33 Bab 32 - Banteng Padang Batu

Berjalan perlahan, meninggalkan kumpulan awan debu yang bertebaran dibelakang ku menuju kawanan Binatang Mistik didepan sana.

Perasaan tenang menyelimuti diriku, meskipun tengah berada dalam tekanan.

Yaitu tekanan dari tatapan mata dengan aura mengancam oleh ratusan banteng hitam itu, yang mana telah menaruh seluruh perhatian mereka pada kedatangan diriku.

Aku terus berjalan ditemani terpaan angin yang memberikan kesan elok pada tiap langkahku.

Hembusan dari angin ini bertiup dengan sepoi-sepoi, membelai tiap bagian tubuhku serta memberikan rasa sejuk.

Helaian rambutku ikut melambai-lambai seperti rerumputan yang terbentang sejauh mata memandang.

Pernapasan aku buat seteratur mungkin sembari mulai mempercepat langkah kakiku.

Dalam beberapa saat tubuhku telah siap kembali untuk melakukan tindakan yang terbilang cukup gila.

"Huh... Mereka terlihat cukup waspada terhadap kedatangan mahluk yang terbilang kecil bagi mahluk seukuran mereka. Dan lagi daya serang mereka bukan main, lalu apa yang membuat mereka waspada?"

Energi roh perlahan aku alirkan untuk melapisi seluruh bagian tubuhku beriringan dengan langkah kaki yang makin cepat.

"Mungkin saja ada faktor lain pada diriku yang mampu membuat mereka begitu waspada. Yah... Biar aku lihat maksud dari sikap waspada kalian."

Ancang-ancang pun kuambil, setelahnya aku mulai melesat secepat mungkin menuju kawanan Binatang Mistik itu.

Namun disaat diriku sudah hampir mencapai kawanan mereka.

Justru kawanan banteng hitam ini berpencar menjadi dua arah, lalu berkumpul mengitari diriku.

"Hooo... Memang perilaku Binatang Mistik tidak dapat disamakan dengan binatang pada umumnya. Mereka jelas jauh lebih cerdas dan mereka memiliki insting yang bagus, itu menjelaskan dibalik sifat waspada mereka meski aku tadi masih berada di kejauhan. Ini berarti menghadapi mereka memiliki resiko sangat tinggi."

Salah satu dari mereka mulai mengambil tindakan, sementara yang lain masih mengamati.

Seekor banteng hitam pun mulai berlari dan menerjang dengan tanduk yang menghunus padaku.

Namun aku juga telah siap menghadapi serangan dari mahluk itu.

Dikala banteng sedang menyeruduk dalam kecepatan tinggi, maka serangannya sudah pasti hanya memiliki satu arah.

Menghindarinya bukanlah merupakan hal yang sangat sulit, yang penting harus memiliki keberanian dalam menghadapi rasa takut yang ditimbulkan oleh keperkasaan sang banteng.

Keperkasaan yang seolah mampu menghancurkan apapun yang dilaluinya.

Dalam waktu singkat, banteng itu sudah mencapai jarak yang cukup dekat denganku.

Aku melakukan gerakan menghindar kesamping dengan memutar, berporoskan pada kakiku seperti dalam tarian pesta dansa.

Sementara tangan kananku melakukan gerakan menebas, mengikuti irama putaran dari tubuhku.

Tentu saja telapak tanganku telah dilapisi energi roh yang dibentuk sangat tajam sebelumnya.

SLAAASSHHH!!!

Banteng itu melewati ku ditemani tebasan dari tangan kananku yang memotong bagian samping tubuhnya.

Mahkluk itu segera mengerem dan terhenti setelah kurang lebih 10 meter dari diriku.

Namun melihat bekas sayatan yang ku buat, lukanya nampak tidak begitu berarti.

"Cih... Serangan barusan hanya mampu menggores sedalam 2 hingga 3 cm saja. Aku memang telah merasakan tingkatan roh mereka setara dengan Praktisi Roh pada Tahap Dasar Roh Tingkat 6. Meski pada tingkatan yang jauh lebih tinggi dariku, namun aku cukup yakin energi roh milikku mampu menembus pertahanan energi roh yang dimiliki tingkatan roh tersebut."

