6 Bab 5 - Pewaris

Pria gelap itu kemudian terdorong mundur kebelakang karena kekuatan tendangan ku pada wajahnya.

Ekspresi wajahnya menunjukkan betapa terkejut dirinya dengan hal yang baru saja terjadi, terutama karena dia terdorong mundur beberapa meter.

Gita yang melihat itu barusan, juga tak kalah kaget melihat hal yang telah aku lakukkan.

Aku pun mendarat tepat antara pria gelap itu dan Gita, dengan posisi kaki tebuka lebar dan memunggungi Gita.

"JANGAN SEENAKNYA MENYENTUH REKAN KERJAKU DENGAN TANGAN KOTORMU ITU… DASAR BRENGSEK!!!"

Aku meneriakkan itu masih dengan tatapan mata yang memancarkan amarah membara.

Telapak tangan aku kepalkan dengan sangat keras, bahkan kuku jariku sedikit melukai kulit telapak tanganku sampai agak berdarah, karena emosiku kembali tersulut makin besar dengan kembali mengingat apa yang pria itu hampir lakukan pada Gita.

Saat setelah mendengar ucapanku, Gita melebarkan tatapan matanya dan pipinya agak memerah ketika dia melihat punggung ku.

Kemudian ia memalingkan lirikan matanya kearah lain masih dengan pipi agak memerahnya.

Disisi lain, Pria besar itu setelah menerima tendangan ku.

Meraba hidungnya yang berdarah karena dampak seranganku menggunakan tangan kanannya sebentar, lalu menatapku dengan kesal kemudian.

"Kugh… aku benar-benar melupakanmu. Untuk ukuran orang biasa tak disangka kemampuanmu lumayan juga."

Setelah itu dia menegakkan badannya kembali.

"Aku hanya lengah tadi, seranganmu berikutnya akan percu-"

Dan dia melebarkan matanya karena tampak menyadari sesuatu.

"Aku tadi masih memakai energi roh untuk melindungi tubuhku, bagaimana bisa serangan tanpa kekuatan roh sanggup melukaiku?"

"Huh… Maaf saja jika aku hanya orang biasa, tapi aku ada pada tingkatan yang berbeda. Asal kau tahu kemampuan beladiri yang kulatih sejak kecil ini sungguh diatas rata-rata. Menghancurkan benda keras dengan momentum serangan yang tepat tidaklah sulit bagiku."

Pria itu mengerutkan dahinya setelah mendengarnya.

"Tapi tetap saja mustahil dirimu mengalahkan Praktisi Roh sepertiku."

Tanpa aba-aba aku sudah melayang didepannya dan menyerang wajahnya dengan lututku ketika dia belum bersiap.

Kepalanya agak terdorong kebelakang sambil memuncratkan darah di hidungnya.

Dia mencoba bangkit tapi aku sudah memukul ulu hatinya dengan keras, dia terlihat menahan rasa sakit.

Segera ia meluncurkan tinju berlapis energi roh, tapi aku dengan mudah membelokkan pukulannya dengan tanganku dan meninju dagunya dengan tangan satunya.

Dia melakukannya lagi tapi aku juga masih membelokkannya dengan mudah dan membalas dengan serangan kebagian tubuhnya yang lainnya.

Bahkan ia mencoba menyerang dengan kaki tapi aku menahan pahanya dengan tangan dan membalas dengan tendanganku ke dagunya.

Semua itu terjadi beberapa kali, setiap serangan yang ia lepaskan aku berhasil patahkan dan dibalas serangan ke anggota tubuhnya yang lain.

Sampai akhirnya, ia dengan wajah kesal mengeluarkan teknik lain.

"Cih… Keras kepala, sudah cukup sampai disini. Teknik Roh Dasar Tingkat Menengah... Gelombang Pemecah Udara!"

Dia memakai jurus yang sama untuk mengalahkan Gita tadi.

Dia menepuk kedua tangannya yang berlapis dengan energi roh, ledakan gelombang energi roh tercipta lagi dan menghancurkan tanah sekitar.

Aku yang sudah melihat itu sebelumnya, bisa menghindari dengan cepat.

Aku melompat kebelakang lalu mendarat dengan kedua tanganku dan melontarkan diriku ke udara dengan tanganku untuk semakin menjauhi jangkauan serangan itu.

Tapi tak disangka sudah ada kumpulan energi roh telah melesat padaku.

Melihat posisi telapak tangan pria itu yang mengarah padaku, sudah pasti itu serangan beruntun yang dia rencanakan.

Aku yang diudara tak bisa menghindari lesatan energi roh itu.

"AAARRRGHHH!!!"

Aku berteriak kesakitan menerima ledakan energi roh itu langsung dan terjatuh kejalan.

Aku meringkuk menahan sakit karena efek serangan itu.

