1 Bayangan Kelam

#FLASHBACK MOMENT#

Bibirku yang tadinya tersenyum lebar kini pudar dan mataku yang berbinar bahagia kini berubah menjadi tangis. Hatiku juga ikut menangis. Air mataku mengalir deras mendengar penolakan kehadiran anak yang bahkan kukira ia akan senang. Tadinya kupikir ia akan mengucapkan terima kasih karena aku telah memberinya keturunan. Tapi..., dia malah menolak bahkan dia memintaku untuk menggugurkan kandunganku yang baru berusia tiga bulan.

"Shit, Luna. Aku ingin kau gugurkan kandunganmu. Aku tidak menginginkan anak itu!"

Kata-kata yang Kevin lontarkan seketika menghancurkan duniaku. Aku memegangi perutku dengan hati yang terluka. Aku tidak ingin melenyapkan bayi yang tidak berdosa ini.

"Tapi Kevin-"

"Jika kau tidak mau menggugurkannya, aku yang akan membunuh anak itu." Kevin memandangi perutku.

Aku semakin memeluk perutku dengan posesif. Teganya Kevin seperti itu.

Tenang Nak, papamu pasti akan menerimamu.

Tidak ingin mendengar ucapannya yang menyakitkan, aku memilih pergi ke kamar. Kata dokter, aku tidak boleh stress. Kevin malah mengikutiku ke kamar. Ia menatap wajahku dan perutku bergantian, tatapannya penuh penolakkan dan juga kebencian.

"Seharusnya kau sadar, aku menikahimu hanya ingin menidurimu bukan untuk menghasilkan anak," katanya tajam.

Air mataku yang mereda kembali berjatuhan lagi. Kevin terus saja memaksaku untuk menggugurkan kandunganku. Terbuat dari apa mulutnya? Mengapa setiap ucapannya mampu membuat luka yang begitu perih?

Sikapnya berbanding terbalik sebelum Kevin mengetahui aku hamil. Sebelumnya Kevin selalu berbicara dan bersikap lembut padaku tapi baru saja dia berubah.

"Aku tidak ingin menggugurkan anak ini Kevin," kataku disela-sela tangisanku.

Kevin menghampiriku, jarinya mengangkat daguku. Matanya menatapku dalam-dalam penuh kemarahan. "Turuti kata-kataku," geramnya.

Aku menggeleng kuat. Terus menolak kemauannya. Biarkan aku menjadi keras kepala demi kebaikanku dan calon anakku ini. Aku tidak akan menuruti keingan Kevin. Aku memang mencintainya tapi tidak berarti setiap keinginannya harus kuturuti. Apalagi keinginannya yang menghilangkan nyawa anaknya sendiri.

Setelah pertengkaran hari itu, Kevin tidak pernah pulang ke rumah-ralat, dia pulang hanya untuk mengambil pakaian sehabis itu ia akan pergi. Aku tetap bertahan, berkeyakinan penuh bahwa Kevin lambat laun akan menerima keberadaan anak yang berada dalam kandunganku. Aku tetap berjuang. Berjuang untuk anakku dan berjuang untuk menyadarinya bahwa aku mencintainya tulus.

Suatu hari saat aku baru pulang dari belanja perlengkapan bayi, aku melihat Kevin sedang bercumbu dengan wanita lain. Hari itu, aku memutuskan untuk berhenti berjuang. Anehnya ketika aku sudah memutuskan berhenti berjuang, Kevin baru menyadari semua kesalahannya. Kevin memohon padaku untuk kembali bersamanya. Tidak semudah itu aku memaafkannya. Aku sudah terlanjur sakit hati dengan perbuatan Kevin.

6 bulan sudah usia kandunganku, aku masih tidak ingin kembali pada orang yang dulu menolak keberadaan anakku. Aku lebih baik menjadi single parent. Aku masih tidak bisa melupakan pengkhianatannya.

Entah sudah berapa kali Kevin mengetuk pintu rumah kecilku. Karena kesal, aku membukanya dan langsung mencercanya habis-habisan. Tapi setelah itu Kevin jatuh pingsan, tubuhnya sangat panas. Aku pun membawanya ke kamar dan merawatnya. Di rumahku hanya ada satu kamar, jadi mau tidak mau aku biarkan Kevin tidur di ranjangku dan aku tidur di sofa.