Salah satu banteng lain dari kawanannya yang melihat kegagalan dari serangan banteng itu, akhirnya turut serta melancarkan serangan selanjutnya.

Sementara aku masih mengalihkan pikiran terhadap kejadian barusan, akan tetapi tubuhku telah siap untuk melakukan gerakan penghindaran terhadap serangan berikutnya.

"Nampaknya mereka memiliki pertahanan fisik yang sangat menakjubkan. Kulit yang hampir terlihat seperti batu, ternyata memang bukan hanya pajangan saja."

Aku melompat keatas sembari membuat gerakan salto di udara dan mendarat ketanah lagi setelah banteng itu lewat.

Meski telah melakukan penghindaran, pikiranku masih saja terfokus pada dampak seranganku sebelumnya.

"Aku harus segera memikirkan cara lain untuk membunuh mereka."

Para kawanan banteng itu akhirnya terlihat mulai beringas karena rasa kesal mereka terhadap kegagalan dari dua serangan sebelumnya secara berturut-turut.

Kali ini dua ekor yang maju menyerang dari samping, namun dengan dua arah yang saling berlawanan.

Aku melompat mundur kebelakang untuk menghindar, dan membiarkan mereka saling beradu kepala.

BRUAAAGHHH!!!

Meski berhasil menghindar, namun aduan kepala mereka telah menciptakan gelombang kejut yang sangat kuat hingga menghancurkan tanah disekitar mereka.

Tubuhku jadi terdorong mundur lebih jauh dari yang seharusnya karena dampak tekanan dari gelombangnya.

"UGH!!!"

SRAAAAKKKK!!!

Menggunakan kedua pergelangan kakiku, aku melakukan pengereman sekuat mungkin dengan permukaan tanah.

Sialnya salah satu banteng dibelakang ku ikut maju menyerang.

Aku pun melompat ke kiri meski agak kepayahan karena dampak gelombang kejut masih mempengaruhi ku.

Ditambah tekanan angin yang terbentuk oleh terjangan banteng dari belakangku, juga sedikit mempengaruhi keseimbangan dalam pergerakan yang aku buat.

Dan sama seperti sebelumnya, banteng lain yang berada paling dekat dengan lokasi ku segera melancarkan serangan.

Jika aku hanya terus menghindar maka aku tak akan punya kesempatan menang sama sekali, dikarenakan kehabisan stamina dahulu jika pertarungan ini berjalan berlarut-larut.

Maka aku putuskan untuk menahan serangan kali ini secara langsung, agar bisa sekaligus membandingkan perbedaan kekuatan kami.

Kedua pergelangan lengan serta kakiku, telah aku lapisi energi roh setebal mungkin.

SLAAPPP!!!... SRUUUUUUKKKKK!!!

Kedua tanganku menggenggam sepasang tanduk yang baru saja datang menerjang.

Tubuhku terus terdorong mundur walaupun kedua pergelangan kakiku telah menggunakan permukaan tanah untuk mengerem.

"UAAGHHH!!!"

Kekuatan serangan banteng ini sungguh bukan main, tanganku telah sekuat tenaga menahan rasa sakit dari tekanan pada tiap inchi pergelangan tanganku.

Lalu untuk permukaan tanah pijakan ku malah hancur dan terciptalah sebuah jalur layaknya tanah yang tengah dibajak.

Setelah terdorong mundur beberapa belas meter kebelakang, banteng ini akhirnya mengibaskan kepalanya keatas.

Mengakibatkan diriku terpental dan melayang di udara dengan cukup tinggi.

"UGH!!!... Ini benar-benar sulit. Kurasa aku memang harus memakai teknik itu."

Masih berada di udara, aku memutar tubuhku hingga bagian depan menghadap permukaan tanah.

