18 Kilas Balik

Kapten Erdo menyuruh Yora untuk masuk ke dalam pesawat dan melihat-lihat. Dengan perasaan campur aduk Yora masuk ke dalam melihat dek dan tentunya kokpit. Dia duduk di bangku kokpit dan tangannya memegang kemudi. Pikirannya lalu kosong sambil matanya menatap Ramna, Darma, dan Kapten Erdo di balik kaca kokpit. Dia teringat kejadian ketika orang tuanya di bunuh.

Saat itu dia berumur sekitar enam tahun. Desas-desus kalau ada konflik antara Presiden Barath dan Kapten Divisi Satu Aliansi Merah soal pembagian keuntungan dari hasil sumber daya. Kapten Adam menolak. Karena tidak ada kesepakatan, Presiden Barath didesak oleh para politikus agar mengusir Aliansi Merah dari Barath. Presiden menolak. Tetapi, para politikus itu membentuk semacam pasukan dan menyerang pasukan Aliansi Merah tanpa diketahui oleh Presiden. Terjadilah gejolak konflik. Kapten Adam merasa ini adalah pemberontakan. Jadi dia datang dengan pesawat induknya dan menurunkan semua pasukannya untuk membasmi para pemberontak. Akan tetapi, konflik semakin memanas. Sehingga Kapten Adam memerintahkan untuk membumi hanguskan planet Barath.

Perintah diterima dan semua pasukan Aliansi Merah membantai semua penghuni Barath. Korban berjatuhan. Banjir darah di mana-mana. Yang menjadi salah satu korban ialah kedua orang tua Yora. Keluarga kecil ini sempat bersembunyi di sebuah ruangan bawah tanah rahasia yang terletak di lantai sudut ruang memasak. Ayah Yora membuka penutup lubang dan menyuruh Yora dan ibunya turun terlebih dahulu. Tetapi ayahnya yang sempat mau turun, dia harus kembali ke kamar untuk mengambil senjata.

"Ayah, cepatlah masuk!" teriak Yora.

"Ayah harus ke kamar ambil senjata. Ayah akan kembali," kata Ayahnya.

Ayah Yora pergi. Yora dan Ibunya hanya melihat ke atas lubang dari bawah. Tak berapa lama terdengar suara langkah kaki. Mereka mengucap syukur. Tetapi rupanya yang datang bukan ayahnya. Melainkan seseorang dari Bumi yang memakai seragam Aliansi Merah. Umurnya sekitar tiga puluh lima tahun. Memakai topi koboi, berjanggut dan berkumis. Dia jongkok dan tersenyum lebar sambil mengelap pedangnya yang berlumuran darah.

Yora gemetar. Ibunya memeluknya dan berusaha agar Yora tidak melihat darah tersebut.

"Sepertinya saya telah membunuh kepala keluarga di rumah ini," kata Pria tersebut dengan tenang.

Pria tersebut meloncat turun dan berjalan perlahan mendekat. Yora dan ibunya mundur sampai mereka tidak bisa mundur lagi karena sudah sampai di ujung tembok. Mereka duduk ketakutan. Yora masih dipeluk dengan erat oleh ibunya.

"Tolong jangan sakiti kami," pinta ibunya.

Pria itu tertawa.

"Oh ibu. Aku ini anak yang baik," balas Pria itu sambil kembali mendekat.

Tiba-tiba, tangan ibu Yora ditarik oleh pria itu. Yora dan ibunya terpisah yang membuat Yora berteriak memanggil ibunya. Pria itu memegang erat ibunya dengan tatapan yang tajam. Lalu, tangan ibunya meraba-raba tembok dan pria itu menusuk ibu Yora dengan pedangnya sampai menembus badannya hingga ke tembok. Yora berteriak sangat kencang sambil air matanya mengalir. Ibunya sekarat. Dia melihat ke arah Yora dan mengatakan sebuah kalimat tanpa ada suara. Yora langsung mengerti dari gerak bibir ibunya kalau dia harus lari. Dengan sisa tenaganya, ibunya kembali meraba-raba tembok dan kali ini tangannya berhenti dan dia menekan semacam tombol. Secara tiba-tiba lantai di tempat Yora duduk terbuka dan dia terhempas ke dalamnya. Pria itu berlari ingin meraih Yora tetapi tidak bisa dan lantai kembali tertutup.

Yora jatuh dan berakhir di sebuah ruangan yang terdapat sebuah kapsul berbentuk lonjong seperti kapsul obat. Dia masih menangis berteriak memanggil ayah dan ibunya sambil kepalanya melihat ke atas. Jiwanya sangat terguncang. Bahkan dia sempat ingin bunuh diri dengan mengambil pisau yang ada di ruangan tersebut. Tetapi, dia melemparnya dan kembali menangis duduk di sudut ruangan. Setelah beberapa saat dia mulai tenang. Dia berpikir cara untuk keluar. Bangsa Barath memang larinya cepat. Tapi rasanya tidak mungkin dia keluar dan lari sekuat tenaga. Itu sama saja dengan bunuh diri. Lagi pula, dia sudah ada di tempat yang aman.

