1 BERITA MENGEJUTKAN

Saat ini Anggia tengah berada di antara seluruh keluarganya, ada Mama, adik lelakinya yang bernama Andre dan juga ada Papanya.

Sangat jarang keluarga mereka dapat berkumpul dengan lengkap karna Anggia yang memilih tinggal di apartemen dekat dengan butiknya sedangkan adiknya juga tengah sibuk kuliah.

Papanya juga walaupun sudah berumur tapi masih sibuk dengan jabatannya sebagai CEO di perusahaan yang dia bangun sendiri dari 0.

Adiknya yang akan menggantikan posisi Papanya dan sekarang masih menempuh pendidikannya.

"Tumben banget Ma lengkap gini, aku juga disuruh pulang segala."

Karna memang Mamanya sudah memberi tau sebelumnya bahwa Anggia harus pulang malam ini untuk makan malam.

"Kamu kan kalau gak disuruh pulang apa inget punya rumah hah? Keasikan tinggal sendirian jadi gitu."

"Enggak gitu juga Ma, ini kan job lagi banyak banget jadi ya gitu."

"Halah kakak mah alasan aja Ma."

"Heh anak kecil diem aja ya."

Kebiasaan jika Anggia dan Andre disatukan adalah mereka akan bertengkar entah apapun yang mereka perdebatkan tapi selalu ada saja.

Sedangkan Papa hanya diam dan tersenyum karna memang sifatnya yang tenang, sayangnya semua anaknya mengikuti sifat Mama yang memang cerewet.

Makan malam dimulai, semuanya saling bertukar cerita karna memang jarang bertemu, Andre juga tampak semangat menjelaskan tentang kuliahnya dan sesekali bertanya kepada Papa.

"Oh iya kak, Mama mau kasih tau kamu sesuatu."

Anggia yang penasaran langsung meletakkan sendoknya dan mengalihkan pandangan sepenuhnya pada Mamanya.

"Tapi janji ya sama Mama kamu bakalan nurutin permintaan Mama."

"Ya apa dulu dong permintaannya kalau aneh-aneh aku juga gak mau."

"Mama mana pernah sih minta ke kamu yang aneh-aneh. Janji dulu makanya nanti baru Mama kasih tau ke kamu."

Anggia agak enggan mengiyakan permintaan Mamanya, tapi juga penasaran atas apa yang akan diminta oleh Mamanya.

Anggia masih diam saja memikirkan apakah memilih mengiyakan atau membiarkan saja permintaan Mamanya.

"Udah deh kak gak usah sok misterius, tinggal bilang iya aja susah banget."

"Bocil diem aja, gak ada yang ngajak ngomong juga."

"Bocil-bocil gini tetep tinggian aku daripada kakak."

Anggia melengos dan memakan lagi makanan yang tinggal sedikit sedangkan Mamanya masih menunggu jawaban yang akan diterima dari Anggia.

"Mama kamu gak bakalan minta yang bahayain kamu kok nak."

Papanya bahkan angkat bicara, wah ini mah bikin Anggia makin penasaran lagi jadinya.

"Beneran gak aneh-aneh kan Ma?"

"Iya atuh anakku yang paling cantik."

"Yaudah iya Anggia janji nurutin Mama."

Jawaban Anggia membuat Mama dan Papanya saling tatap sebentar kemudian tersenyum, Anggia malah semakin bingung melihat itu terjadi.

"Jadi gini, Mama kan punya sahabat deket banget. Nah namanya tuh Tante Irene dia tinggal di Amerika sekarang."

"Terus?"

Anggia sudah merasakan hawa-hawa tak menyenangkan dan dia semakin was-was dengan perkataan Mamanya yang selanjutnya.

"Nah Tante Irene tuh punya satu anak laki-laki, dulu Mama sama Tante Irene tuh pernah buat perjanjian kalau anak nya beda kelamin mau dijodohin gitu. Nah-"

"Bentar-bentar biar aku proses dulu kata-katanya, jangan dilanjutin dulu. Ini jadi maksutnya aku mau dijodohin gitu?"

Mamanya hanya mengangguk dengan tersenyum penuh arti kepada Anggia.

