35 Bab 34 - Menuju Gua Misterius

Aku terdiam sejenak sembari memperhatikan dampak serangan ku terhadap lingkungan sekitar, yang mana telah menerima kerusakan dalam skala cukup luas.

Ditemani senyum kecut yang terlihat jelas pada raut wajahku.

Mau bagaimana lagi, aku telah mengerahkan kekuatan semaksimal mungkin.

Sudah pasti dampak yang disebabkan juga menjadi sangat kuat, meski sudah diluar perkiraan ku.

Kerusakan seperti ini bisa terjadi karena disebabkan oleh mekanisme dari Teknik Roh yang tersusun dengan sempurna.

Atau mungkin karena tenaga dan kekuatan fisik ku telah meningkat begitu drastis, semenjak kultivasi roh yang telah aku lakukan.

Hmmm... Bukan begitu sepertinya, mungkin lebih tepat karena gabungan kedua faktor itu kurasa.

Paling tidak kerusakan yang telah aku tinggalkan masih terlihat rapi.

"Lebih baik aku pastikan lagi dengan ayunan pedang yang jauh lebih lemah. Agar mengetahui lebih pasti perbedaan kekuatan saat ini dibandingkan sewaktu belum diberikan nama."

Pedang Energi Roh ini pun aku ayunkan ke depan secara horizontal, mengarah pada bongkahan batu besar itu lagi.

Ayunan kali ini tidak aku berikan tenaga besar, seperti gerakan mengibas biasa saja.

SLAAASSSHHH!!!

Batu itu terpotong lagi, namun tak sampai membelahnya jadi dua.

Potongan yang tercipta mencapai kedalaman 5 meter, sekitar separuh lebih dari lebar batu tersebut.

"Bahkan dengan ayunan biasa dapat menyebabkan bongkahan batu sekeras ini, terpotong sedalam 5 meter. Aku harus hati-hati dalam penggunaannya, atau banyak orang bisa terbunuh tanpa sengaja. Huh... Sekarang aku jadi mulai memahami lebih baik mengenai kalimat "Kekuatan besar membutuhkan tanggungjawab yang besar"."

"Nak, ada baiknya jika kamu tidak menunjukkan Teknik Roh milikmu yang satu ini didepan umum. Kecuali kamu berada dalam keadaan yang sangat mendesak. Jika banyak orang yang tahu, maka kemungkinan akan ada beberapa orang yang memburu dirimu demi mendapatkan buku ataupun gulungan yang mengajarkan Teknik Roh mu itu."

"Tapi inikan Teknik Roh ciptaan ku sendiri, jelas mereka tidak akan mendapat apapun."

"Orang-orang seperti mereka tidak tahu dan tak akan peduli. Beragam cara akan mereka lakukan demi mendapatkannya, bahkan sangat memungkinkan keluargamu bisa ikut dilibatkan juga."

Aku terperanjat sesaat, setelah menyadari bahwa masih ada kemungkinan jika keluarga ku dapat ikut terlibat dalam bahaya nantinya.

Memang aku sudah tahu bahwa dunia para Praktisi Roh sangatlah berbahaya, tetapi aku juga sudah siap menghadapi apapun yang akan datang menghampiri.

Bagi Kakek untuk hal seperti itu bukan masalah besar, apalagi perannya dimasa lalu sangatlah penting.

Namun tidak bagi anggota keluarga ku yang bukan merupakan seorang Praktisi Roh.

"Kurasa Guru memang ada benarnya, aku masih bisa merasa aman karena tebalnya dinding yang dibuat antara dunia orang awam dan para Praktisi Roh. Namun sepertinya aku terlalu naif, selalu ada orang-orang yang tidak memperdulikan aturan sama sekali. Demi keuntungan mereka sendiri dengan apapun caranya, seperti para Praktisi Roh bertudung hitam yang pernah aku hadapi."

"Jika Teknik Roh milikmu sampai jatuh ke tangan yang salah, bisa berakibat sangat fatal. Teknik Roh ini dapat mengabaikan pertahanan Energi Roh, karena dalam kekuatan penuhnya mampu menggunakan distorsi ruang sebagai senjata utamanya."

"Jangan khawatir, Teknik ini hanya sebagai kartu truf ku saja. Lagipula di Dimensi Kecil tak ada orang lain, jadi aku masih bisa melatihnya dengan aman ditempat ini."

