11 Puing-puing

Setengah perjalanan Darma habiskan dengan duduk sambil melihat layar ponsel. Dia mau menghubungi Skrul. Rasanya ini akan jadi sesuatu yang akan membuat Skrul tercengang ketika dia memberi tahu kalau sekarang sedang satu pesawat dengan salah adu anggota dari Aliansi Kebebasan. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, rasanya dia lebih baik diam.

Ketika pesawat sedang melaju di kecepatan cahaya dengan empat kali akselerasi, tiba-tiba alarm berbunyi. Yora dengan sigap berlari dan duduk di bangku pilot. Ramna di sebelahnya sebagai kopilot. Darma mendekat dan berdiri di belakang mereka. Radar menunjukkan kalau ada sesuatu di depan. Sebuah benda asing yang menghalangi. Yora menghentikan pesawat. Seketika dari jendela kokpit, muncul banyak sekali puing-puing yang melayang-layang di angkasa.

"Berantakan sekali," kata Yora. Dia mengemudikan pesawat secara perlahan-lahan melewati puing-puing.

"Apa yang terjadi?" tanya Darma.

"Mungkin kapal ini habis diserang. Lihat?" Ramna menunjuk ke sebuah potongan pesawat yang masih besar.

"Orang-orang yang ada dalam pesawat pasti sudah mati," Yora mendekatkan pesawat ke arah potongan pesawat yang masih besar.

Dilihat dari bentuknya, sepertinya ini lambung pesawat. Warnanya putih. Dan setelah mendekat, terdapat pintu yang masih tertutup.

"Sepertinya lambung pesawat ini tidak hancur semuanya. Kita bisa mengeceknya. Mungkin ada yang masih hidup."

Setelah pesawat mendekat, mereka memperhatikan pintu itu. Ada sebuah jendela bundar di pintu tersebut. Secara tiba-tiba, muncul sosok di balik jendela. Mereka kaget. Darma apalagi. Melihat makhluk hitam yang menyeramkan membuat jantungnya hampir copot.

"Aku akan periksa," kata Yora. Dia memutar bangkunya lalu meloncat mendekat ke sebuah lemari.

"Hei. Bisa kita lanjutkan saja? Ini mengerikan. Mungkin mereka diserang oleh makhluk yang mengerikan juga," Darma memberi saran.

Yora tidak mendengarkan. Dia membuka pintu lemari mengambil sebuah alat bundar pipih seukuran telapak tangan orang dewasa. Dia menempelkan alat tersebut di dadanya. Lalu dari alat tersebut mengeluarkan semacam butiran nano dan memenuhi seluruh tubuh Yora sehingga dia sekarang memakai pakaian luar angkasa.

"Darma, kau mau coba?" ucap Ramna.

"Apa?"

Ramna mendekat ke arah lemari tersebut lalu mengambil satu alat yang sama seperti dipakai Yora.

"Ini pakaian khusus jika kau ingin melayang-layang di luar angkasa. Diperuntukkan ketika keadaan darurat. Misal ada mesin pesawat yang rusak, atau situasi yang sedang kita alami sekarang."

"Aku tidak yakin."

"Tenang saja. Akan aku ajari cara menggunakannya."

Ramna menempelkan alat tersebut ke dada Darma. Seketika alat tersebut bekerja dan seluruh tubuh Darma ditutupi oleh pakaian luar angkasa. Badannya terasa geli karena alat tersebut seperti menggelitik ketika partikel nano membentuk pakaian besi sesuai lekuk tubuhnya. Fungsinya agar si pemakai bisa bergerak lebih leluasa. Di kepalanya terbentuk seperti helm yang bahan materialnya sama. Ketika helm tersebut menutupi seluruh kepalanya, di bagian kaca helm muncul berbagai indikator. Seperti sisa oksigen dan kerusakan pakaian.

"Bagaimana?" tanya Ramna.

"Ini cukup berat."

"Kau bisa berenang?"

"Tentu."

"Baiklah. Kau ikut dengan Yora memeriksa bangkai pesawat itu."

Karena postur tubuhnya kecil dan tidak bisa menjangkau pundak Darma, Yora hanya bisa menepuk punggung Darma.

"Ayo kita periksa," kata Yora sambil berjalan ke belakang pesawat.

Darma melangkahkan kaki. Berat sekali. Dia belum terbiasa. Ramna kembali ke kokpit.

"Baiklah, aku akan menutup pintu kuadran belakang pesawat," Kata Ramna di dalam radio.

Pintu tertutup. Ramna membimbing agar Darma mengikuti Yora berdiri ke arah belakang pesawat. Tepat mengarah ke ekor. Ketika hitungan ketiga, ekor pesawat terbuka dan Darma merasa terhenyak. Rasanya seperti kita sedang ada di dalam sebuah kendaraan yang tiba-tiba menukik ke jalanan yang menurun. Begitulah yang dirasakan Darma. Tidak terdengar suara apa pun. Semuanya hening. Hanya terdengar suara napas dan jantungnya yang berdegup kencang. Ramna berkata untuk tenang. Sebab kalau Darma panik, oksigen akan cepat habis.