"Oh dijodohin."

"Iya kakak itu mau dijodohin."

"Hah? Apa? Gimana? Dijodohin?"

Mungkin otak Anggia baru saja menerima data 100% jadi dia baru sadar dan teriak. Untung saja ini dirumah sendiri.

"Mah kok pake dijodohin segala sih Ma, kayak aku gak bisa cari sendiri aja."

"Ya emang kamu gak bisa cari sendiri kan, liat tuh udah umur segini belum aja nikah, temen-temen kamu aja udah punya anak semua."

Ya memang sih umur Anggia sudah lumayan tua, tapi kan gak sampe harus dijodohin segala, dia masih bisa kok cari jodoh sendiri.

"Mah beneran deh aku bisa cari jodoh aku sendiri gak perlu dijodohin gini."

"Tadi udah janji lo sama Mama kalau mau nurutin permintaan Mama."

"Ya kan aku gak tau kalau permintaan Mama kaya gini."

Rasanya Anggia mau nangis aja sekarang, ya masa dia dijodohin sih. Mana calonnya orang Amerika, dia kan belum pernah ketemu.

"Calon kamu udah setuju buat dijodohin sama kamu jadi gak ada alasan buat nolak, dan 2 bulan lagi kamu bakalan nikah."

"Apa Ma? 2 bulan lagi? Ini gak salah Ma?"

"Kenapa? Kamu mau kelamaan ya? Yaudah bulan depan kamu nikahnya."

"Ma ini nikah lo Ma, bukan mau main layangan. Kan butuh nya banyak terus ribet Ma, masa bisa dikerjain dalam waktu 2 bulan aja."

"Kamu tenang aja, semuanya udah jalan setengahnya. Semuanya udah diurus sama Mama Papa. Nah terus kamu kan pernah bilang kalau rancangan pertama kamu itu baju buat pernikahan kamu, jadi Mama gak perlu cari bajunya."

"Ya tapikan aku gak tau ukuran buat suami aku nanti pas apa enggak."

"Gampang, kan bisa dipermak. Kamu pokoknya terima beres aja oke. Sama persiapkan mentalnya sayangku. Mama mau beresin meja makan dulu."

Lemas sekali rasanya mendengar semua pernyataan yang keluar dari mulut Mama tadi. Astaga sumpah kenapa gini banget hidup Anggia.

"Selamat menikah kakak cantikku."

Anggia hanya melototi adiknya itu karna dia benar-benar masih syok dan tak ada tenaga untuk melawan perkataan adiknya.

"Mama dan Papa gak mungkin main-main buat pilihin calon suami buat kamu. Mama Papa bahkan pilih yang terbaik buat kamu, jadi diterima ya?"

Papa berkata dengan lembut kepada Anggia mungkin mengerti bagaimana perasaan Anggia yang campur aduk sekarang.

Lagipula benar kata Papa bahwa mereka tak mungkin main-main memilihkan pasangan hidup untuknya.

Anggia mengangguk untuk mengiyakan pernyataan Papanya yang membuat Papanya tersenyum lembut kemudian mengelus lembut kepala Anggia.

'Ya semoga aja memang yang terbaik buat gue kan.'

Anggi memilih menerimanya dengan lapang dada daripada menghabiskan tenaga untuk menolak, karna sudah dapat dipastikan bahwa itu tak akan berhasil juga.

"Walaupun nih tiap hari kita berantem gak jelas kalau ketemu, tapi kalau calon kakak berani bikin kakak sakit hati, bakalan berakhir kaya mantan kakak akhirnya."

Diam-diam adiknya memeluknya dan mengatakan itu padanya membuat Anggia mampu tersenyum dan membalas pelukan Anggia.

Lagipula mungkin dengan cara ini juga dia bisa membahagiakan orang tuanya, membuat orang tuanya tak begitu khawatir dengan dia yang sudah memilih hidup sendiri ini.

"Makasih Andre sayang."

"Yang terbaik buat kakak pasti bakalan aku lakuin."

Semoga saja semuanya berjalan dengan baik dan dengan sesuai perkiraan Anggia. Ya semoga saja.

-----

avataravatar