Kehadiran Kevin membuat bayi dalam kandunganku menendang-nendang. Biasanya malam hari bayiku tidak pernah menendang-nendang seperti ini. Apa itu artinya? Anakku menginginkan ayahnya?

"Biar aku saja yang tidur di sofa. Aku tidak ingin bayi kita kenapa-kenapa," ujarnya lemah.

Bayi kita? Aku antara senang dan marah ketika Kevin menyebut 'bayi kita'. Kemana saja selama ini? Kenapa baru menganggap kehadiran bayi ini?

"Tidak. Kau sedang sakit, jadi kau yang lebih membutuhkan tidur di ranjang," kataku dingin. Lagi, anakku menendang-nendang dalam perutku. Tendangannya kali ini cukup kuat hingga membuatku meringgis kesakitan.

Kevin bangkit dengan lemah, ia menarik tanganku lembut. Tubuhnya masih panas. "Kita akan tidur di ranjang bersama."

Aku langsung menolak.

"Aku mohon Luna."

Aku tidak tahu setan apa yang merasuki tubuhku sehingga aku mau tidur di sebelahnya. Jujur aku tidak tega bersikap dingin seperti ini pada Kevin, sudah tiga bulan aku mengabaikan penyesalan Kevin.

"Apa aku boleh menyapa anak kita?" tanya Kevin ragu-ragu.

"Ya," jawabku singkat.

Aku tidak menyangka bahwa Kevin akan mengelus perutku seraya berkata, "Maafkan daddy Nak, daddy menyesal telah menolakmu. Jika mommy mau memberi kesempatan pada daddy, daddy tidak akan menyia-nyiakannya lagi."

Bayi dalam perutku menendang-nendang kencang ketika Kevin menjauhkan tangannya dariku. Perutku serasa dililit habis.

"Luna kau baik-baik saja?"

Aku meringgis kesakitan. Tidak pernah kurasakan sesakit ini saat bayi dalam perutku menendang-nendang. "Perutku sakit," rintihku.

Kevin langsung panik. "Apa kau akan melahirkan?"

Bodoh, usia kandunganku baru 6 bulan.

Aku menggeleng.

Kevin mengelus perutku kembali dan rasa sakit itu perlahan memudar. Aku mengernyit heran, apa maksud dari semua ini? Bayiku menjadi tenang ketika Kevin mengelusnya.

#FLASHBACK END#

.

.

.

Aku memegangi kepalaku. Tidak tahu kenapa tiba-tiba kepalaku merasa sakit saat bayangan itu datang dengan jelas. Bayangan yang mengerikan. Apa itu sebagian dari ingatanku yang hilang? Wajahku memucat. Kevin pernah menolak kehadiran Harry?

Aku membawakan secangkir teh hangat ke ruang TV. Kevin sedang sibuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang seharusnya ia kerjakan di kantor. Sudah beberapa hari ini Kevin tidak pergi ke kantor, ia bilang mengkhawatirkan keadaanku. Padahal aku tidak apa-apa jika ditinggal bersama Harry. Lagi pula Kevin hanya pergi ke kantor dan sore hari ia akan pulang, kan?

"Kenapa kau lama sekali membuat tehnya? Luna kau baik-baik saja? Wajahmu pucat." Kevin menutup berkas-berkas yang sedang ia baca. Ia menatapku cemas.

Aku meletakkan secangkir teh di meja sofa lalu mendaratkan pantatku di sebelahnya, duduk di sofa. Aku tersenyum sambil menggeleng. Kevin akhir-akhir ini terlalu berlebihan mengkhawatirkan diriku.

"Kevin, apa kau pernah menolak kehadiran Harry?" tanyaku pelan dan hati-hati.

Kevin tertegun. Wajahnya berubah menjadi pucat lalu Kevin mengangguk pelan. "Kauingat, aku pernah mengatakan bahwa kita mempunyai masa lalu yang kelam. Dan itu adalah bagian terburuknya. Kebodohanku yang tak termaafkan."

Kevin memang pernah mengatakan bahwa pernikahan kami dulu tidak berjalan mulus dan itu salahnya. Aku tidak percaya Kevin pernah menolak kehadiran Harry mengingat perilaku Kevin sangat menunjukkan kasih sayangnya terhadap Harry. Rasanya tidak mungkin jika Kevin menolak kehadirannya. Well, jika dulu Kevin seperti itu tapi yang terpenting sekarang Kevin sudah berubah. Dokter Blake juga bilang perkembangan Kevin sangat membaik, yang terpenting sekarang aku harus selalu berada di samping Kevin memberinya semangat untuk terus berjuang melawan sikap buruknya.