"Jika masih mau melatihnya maka lakukan sesukamu, mungkin Teknik Roh ini dapat menyelamatkan hidupmu ataupun orang lain disuatu saat nanti."

"Yah... Aku harap juga begitu, Guru."

Kemudian aku mengalihkan pandangan dari batu dihadapan ku menuju langit.

Warna langit mulai berubah menjadi sedikit jingga.

Sekarang sepertinya sudah mulai memasuki senja.

Apakah Dimensi Kecil ini memiliki matahari?

Ataukah itu sesuatu yang lain?

Dimensi Kecil ini masih memiliki misteri yang tidak aku ketahui, namun sekarang bukan waktunya untuk membahas hal itu.

Aku harus pergi ke Gua ditengah dinding tebing raksasa itu.

Untuk mencapai lokasi perlindungan saat malam, serta tempat untuk melakukan Kultivasi Roh.

Tapi masih ada rombongan Banteng Padang Batu ditengah padang rumput ini.

"Akan sayang sekali jika aku meninggalkan panen Kristal Inti Roh sebanyak itu dari para Banteng Padang Batu. Akan aku bereskan mereka secepatnya menggunakan Pedang Roh ini. Lalu menuju gua pada dinding tebing disana setelahnya."

"Lakukanlah dengan cepat. Karena ketika sudah malam, banyak makhluk-makhluk yang lebih mengerikan keluar dari sarangnya dan berkeliaran."

"Jika ada mahluk yang lebih mengerikan lagi, aku sudah sangat kelelahan untuk menghadapinya. Mau bagaimana lagi, akan aku selesaikan sebelum gelap."

Dengan pedang dari Energi Roh yang masih aktif ditangan, aku mulai berlari dengan cepat menuju rombongan banteng itu.

Dalam waktu beberapa saat aku telah memasuki area pandang mereka.

Melihat diriku sudah kembali, para banteng itu segera menyerbu diriku secara serentak.

Mereka menerjang kearah ku dengan tanduk yang terhunus ke depan.

Tanah pun jadi bergetar hebat karena hentakan kaki serentak mereka yang sangat kuat dan dalam jumlah sangat banyak.

Tapi hal seperti ini tidaklah membuat ku merasa gentar sama sekali.

Aku berlari menuju terjangan mereka dengan tubuh bagian atas sedikit condong ke depan, sementara tangan kanan yang memegang Pedang Roh terangkat kesamping beberapa derajat.

Kami pun akhirnya memasuki jarak beberapa sentimeter saja.

Adrenalin ku terpacu dengan sangat hebat, menyebabkan pergerakan disekitar ku jadi terlihat lebih melambat.

Dengan napas yang aku buat seteratur mungkin, aku masuk melalui celah diantara rombongan banteng ini.

Bersamaan tebasan demi tebasan yang mulai aku ayunkan mengarah pada tubuh banteng yang aku lalui, baik dari sisi kanan maupun kiri.

Setiap satu tebasan mampu memotong tubuh beberapa banteng sekaligus.

Dalam waktu sepersekian detik, banteng demi banteng mulai berjatuhan setelah tubuh mereka terpotong oleh tebasanku.

Menyebabkan kekacauan pada area belakang yang mana telah aku lalui.

Aku terus bergerak secepat kilat melalui celah demi celah antar banteng sembari melakukan tebasan yang sangat mematikan, ditemani tatapan mata dingin yang memancarkan intensitas membunuh.

***

Sekitar satu jam telah berlalu, aku berdiri tegak menatap langit.

Memandangi warna langit yang lebih jingga dari sebelumnya.

Sinar senja nan indah itu terasa sedikit meringankan beban pikiran ku.

Karenanya aku dapat merasa lebih nyaman ketika sedang mengistirahatkan tubuhku yang cukup kelelahan.

Rasa lelah sudah membuat napasku begitu terengah-engah, sementara keringat bercucuran dengan deras di sekujur tubuh hingga membasahi pakaian.

Setiap otot dalam tubuh tengah aku buat sekendur mungkin, dengan membuat tubuh masuk kedalam kondisi rileks.

Aku berdiam diri dalam kurun waktu beberapa menit hingga tubuh ku terasa jauh lebih baik.

Setelah dirasa cukup, aku memalingkan kembali pandangan mataku terhadap lingkungan sekelilingku.

Mayat yang terpotong-potong dari ratusan tubuh Banteng Padang Batu, berserakan dimana-mana.

Darahnya menodai rerumputan yang sebelumnya hijau, kini penuh akan warna merah dari cipratan darah.

