8 Siasat Bertemu dengan Tuan Samuel

Luna tidak habis pikir kenapa dia sekarang berada di depan gedung milik Samuel Nathan. Gedung perkantoran itu adalah milik ayah kandungnya. Begitulah yang neneknya dan sahabatnya Wilma katakan padanya.

Dia berdiri mondar-mandir di depan pintu masuk gedung. Satpam yang dari tadi mengawasinya mulai menaruh curiga.

"Nona, ada keperluan apa datang kemari?" tanya satpam itu bertanya dengan nada yang sopan.

"Ah aku — sebenarnya ingin bertemu dengan pemilik gedung ini," ucap Luna gugup.

"Apa maksudmu Tuan Samuel Nathan?" tanya satpam itu.

Luna segera mengangguk dan berharap kalau satpam itu bisa membantunya untuk bertemu dengan orang itu.

"Apa Nona sudah memiliki janji dengan beliau?" tanya satpam itu mulai mendelikkan matanya.

"Belum," jawab Luna menggelengkan kepalanya.

"Kalau begitu, Nona tidak bisa bertemu dengannya hari ini. Memangnya Nona dari perusahaan mana?" tanya satpam itu mengira kalau dia adalah seorang karyawan dari perusahaan lain.

"Ah tidak –tidak saya bukan dari perusahaan mana pun. Saya ingin menemuinya secara pribadi," sahut Luna dengan polos.

"Maaf Nona, kalau Anda ingin bertemu dengan Tuan Samuel Nathan, setidaknya Anda memiliki janji dengannya. Atau apakah Nona pernah bertemu dengannya?" tanya satpam itu.

Lagi-lagi Luna menggelengkan kepalanya. Dia benar-benar mati kutu di depan satpam itu. Satu kata yang tepat yang harus dia lakukan saat ini. Pergi.

Satpam itu pun hanya bisa melongo melihat Luna pergi dengan langkah yang gontai. Di saat itulah tepat sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam berhenti di depan gedung. Luna menyempatkan dirinya untuk berhenti dan melihat siapa yang turun.

Seorang laki-laki turun dari kursi depan dan segera membukakan pintu mobil. Seorang pria berusia lima puluh tahunan turun dengan pakaian necis nan mahal. Luna bisa melihat kalau pakaian yang dikenakannya adalah brand terkenal yang satu pakaian saja bisa dibandrol minimal puluhan juta itu.

Satpam yang tadi sempat bertanya padanya membungkukkan badan untuk memberi hormat. Pria berstelan mahal itu sempat Luna kenali wajahnya. Ya, dia adalah Samuel Nathan. Luna bisa mengenal karena Wilma sempat memberinya satu potongan lembar majalah bisnis yang memuat artikel tentang orang itu.

"Itu dia orangnya," gumam Luna. Tanpa pikir panjang lagi, Luna segera berlari dan menghampiri pria yang disebut-sebut neneknya itu sebagai ayah kandungnya.

"Tuan, maaf aku harus berbicara denganmu."

Samuel Nathan melirik Luna dengan tatapan kaget. Betapa tidak kaget, tiba-tiba saja ada seorang gadis datang menghalangi jalannya masuk ke dalam gedung.

Satpam yang tadi sempat berbicara dengan Luna tak kalah kagetnya melihat Luna berlari dan memotong langkah Samuel Nathan.

"Nona, ayo jangan seperti ini! Ikut denganku ke pos!" tarik satpam itu merasa dipermalukan karena di depannya seseorang tidak dikenal merangsek maju dan menghampiri bosnya.

"Tidak. Aku tidak akan pergi sebelum aku berbicara dengannya," jawab Luna sambil meronta tidak mau ditarik dan diseret oleh satpam itu.

Samuel Nathan sendiri tidak banyak merespon. Dia hanya melirik ke arah satpam dengan tatapan tidak suka. Melihat tatapan tajam Samuel Nathan, satpam itu mau tidak mau harus menyeret tubuh Luna dengan paksa.

"Tuan Samuel, dengarkan aku dulu! Aku ini putri Arum Chan. Jadi berikan kesempatan agar aku bisa bicara denganmu," teriak Luna dari kejauhan.

Entah Samuel Nathan mendengarnya atau tidak. Tetapi pria itu segera melirik ke arah Luna dan menatap Luna dengan sekilas. Hanya sekitar lima detik saja melihat wajah Luna, setelah itu dia pun melanjutkan langkahnya masuk ke dalam gedung.

Hati Luna teriris dan perih ketika melihat reaksi Tuan Samuel, bukankah tadi ia dengan jelas mengatakan kalau dia adalah putri dari Arum Chan. Lalu, kenapa dia langsung pergi begitu saja.