Tubuh terasa seperti dihantam sesuatu yang keras dan panas dengan sangat cepat.

Aku juga merasakan panas yang lumayan menyakitkan menyelimuti sekujur tubuhku.

"Tidak... SENIOOOR !!!"

Teriak Gita yang melihat itu dengan khawatir, Dia berusaha merangkak ke arahku saat itu juga.

"Kumohon senior bertahanlah."

Tubuhku terasa sangat berat dan sakit memenuhi sekujur tubuh.

Menggerakkan bibir saja sangat terasa amat susah.

Perlahan-lahan pandanganku mulai gelap dan kabur.

Aku hanya bisa melihat Gita yang berusaha merangkak kearahku sambil mendengar suaranya yang samar ditelingaku.

Akhirnya semua menjadi gelap dan sunyi.

"Huh… apa sekarang aku sudah mati? Benar-benar menyedihkan harus berakhir seperti ini."

Gumamku ditengah kegelapan yang mengelilingi diriku.

"Aku selalu berpikir tidak ada yang bisa mengimbangiku dalam pertarungan kecuali kakek. Tapi tak kusangka di dunia ini ada orang-orang dengan kemampuan seperti mereka."

Aku yang dalam posisi terbaring mengangkat tanganku sambil membayangkan wajah kakek.

"Maafkan aku kakek, sepertinya aku pergi lebih dulu."

Aku menitikkan air mata saat membayangkan wajah adik perempuanku.

"Maaf Dhita… kakak tak bisa terus menemanimu sampai kamu dewasa. Mungkin kamu akan jadi bersedih sepanjang hidupmu karena kakakmu yang bodoh ini."

Air mataku mengalir semakin banyak ketika aku teralih membayangkan ibu.

"Maafkan aku ibu, aku tak tahan membayangkan kesedihan dan tangismu nanti. Tapi aku mohon... kuharap ibu masih bisa bahagia disana."

Aku lalu memejamkan mata.

"Dan Gita… kuharap ada seseorang yang menolongmu. Maaf membuatmu harus berbuat sejauh ini hanya untuk orang yang baru sehari kamu kenal. Kumohon tuhan semoga dia baik-baik saja."

"Bagaimana dia akan baik-baik saja jika kamu hanya tidur disini?"

"Heh?"

Aku melebarkan mataku dengan heran karena ada yang menjawabku ditempat gelap ini.

"Suara siapa ini? Apakah ini suara malaikat alam baka?"

Tanyaku pada suara itu dengan heran.

"Kalau aku malaikat alam baka maka telingamu sudah berdarah jika hanya mendengar suaraku saja."

Aku hanya memejamkan mataku dan menghela napas kemudian.

karena lega bahwa aku belum mati.

"Jadi ini bukan alam baka ternyata."

"Tentu saja bukan, kamu berada dalam alam bawah sadarmu sekarang."

"Jika begitu, bagaimana kamu bisa ada di alam bawah sadarku?"

"Huh… ini cerita yang panjang. Lupakan itu dulu, kita tak punya banyak waktu untuk berbincang. Gadismu sekarang dalam masalah, tak maukah dirimu menolongnya?"

Pipiku sedikit memerah mendengar pertanyaan itu, ucapannya sungguh membuatku malu.

"S-siapa yang gadisku? Sudahlah, kalau aku bisa aku juga akan menolongnya. Tapi aku terjebak disini dan tak bisa lakukan apapun."

"Lalu bagaimana jika aku bisa membantumu? Apakah kau siap menerima apapun resikonya?"

Astaga, kata-katanya membuatku khawatir.

"Ugh.. Apa kamu ini iblis yang mencoba membuat kontrak denganku? Seperti iblis dalam film yang mana datang menawarkan bantuan bersyarat ketika pemeran utamanya hampir mati ?"

"SIAPA YANG KAMU PANGGIL IBLIS DASAR BOCAH KURANG AJAR !!!

Tampaknya aku telah membuat dia marah, mataku pun secara reflek melirik kesamping karena rasa bersalah.

"Eh he he... Aku hanya menduga saja, maafkan aku."

"Terserahlah… Kembali pada tawaranku, aku akan tawarkan bantuan untuk membuka potensimu yang telah lama tersegel dalam dirimu tahap demi setahap."

"Hoo... apa aku punya hal seperti itu?"

"Ya lebih dari yang kau bayangkan, tapi satu hal yang harus kau ingat. Kau akan menanggung takdir yang sangat berat untuk seorang manusia, mungkin keputusanmu suatu saat akan menentukan takdir tiga dunia."

"Tiga dunia… apakah ada dunia lain selain duniaku saat ini ?"

"Yah tentu saja, tapi marilah kita kesampingkan itu, lalu fokus pada keputusanmu. Yaitu apa kamu siap menanggung semua beban tersebut?"