Sementara genangan darah bertebaran diberbagai penjuru.

Tapi tubuhku sendiri tak ternoda oleh percikan darah dari para banteng tersebut, karena seluruh bagian tubuhku telah dilapisi oleh Energi Roh.

"Huft... Aku masih harus mengambil Kristal Inti Roh dari mayat-mayat para banteng ini. Walaupun sudah sangat kelelahan, aku harus bertahan sedikit lagi. Karena semua Kristal Inti Roh itu adalah bahan yang sangat berharga sebagai media untuk membantu Kultivasi Roh."

Mata Dewa Roh pun aku bangkitkan lagi, demi kemudahan dalam mencari Kristal Inti Roh tersebut.

Lokasi dari seluruh kristal pun jadi terlihat sangat jelas.

Tak membuang waktu lagi, aku mulai bergegas memanen semua Kristal Inti Roh itu dimulai dari yang paling dekat.

Terimakasih pada Mata Dewa Roh ini, memungut semua kristal itu hanya memakan waktu setengah jam saja.

Aku memasukan semua Kristal Inti Roh itu dalam kantong kulit buatanku yang terbuat dari kulit Macan Tutul Kabut, saat berada dalam hutan sebelumnya.

Selesai dalam pengumpulan kristal, Mata Dewa Roh aku tidurkan kembali.

Kemudian aku meraih wadah minum kayu berbentuk tabung yang tergantung pada area ikat pinggang.

Wadah minuman ini aku buat dari batang pohon di hutan, yang aku ukir dengan bantuan Energi Roh.

Berhiaskan dengan batang dari tanaman menjalar sebagai tali pengikat wadah minuman itu.

Penutup wadah ini aku buka dan mulai meneguk air yang tersimpan didalamnya, agar rasa haus pada kerongkongan bisa menghilang.

"Aaaaah... Sungguh menyegarkan. Meskipun air mentah, dalam kondisi begini sungguh terasa nikmat."

Dirasa sudah menghilang rasa haus ini maka wadah air itu aku tutup kembali, kemudian ku gantungkan lagi pada area ikat pinggang.

"Sekarang waktunya memasuki gua diatas sana, meski didalam gua itu ada sesuatu yang cukup mengerikan tengah tertidur. Jika aku tak memiliki Mata Dewa Roh, aku hanya akan masuk tanpa mengetahui bahaya didalam gua itu."

"Kamu sungguh yakin dan berniat masuk kedalam sana nak? Mahluk dalam Gua itu sepertinya berada diluar batas kemampuanmu saat ini. Karena aku sampai merasakan tekanan roh darinya dalam jarak sejauh ini."

"Saat aku mengamati gua dengan Mata Dewa Roh, aku telah melihat adanya sumber Energi Roh lain yang misterius didalam sana. Namun itu bukanlah dari mahluk hidup. Pasti ada kemungkinan jika Energi Roh misterius itu dapat membimbingku menuju checkpoint."

"Jika kamu sudah seyakin itu, aku tak bisa menahan dirimu lagi. Lakukanlah apa yang kamu percayai, dan biarkan takdir membimbingmu."

Tanpa basa-basi lagi, aku mulai melesat menuju dinding tebing yang menjulang tinggi jauh disana.

Karena jarak yang sangat jauh, disaat hanya mengandalkan langkah kaki saja.

Aku menghabiskan waktu hampir 45 menit untuk mencapai bagian dasar dari tebing yang menjulang tinggi itu.

Kemudian dinding tebing mulai aku panjat dengan bantuan Energi Roh yang melapisi seluruh pergelangan tangan dan kaki.

Aku memanjat tebing dengan melompat dari satu pijakan pada dinding tebing, menuju pijakan lainnya.

Saat bertemu dengan dinding tebing yang terlalu curam, aku menggunakan bantuan tangan untuk memanjat seperti para pemanjat tebing pada umumnya.

Meski memakan waktu agak lama, akhirnya aku sampai pada mulut gua.

Baru sampai pada mulut gua saja, tekanan Energi Roh yang memancar jauh dari kedalaman gua, kuatnya bukan main.

Menekan tiap inchi pada seluruh bagian tubuhku.

"Ya ampun... Mau tak mau, aku harus masuk kedalam kandang singa ini. Karena jauh didalam sana ada sesuatu yang begitu istimewa, namun juga dijaga oleh sesuatu yang sangat berbahaya."

avataravatar
Next chapter