Setlah berpikir, lebih baik dia menunggu beberapa hari setelah konflik reda. Niat awalnya menunggu beberapa hari, nyatanya dia menunggu satu minggu lebih. Sebab dia sempat ragu. Namun sekarang keraguannya sudah pergi. Keadaannya sungguh payah. Dia tidak makan sama sekali. Nafsu makan hilang begitu saja selama satu minggu. Bahkan dia sendiri tidak sadar kalau dia kelaparan. Yora berjalan sempoyongan dan masuk ke dalam kapsul. Dia bingung bagaimana cara menghidupkannya. Tetapi setelah dia membuka salah satu laci di kokpit, dia menemukan semacam buku panduan. Yora membacanya. Dan setelah paham, dia duduk di kokpit, memakai sabuk pengaman, dan mulai menghidupkan mesin sesuai petunjuk di buku panduan tersebut.

Mesin menyala dibarengi dengan terbukanya dinding yang ada di depan kapsul membentuk sebuah lorong. Kapsul itu lalu maju perlahan. Tapi lama kelamaan, lajunya semakin cepat dan semakin cepat lagi. Yora sempat ketakutan karena ini pertama kalinya dia menaiki kapsul dengan kecepatan yang luar biasa. Saat kapsul mencapai kecepatan maksimal, lorong tersebut mengarah ke atas dan Yora melihat cahaya.

Kapsul tersebut muncul dari dalam tanah. Ketika kapsul terbang di langit, Yora melihat dari balik kaca kokpit dan menyaksikan kengerian. Semuanya hancur. Bangunan hancur, asap tebal banyak yang membumbung tinggi, tidak ada tanda kehidupan. Tetapi dia yakin pasti ada yang selamat dan melarikan diri.

Setelah melewati atmosfer dan berada di luar angkasa, kapsul tersebut berhenti dan di layar monitor menampilkan sebuah tulisan yang bermaksud menanyakan tujuan selanjutnya ke mana kepada pilot. Yora menggeser-geser secara acak lalu memilih sebuah planet entah apa namanya. Kemudian dia mengaktifkan auto pilot dan kapsul pun melaju dengan kecepatan cahaya.

Selama dalam kecepatan cahaya, Yora di dalam kapsul tak melakukan apa-apa. Dia hanya menangis dan menangis. Sampai kapsul berhenti tiba-tiba. Setelah dicek, rupanya bahan bakar sudah habis. Yora kebingungan. Akhirnya dia sadar kalau ini adalah akhir dari hidupnya. Dia sudah pasrah dengan berbaring di lantai dek yang tidak terlalu luas. Matanya terpejam. Beberapa jam kemudian, dia merasakan kalau kapsulnya berjalan. Dia bangun lalu melihat dari kaca kokpit. Kapsulnya ditarik masuk oleh sebuah pesawat yang besar. Setelah itu, dia dievakuasi dan diberi makanan dan minuman. Yora lalu bertanya siapa mereka. Salah seorang menjawab kalau mereka adalah Aliansi Kebebasan.

Lamunan Yora yang memutar ingatan kilas balik masa lalunya pudar ketika Ramna dan Darma menepuk pundaknya.

"Kau tidak apa-apa. Yora?" tanya Darma.

"Kami lihat kau dari luar hanya melamun," sahut Ramna sambil dia duduk di bangku pilot sebelah kiri Yora.

"Aku hanya teringat sesuatu," balas Yora tersenyum.

"Apa itu?" Darma penasaran.

"Bukan apa-apa. Lebih baik kita jaga pesawat ini."

Ramna melihat layar monitor. Dia lalu berkata, "Kapten tadi mengatakan kalau ini pesawat BTX 3200 di mana versi terbaru dari seri 3000."

Darma duduk di bangku pilot yang di belakang. Baru kali ini dia duduk di bangku pilot.

"Darma, kau bisa mengemudikan pesawat?" tanya Ramna dengan menengok ke belakang.

"Belum pernah," jawab Darma sambil menggelengkan kepalanya.

"Kalau begitu, aku akan ajarkan kau mengemudikan pesawat ini," kata Yora.

Kapten Erdo yang sedang melihat mereka di luar penasaran apa yang mereka bicarakan. Dia hanya melihat tiga orang sedang berbincang serius di dalam kokpit. Tetapi apa pun itu, sepertinya mereka bertiga cocok sebagai satu tim.

Bersambung...

avataravatar
Next chapter