Aku lalu tersenyum sambil memejamkan mataku, kemudian membuka mata sambil menjawabnya.

"Persetan dengan takdir tiga dunia. Yang jelas aku tak bisa tidur dengan tenang jika gadis yang menolongku mengalami pengalaman buruk didepanku. Aku akan hadapi takdir apalah itu asal bisa menghajar pria brengsek itu."

Ucapku sambil menabrakkan tinju kecil ke salah satu telapak tanganku.

"Tapi apa untungnya bagimu membantuku?"

"Aku hanya sekedar memenuhi janjiku, kamu tak perlu mengerti."

"Huh… aku mengerti, setiap orang punya hal yang penting bagi dirinya. Aku tak kan ungkit jika kamu tak ingin. Jadi apa yang harus kulakukan?"

"Baiklah jika keputusan mu sudah bulat, mari kita mulai dari langkah paling awal untuk memenuhi takdirmu wahai Pewaris dari Kaisar Roh."

CTAK!!!... Terdengar suara jentikan jari cukup keras.

Dan tiba-tiba ruang gelap ini  mulai berubah menjadi terang.

Tak lama dibawah ku sudah menjadi lautan biru berkilauan nan luas dan tenang dengan langit putih diatasnya.

Aku yang mendadak berada ditengah lautan ini, secara refleks mengobservasi sekitar.

Air berwarna biru dibawahku nampak tenang, sementara aku seolah melayang diatasnya.

Kemudian aku berusaha berdiri sambil dipenuhi rasa terheran-heran akan sekitar ku.

Tak disangka aku dapat melayang diatas lautan yang tepat berada dibawah kedua telapak kakiku.

"Tempat apa ini? Nampak seperti lautan."

Aku masih sangat heran sambil melihat sekeliling.

"Ini adalah lautan energi roh dalam jiwamu. Aku baru saja melepas salah satu segel yang mengunci energi rohmu."

"Hmm… jadi orang-orang punya hal seperti ini dalam diri mereka."

"Tentu saja tidak, orang-orang pada umumnya hanya berupa kubangan, kolam kecil atau kolam besar. Berupa danaupun sudah dianggap jenius yang langka didunia ini, orang itu akan memiliki kekuatan yang sangat besar karena kapasitas sumber energi rohnya. Dan untukmu yang berupa lautan energi roh, kau pahamkan maksudku. Inilah kenapa aku bilang suatu saat keputusanmu bisa mempengaruhi tiga dunia."

Aku pun memegang pinggangku dengan kedua tangan sembari menatap langit putih itu.

"He he he… tak kusangka aku memiliki hal seperti ini dalam diriku. Takdir yang diberikan Tuhan memang tak bisa disangka."

"Kau sudah memilih jalan ini, janganlah kau mundur dan menyesalinya."

"Heh..  jangan khawatir, aku sudah bulat dalam keputusanku. Jadi bagaimana caranya keluar dari sini ?"

"Lihatlah disamping kananmu, tepat disebelah sana ada cahaya putih, masukilah dan kau akan tersadar kembali.

Tanpa ragu aku berlari kesana segera setelah mendengarnya.

"Tunggu sebentar, aku akan memberikan satu jurus dasar pengendalian energi roh padamu."

mendengar itu, aku segera mengerem langkah kakiku.

"Anda masih ingin menghadiahiku sesuatu lagi, bukannya anda sudah terlalu baik."

"Jika dirimu mati, maka diriku juga. karena saat ini aku berada dalam dirimu, anggap saja semua bantuan ku sekarang dan kedepannya adalah kerjasama."

"Jadi begitu, aku jadi tak akan segan lagi. Akan kuterima tawaran anda."

Segera muncul bola cahaya putih kecil muncul dari dekat lokasi diriku dan melesat masuk ke dalam kepalaku melalui dahi.

Pikiranku tiba-tiba dihujani informasi jurus itu dan cara menggunakannya termasuk cara mengendalikan energi roh.

Kepala jadi sakit tiba-tiba karena begitu banyak informasi yang masuk dengan paksa dalam pikiranku.

Tapi aku berusaha menahan sakit ini karena ini adalah hal penting bagiku.

Setelah hal itu selesai, aku menunjukkan ekspresi lega dan aku hela napasku untuk merilekskan diriku.

"Aku belum tahu siapa dirimu, tapi aku berhutang padamu. Lain kali mari berbincang lagi dan tolong jelaskan semuanya padaku."

"Jangan khawatir kita punya banyak waktu karena aku akan selalu ada dalam dirimu."

Lalu aku tersenyum dan berlari menuju pintu cahaya tadi, kemudian menghilang dalam cahaya itu.

avataravatar
Next chapter