"Kau boleh marah padaku," ujarnya lemah.

Aku menggeserkan posisi dudukku lebih dekat dengannya. Menatap bola matanya yang mampu menyihirku. Aku tidak peduli dulu Kevin seperti apa, selama dia mengakui kesalahannya itu sudah cukup. Tidak banyak orang yang berani mengakui kesalahan yang pernah diperbuat, dan aku menghargai pengakuan Kevin.

"Aku tidak marah," bibirku menyunggingkan senyuman. "apa kau sudah selesai bekerjanya Tuan Kevin? Ini sudah malam."

Kevin ikut tersenyum. "Jadi kau menungguku?"

"Apa aku harus menjelaskannya secara gamblang?" tanyaku, terkekeh.

Dalam hitungan detik, aku sudah berada di gendongannya. Sebenarnya aku cukup risih karena hampir setiap malam Kevin menggendongku menuju ranjang kami. Aku sebelumnya sudah menolak agar ia berhenti menggedongku, dan kalian tahu apa yang Kevin lakukan ketika aku menolak? Ia akan mengomel atau sepanjang malam Kevin akan terus mengganggu hingga aku tidak bisa tidur.

"Besok kau akan pergi ke kantorkan?" tanyaku seraya Kevin merebahkan tubuhku ke ranjang dan menyelimutiku sampai ke perut. "aku kasihan dengan Zak, dia terus saja menggerutu karena harus bertahan sendirian di sana," lanjutku.

Kevin mengecup keningku lalu ia merebahkan tubuhnya di sampingku. Ia mengangkat sedikit kepalaku dan lengannya menyelinap sebagai sandaranku. Kevin menarikku mendekat tanpa celah, memberi pelukan sampai aku terbangun di pagi hari nanti.

"Kau mengusirku?"

Aku sedikit mendongak dan mata kami saling bertemu. Hal yang paling intim dalam hidupku bukanlah bercinta tapi seperti ini, berpelukan di ranjang dan saling bersitatap.

"Ya begitulah. Aku sudah bosan berhari-hari melihatmu 24 jam di rumah," ungkapku sambil menahan senyum.

Kevin menghela panjang. Sepertinya Kevin kecewa dengan ucapanku. Ah biar saja, dia harus bekerja seperti biasanya. Aku tidak mau Kevin terus menjagaku, aku tidak sedang sakit. Stafnya di kantor membutuhkan Kevin dibandingkan diriku, tapi aku berpikir kalau para stafnya senang jika Kevin tidak masuk karena mereka tak harus kena semburan Kevin jika ada yang melakukan kesalahan.

"Jika aku pergi ke kantor, aku mohon kau jangan melakukan hal ceroboh atau aku akan membawa kantorku ke rumah kita," ancam Kevin.

Bibirku mengerucut. Aku tidak seceroboh itu. Beberapa hari yang lalu aku memang tidak sengaja menumpahkan air panas ke kakiku, ingat tidak sengaja. Dan itulah sebabnya Kevin bersikeras untuk tetap di rumah menjagaku. Kevin terlalu protektif mengenaiku akhir-akhir ini.

"Ya baiklah. Besok aku hanya pergi ke supermarket untuk membeli makanan bersama Harry. Boleh kan?"

"Hanya membeli makanan, tidak boleh ada aktivitas yang lain, ok? Hubungi aku satu jam sekali, jika tidak-"

"Iya baiklah. Berhenti mengoceh dan memberi ancaman Tuan Kevin," gerutuku.

Kevin tersenyum penuh kemenangan. Aku menarik kepalaku, membenamkan wajahku pada lehernya. Aroma khas yang melekat di tubuhnya selalu membuatku ketagihan. Kepejamkan mataku berusaha untuk tertidur namun pikiranku malah berkelana ke hal-hal lain seperti aku yang tidak bisa mengingat masa laluku bersama Kevin, hanya sepercik ingatan saja yang terlintas sehabis itu aku melupakannya dan tidak bisa mengingatnya lagi. Andai saja aku bisa mengingat semuanya, gumamku dalam hati.

*****

"Mommy aku ingin buku dongeng ini," pinta Harry sembari menarik-narik dressku yang panjangnya selutut.