Sementara itu, di pos satpam Luna diceramahi oleh satpam itu. Meskipun dia sudah menyeret Luna tadi, rupanya satpam itu masih baik hati memberinya minum di pos jaganya.

"Kenapa Nona nekat sekali, memangnya siapa Arum Chan?" tanya satpam itu duduk di depannya.

Luna memegang air minum di kemasan gelas di tangannya. Ujung matanya menangkap name tag di seragam satpam itu. Maryono.

"Pak Maryono, aku ini tidak bermaksud menyerang Tuan Samuel," sahut Luna sambil menyedot air minumnya.

"Lalu, kenapa tadi Nona nekat sekali. Memangnya ada perlu apa kamu berbicara dengannya?" tanya Pak Maryono yang juga penasaran. Ada seorang gadis muda yang mencari Samuel Nathan dan mengatakan kalau dia adalah putri Arum Chan. Pak Maryono juga sempat melihat reaksi wajah Tuan Samuel saat nama Arum Chan disebut. Dia menjadi sangat penasaran.

"Aku hanya ingin memberikan pesan padanya dari nenekku. Itu saja. Tidak ada niat yang lain."

"Pesan. Apa pesan itu?"

Luna mengerucutkan bibirnya kesal karena satpam itu terlalu mengorek banyak informasi darinya.

"Aku tidak akan mengatakan apapun," ucap Luna.

"Kenapa? Apa ini rahasia?" Dilihat dari ekspresi wajah Pak Maryono. Dia memang terlihat sangat penasaran dengan alasan Luna sampai nekat mencegat Tuan Samuel.

"Kalau Pak Maryono mau membantuku. Aku akan mengatakannya," jawab Luna. Dia harus memanfaatkan rasa penasaran satpam itu agar bisa meloloskan rencananya untuk bertemu dengannya dan berbicara dengan ayahnya itu.

"Haish! Kenapa juga aku harus membantumu," tolak Pak Maryono yang langsung peka karena Luna hanya ingin menipudayanya.

"Ya sudah kalau tidak mau membantuku. Bapak juga tidak akan mendapatkan informasi apapun dariku," sahut Luna sambil berdiri.

"Terimakasih air minumnya," imbuh Luna bersiap melangkah.

"Tunggu dulu!" cegah Pak Maryono.

Luna menghentikan langkahnya karena sepertinya Pak Maryono mulai tertarik dengan tawarannya itu.

"Apa Bapak mau membantuku?" tanya Luna.

"Memangnya bantuan apa yang kau harapkan dari satpam sepertiku?" tanya balik Pak Maryono.

"Sebenarnya gampang, Bapak tinggal membuat Tuan Samuel secara tidak sengaja bertemu denganku. Jadi, aku bisa berbicara empat mata dengannya," jawab Luna.

"Ah rasanya tidak mungkin itu Nona. Lagipula aku hanya satpam di gedung ini. Mana bisa aku membuatnya bertemu dengan Nona tanpa pengawalan ajudannya. Nona lihat kan tadi kalau Bapak tidak segera menarikmu, ajudannya pasti sudah membuatmu menyesal," keluh Pak Maryono yang tidak sanggup jika harus membantu Luna.

"Ah, justru karena Bapak satpam di gedung ini, Anda pasti bisa," ucap Luna kembali lagi mempengaruhi Pak Maryono.

"Tapi apa balasannya jika aku membantumu?" tanya Pak Maryono menatap wajah Luna dengan tatapan yang bingung.

"Sebenarnya balasan Bapak tidak akan terbalaskan dengan apapun. Mungkin pahala dari Tuhan," jawab Luna sambil menyeringai polos. Sepertinya Pak Maryono tidak sepolos perkiraannya.

"Apa, pahala? Nona pikir aku ini orang bodoh."

"Jadi, apa Bapak minta uang dariku?" tanya Luna. Sebenarnya alasan klasik seseorang yang meminta pamrih untuk sebuah bantuan apa lagi kalau bukan uang.

"Kau punya uang?" tanya Pak Maryono sambil memeriksa penampilan Luna saat ini. Dari penampilan Luna saja sudah dipastikan kalau Luna itu adalah gadis miskin.

"Saat ini aku belum mendapatkan uang, tetapi -- jika Bapak membantuku untuk bisa mempertemukan aku dengannya. Aku akan memberimu uang," ucap Luna.

"Kau pasti selingkuhannya!" tuduh Pak Maryono.

"Enak saja, mana mungkin. Justru aku ini putri kandung Tuan Samuel," jawab Luna keceplosan.

"Apa? Putri Kandungnya?" seru Pak Maryono dengan mulut yang menganga.

avataravatar