Darma tidak bisa mengendalikan tubuhnya. Dia malah berputar secara perlahan. Yora memegang tangannya agar seimbang.

"Aku ke sana lebih dulu. Kau susul aku menggunakan pakaian ini." Kata Yora di dalam radio.

Darma mengangguk. Yora mencondongkan badannya ke depan. Dia melayang secara perlahan karena ada gaya dorong dari pakaian tersebut. Darma melihat seperti semacam gas yang keluar dari belakang mata kaki, bawah bokong, dan punggung. Dia lalu melihat di belakang mata kaki dia. Rupanya ada semacam lubang. Dan di depan kaki pun ada hingga ke paha dan ke dada. Jadi Darma berasumsi kalau pakaian ini juga bisa membuatnya mundur.

"Darma, kau bisa mendengarku? Kau bisa mencondongkan badanmu ke depan untuk melaju ke depan. Begitu juga sebaliknya. Kau pasti langsung paham ketika melihat bagaimana Yora melakukannya, kan?" kata Ramna di dalam radio.

"Tentu. Akan aku coba."

"Berhati-hati lah kepada benda asing. Jika ada benda asing yang ukurannya setengah tubuhmu mendekat, kau harus menghindar. Jika kau bersenggolan dan membuat tubuh terpental, kau bisa melayang jauh."

"Mari kita coba."

Darma mencondongkan badannya ke depan. Dan pakaian tersebut mendorongnya mendekat ke arah Yora. Perlahan namun pasti. Ini pengalaman pertama yang sangat mendebarkan.

Ketika sampai di pintu itu, Darma dan Yora berusaha membuka namun tidak bisa. Yora lalu mengintip ke jendela dan hanya bisa melihat ruangan yang gelap dengan benda-benda yang melayang.

"Ramna, kau bisa memeriksa lambung pesawat ini?" tanya Yora kepada Ramna lewat radio.

Ramna yang ada di kokpit melihat layar lalu mengetik dan muncul gambar lambung pesawat tersebut beserta informasi.

"Bagian ini masih berfungsi. Kalian harus membangkitkan dayanya agar pintunya terbuka. Kalian bisa pergi ke sisi sebelah kanan kalian. Ketika sudah menemukan pembangkitnya, cukup hidupkan dengan cara memindahkan tuas dari bawah ke atas."

"Baik."

Yora lalu melayang secara perlahan ke sisi lambung. Darma mengikuti dari belakang. Sepertinya dia mulai terbiasa dengan pakaian ini. Sampailah mereka di pembangkit. Tapi Yora kesusahan untuk memindahkan tuas tersebut. Darma membantu. Dan akhirnya tuas tersebut berhasil dipindahkan. Mereka lalu kembali. Ketika melihat ke jendela, ruangan sudah terang oleh lampu dan benda-benda tidak melayang lagi. Gravitasi buatan juga sudah aktif.

Mereka membuka pintu tapi tidak bisa karena dikunci dari dalam. Yora melihat-lihat sekali lagi di jendela. Dia menarik napas panjang lalu mengeluarkannya lagi. Rupanya makhluk hitam yang terlihat di jendela hanya sebuah boneka yang terbakar. Tapi dia melihat sebuah kertas yang dipaku di dinding.

"Ramna, aku melihat sesuatu. Seperti sebuah surat yang dipaku di dinding."

"Coba kau pindai."

Yora membuka telapak kanannya. Dia arahkan ke jendela yang lurus satu arah dengan kertas yang dipaku tersebut. Perlahan muncul semacam sinar pemindai. Setelah selesai, hasil pemindaian langsung muncul di monitor Ramna. Yora dan Darma kembali lalu melihat hasil pindaian surat tersebut di meja besar di tengah dek dengan hologram. Ditulis oleh seseorang.

"Surat ini ditulis oleh penumpang pesawat ini. Jadi, pesawat yang hancur ini adalah pesawat wahana khusus bagi para wisatawan. Dan mereka diserang oleh Kelompok Bajak Laut Luar Angkasa," Yora terlihat serius.

"Aku baru tahu ada bajak laut di luar angkasa," balas Darma. Dia juga serius memperhatikan surat tersebut.

Ramna mematikan hologram dan berkata, "Tak dijelaskan tujuannya ke mana. Sepertinya dia menulis dengan terburu-buru."

"Kita lanjutkan perjalanan." Kata Yora.

Yora berjalan ke kokpit dan mengemudikan pesawat keluar dari puing-puing. Setelah keluar, dia langsung melakukan lompatan kecepatan cahaya.

Bersambung...

avataravatar
Next chapter