Aku mengabaikan buku yang sedang kubulak-balik lalu menundukkan pandanganku, menatap Harry dengan lembut. "Ada lagi?"

"Sebentar," katanya. Ia berjalan ke tempat buku yang khusus untuk anak-anak. Tidak lama kemudian Harry membawa setumpuk buku yang tebalnya lebih dari 30 cm.

Mulutku menganga. Aku kira Harry hanya akan mengambil dua atau tiga buku. Tapi... tumpukkan buku yang Harry bawa membuatku terkejut. Aku jadi tidak selera membeli buku masak melihat Harry membeli buku sebanyak itu. Harry menyadarkanku dari keterkejutanku, ia mengomel minta cepat karena buku-bukunya sangat berat. Segera aku dan Harry pergi ke kasir untuk membayarnya. Kasir itu juga terkejut melihatku membeli buku sebanyak itu. Tentang buku-buku itu, yang aku bingungkan akan diletakkan dimana? Karena rak buku Harry yang besarnya sedinding kamar Harry sudah penuh dengan semua bukunya. Kini aku harus meminta Kevin untuk membuatkan rak buku lagi? Bisa-bisa kamar Harry lebih terlihat sebagai perpustakaan di bandingkan kamar tidur.

Aku heran sifat siapa yang Harry turuni mengenai mengoleksi buku-buku sebanyak itu, karena aku dan Kevin tidak memiliki sifat itu. Aku hanya gemar mengoleksi buku sastra tapi demi Tuhan, tidak sebanyak Harry. Kalian harus lihat kamar Harry seperti apa.

"Mommy, kita jadi makan durian kan?" Harry menyengir lebar duduk di troll belanjaan kami yang menumpuk dengan bahan-bahan makanan dan juga buku-bukunya. Aku tidak mungkin kan menenteng belanjaanku sebanyak ini?

"Tentu saja sayang. Tapi kau harus jaga rahasia kita, jangan sampai daddy tahu. Deal?"

Harry mengangguk dengan antusias. Beberapa hari ini aku dan Harry memiliki selera yang sama. Kami sangat ingin memakan durian sepuasnya tapi Kevin melarang. Makanya aku dan anakku diam-diam mempunyai janji untuk makan durian. Kebetulan di mall ini ada restauran khusu durian, mau itu semua makanan yang bahannya terbuat dari daging durian maupun duriannya langsung. Oh ya, durian yang ada di restauran mall ini mempunyai segala jenis durian bahkan durian termahal pun yang harganya tidak sedikit.

Aku dan Harry duduk menunggu pesanan kami datang. Aku memilih buah duriannya saja sedangkan Harry memilih sup durian. Akhirnya aku bisa menikmati makan durian dengan bebas tanpa harus dilarang Kevin.

"Mommy aku ingin roti bakar durian," pinta Harry setelah menghabiskan sup duriannya tanpa sisa sedikit pun.

Aku menghabiskan durian terakhirku. Entah sudah berapa yang kumakan tapi kupastikan aku telah menghabiskan satu gelondongan durian malah kurasa lebih dari itu. Kuturuti permintaan Harry karena Harry tidak makan sebanyak diriku.

"Boleh mommy minta punyamu?" aku memasang wajah selembut mungkin.

Harry mengangguk dan menyuapiku roti yang sudah dipotongnya kecil-kecil.

"Apa enak mommy?" tanya Harry lalu ia kembali memasukkan potongan rotinya ke dalam mulutnya. Harry begitu menikmati makanannya.

"Sangat enak sayang," kataku tersenyum puas.

Ponselku berdering. Aku mengambil ponselku di tasku yang tidak kupedulikan jika itu tas termahal yang Kevin belikan. Kutatap layar ponselku. Kevin. Aku lupa kalau aku harus meneleponnya, ini akibat aku terlalu menikmati memakan durian.

"Kaulupa meneleponku," ujarnya dengan nada mengintimidasi.

"Aku dan Harry sedang makan siang. Aku berencana meneleponmu sehabis makan," kataku berbohong.

"Jadi ceritakan, belanja apa saja kalian hari ini?"

"Persedian makanan dan setumpuk buku milik Harry. Kau harus membuatkan rak buku lagi," ujarku sambil membayangkan kamar Harry yang akan lebih terlihat seperti perpustakaan.

