat.

"Maaf Pak Hendra saya janji tidak mengulangi lagi, tadi saya kebanyakan melamun," ujar Kanaya menunduk ketakutan.

"Sudah saya maafkan tapi lain kali jangan peluk-pelukan di sini," ujarnya pergi.

Kanaya menutup wajahnya merasa malu, "Maaf Mas Arsha tadi aku gak sengaja meluk kamu, saking takutnya."

"Lain kali hati-hati jangan melamun lagi," kata Arsha pun mengekor ayahnya pergi.

Koki lainnya menyoraki Kanaya, "Cie, Kanaya kamu ada feeling kan sama Pak Arsha? Spesial lagi manggilnya, Mas Arsha."

Kanaya hanya menggeleng kan kepalanya.

Alya Wulandari iseng merekam video Kanaya dan Arsha sedang pelukan lalu di share di sosial media, kebetulan dilihat oleh Revan yang berteman dengan Instagram Alya.

avataravatar
Next chapter