Aku bisa merasakan Kevin sedang tersenyum di sana.

"Mommy aku ingin bicara dengan daddy,"

"Berikan teleponnya pada Harry, sayang."

Sebelum aku memberikan ponselku pada Harry, Harry sudah merebut ponselku terlebih dulu. Ia selalu sangat bersemangat bicara pada daddynya padahal setiap hari dia bertemu daddynya.

"Daddy!"

Aku lebih memilih menghabiskan makanan Harry daripada diam sambil mendengarkan ocehan Harry. Harry belum sadar saja jika makanannya aku habiskan, ia terlalu antusias bicara dengan daddynya.

"Ya daddy tadi aku beli buku baca cukup banyak uh-ralat sangat banyak. Mommy juga membelikanku sosis keju dan alpukat...sekarang aku dan mommy sedang makan du-"

Aku langsung memberi kode pada Harry yang hampir mengucapkan kata terlarang di telinga Kevin.

"Dua porsi roti bakar," lanjut Harry di telepon.

Anak pintar. Aku mengusap rambutnya, memberi hadiah kecil karena Harry tidak jadi kelepasan. Entah apa yang akan terjadi jika Kevin mengetahuinya. Aku hanya bisa memohon pada Tuhan agar Kevin tidak mengetahuinya.

Harry pun memberikan ponselku kembali. Teleponnya sudah dimatikan. Seakan sadar makanan Harry kuhabiskan, Harry melipat ke dua tangannya di dadanya sambil memajukan bibirnya yang belepotan penuh selai durian.

"Mommy kan sudah makan banyak, kenapa mommy menghabiskan punya Harry," katanya lemah menatap piringnya yang sudah kosong dengan kecewa.

Aku tertawa kecil melihat ekspresinya. Siapa saja pasti tidak tahan menggoda Harry hanya untuk melihat ekspresinya seperti ini. Asal kalian tahu, umur Harry yang belum genap lima tahun sudah banyak yang mengidolakan anakku yang tampan ini bahkan ada beberapa rekan kerja Kevin yang ingin sekali menjodohkan anaknya dengan Harry karena pesonanya yang luar biasa. Para staff di kantor Kevin pun sama, mereka sangat mengidolakan anak dari Kevin Sanders. Aku yakin jika Harry sudah tumbuh besar nanti, Harry akan lebih tampan daripada daddynya. Dan jika Harry sudah besar, akan kupastikan dia tidak akan berani memainkan perasaan wanita mana pun dan tidak akan menyentuh wanita kecuali sudah terikat dengan sebuah pernikahan. Aku akan mendidik anakku ke arah yang baik agar dia bisa menghargai sesamanya.

Kami sampai di rumah sore hari. Harry sibuk membantuku memasak. Um...bukan membantu memasak tapi sibuk menyuruhku ini itu dan memberikanku pertanyaan beruntut. Hah anakku sedang dalam masa aktif-aktifnya.

"Mommy kenapa hanya wanita yang pintar memasak? Harry ingin jadi koki tapi Harry juga ingin jadi pembalap. Pilot juga, ah tidak... Harry ingin jadi nahkoda, tapi sebenarnya Harry suka jadi tentara. Jadi dokter juga Harry tidak keberatan, pasti banyak pasien yang mengantri karena ketampananku. Tapi mommy aku ingin jadi presiden biar keren kalau tidak aku akan jadi pengacara...mommy kenapa aku ingin jadi semuanya?" tanyanya keheranan sambil menatapku yang sibuk bulak-balik dapur-meja makan.

Aku tergelak.

Aku meletakkan semua hidangan di meja makan keluarga. Kevin masih belum pulang padahal dia berjanji akan pulang sore tapi ini sudah menjelang malam dan setengah jam lagi sudah waktunya makan malam.

"Mommy Harry serius. Jangan menertawakan Harry," ujarnya kesal.

Aku menahan tawaku kali ini. "Kauingin jadi apa pun pasti mommy akan mendukungmu selama itu tidak membawamu ke jalur yang salah," terangku.

"Tapi jadi pembalap itu kadang suka keluar jalur." Harry menatap langit seolah ia sedang berpikir atau sedang membayangkan jadi pembalap.

Aku kembali tergelak. "Bukan jalur yang itu yang mommy maksud, Harry sayang," kataku, menggeleng-gelengkan kepala.

"Lalu jalur apa mommy?" tanyanya serius.

"Jalur yang mommy maksud adalah jalan hidup atau bisa disebut topangan hidupmu. Cita-citamu nanti harus bermanfaat bagi dirimu dan orang sekitarmu. Jangan sampai cita-cita Harry membuat Harry lupa dengan siapa diri Harry. Mommy ingatkan sayang, apa yang kita lakukan di dunia akan diminta pertanggung jawabannya nanti di akhirat. Jadi kita harus pandai-pandai dalam memilih jalan kehidupan kita di dunia agar kita bisa mempertanggung jawabkannya nanti," jelasku panjang lebar.

"Harry akan selalu mengingat ucapan mommy. Kalau begitu Harry ingin jadi dokter saja," ujarnya polos, "tapi mommy jadi pilot juga bergunakan mommy? Tentara juga, tentara kan membela negara. Presiden juga berguna mommy, ia memimpin negara demi warganya. Apalagi koki, koki termasuk cita-cita yang bermanfaat. Nahkoda juga, pengacara, polisi. Mommy sebenarnya Harry ini ingin menjadi apa?"

"Jadi-"

Kalimatku terputus.

"Daddy!" Harry beringsut dari duduknya dan berlari kecil menghampiri Kevin.

Aku membalikkan tubuhku.

"Halo jagoan." Kevin mengangkat tubuh Harry dalam gendongannya seraya berjalan ke meja makan lalu mendudukkan Harry. "sepertinya kalian sedang serius bicara. Apa yang kalian bicarakan?"

"Kami membicarakan tentang cita-cita. Harry ingin jadi-"

"Harry jika kau terus bicara kapan kita akan makan? Daddymu baru saja pulang. Kita bicarakan nanti ya sayang?" kataku lembut lalu Kevin menghampiriku dan memberikan kecupan di pipi, "kauingin makan dulu atau mandi terlebih dahulu?" tanyaku pada Kevin seraya membantunya mengendorkan dasinya.

Kevin mencondongkan wajahnya padaku, ia memiringkan wajahnya dan hidungnya menyentuh kulit leherku, lalu ia menatapku. "Kau habis makan durian?" nadanya lebih ke pernyataan daripada pertanyaan.

Aku mengumpat kesal. Dari mana Kevin tahu? Mengelak akan membuatnya tambah mengomeliku. Aku pun mengangguk seperti kucing yang ketahuan habis mencuri ikan. "Sedikit," terangku. Aku harap Kevin tidak akan terlalu marah jika aku mengatakan sedikit.

"Sedikit?" nadanya sedikit meninggi. "Sedikit hingga aroma duriannya sangat lekat pada dirimu," geramnya.

Aku diam.

Kevin menggertakkan giginya dan menatapku dengan tatapan membunuh. Ia seperti menahan amarahnya namun tidak berhasil. "Demi Tuhan Luna, kau sedang hamil dan kau memakan durian banyak," Kevin menekankan kata durian. "itu tidak sehat untuk kandunganmu. Mengapa kau keras kepala sekali."

Kevin berpaling pada Harry, "Harry kenapa kau biarkan mommymu makan durian? Daddy kan sudah memberi tahu Harry kalau mommy tidak boleh makan durian."

"Tapi adik bayinya ngidam dad. Nanti kalau tidak dipenuhi adik bayi akan ngiler. Harry tidak mau punya adik bayi yang ngiler karena tidak bisa makan durian," bela Harry dengan wajah polosnya.

Aku tersenyum kecil namun saat Kevin kembali menatapku aku hanya bisa pasrah mendengar ceramahnya yang cukup panjang.

Aku pernah dengar jika wanita hamil tidak boleh mengkonsumsi buah durian karena bisa menyebabkan keguguran atau bayi lahir secara prematur dengan berat badan rendah karena pada durian mengandung dua zat, yaitu alkohol dan yang satu lagi aku lupa apa nama zatnya. Tapi pada dasarnya kedua zat itu yang kutahu tidak akan berpengaruh besar apabila dikonsumsi masih dalam keadaan segar, terjaga kebersihannya dan juga tidak berlebihan. Lagi pula perasaanku mengatakan aku tidak makan berlebihan kan?

"Sepertinya kau harus bersabar karena mulai hari ini sampai seterusnya kau akan terus melihat wajahku sepanjang menit," katanya penuh ketegasan.

avataravatar
Next chapter