Mengambil posisi meninju menggunakan tangan kanan, dengan siku yang ditarik kebelakang.

Pergelangan tangan kanan kemudian aku aliri dengan energi roh yang bergerak secara spiral.

Napas aku tarik dalam-dalam tepat sebelum melepaskan teknik pamungkas ku ini.

"Teknik Dasar Roh Tingkat Atas... Pusaran Angin Penyayat."

Tinju berlapiskan energi roh aku lepaskan, mengarah pada kawanan banteng hitam dibawah sana.

SWOOOOOSSHHHH!!!

Pusaran energi roh yang membentuk sebuah tornado cukup besar mulai turun menuju permukaan tanah.

Memporak-porandakan semua yang disentuhnya.

seperti rerumputan yang terpotong-potong menjadi beberapa bagian sangat kecil, permukaan tanah yang hancur terkoyak-koyak dan tentu saja sayatan yang tak terhitung jumlahnya membentuk luka pada kulit para banteng tersebut.

Debu-debu berterbangan menutupi pandangan dalam jangkauan radius kurang lebih 50 meter.

Tekanan balik dari teknik yang aku gunakan telah membuat diriku tetap melayang di udara sedikit lebih lama.

Dalam beberapa detik kemudian bersamaan dengan dampak dari teknik milik ku yang telah memudar, aku mendarat di permukaan tanah.

Awan debu masih lumayan pekat dalam menghalangi seluruh bidang pandangan mata.

Akan ku gunakan kesempatan emas ini untuk keluar dari tengah-tengah gerombolan kawanan banteng di sekelilingku.

Aku mulai berlari menjauh dari tempatku mendarat secepat mungkin.

Walaupun pandanganku terhalang, aku masih sanggup merasakan getaran energi roh para banteng ini.

Jadi bukanlah masalah bagiku untuk berlari tanpa bertabrakan dengan mereka.

Dalam waktu singkat aku telah keluar dari kumpulan awan debu sembari melompat di udara.

Diluar area luar jangkauan awan debu, masih ada berapa ekor banteng.

Akhirnya aku pun mendarat diatas tubuh seekor banteng terdekat.

Kemudian mulai melompat dari satu banteng keatas tubuh banteng lain hingga diriku benar-benar keluar dari kawanan banteng ini.

Tentu saja banteng yang aku injak melakukan pemberontak, namun aku tetap mampu mengatasinya.

Pada lompatan terakhir aku menambahkan ledakan energi roh di telapak kaki agar bisa menjauh menuju jarak yang aman.

DRAP!!!

Akhirnya aku bisa mendarat sejauh mungkin dan keluar dari kepungan kawanan yang sangat berbahaya itu.

Kemudian aku menoleh kembali pada gerombolan para banteng yang masih kalang kabut disana.

Kulihat permukaan kulit banteng yang masuk dalam jangkauan teknik ku, meninggalkan begitu banyak luka goresan dengan darah yang mengalir melalui luka itu.

Namun tak ada seekor banteng pun yang mati karena dampak kekuatan dari serangan ku.

"Huft... Bahkan serangan pada level itu masih belum sanggup untuk membunuh satu ekor pun dari kawanan banteng tersebut. Kartu truf milik ku hanya mampu memberi luka pada permukaan kulit mereka saja. Tak kusangka kulit para banteng itu bisa lebih keras daripada besi."

Ditengah gumaman ku, tiba-tiba saja Guru menyela untuk memulai pembicaraan denganku.

"Banteng Padang Batu memang bukanlah lawan yang mudah dihadapi apalagi dalam jumlah begitu banyak."

Aku sedikit tersentak ketika Guru tanpa peringatan sedikit pun, memulai pembicaraan dari dalam diriku.

Padahal aku kira dia tak akan berbicara untuk sementara waktu.

"Huh... Kukira Guru sedang beristirahat?"

"Aku memang sedang istirahat, namun bukan berarti aku tidak bisa mengamati keadaan diluar."

Telapak tangan kanan pun aku gerakkan menuju bagian belakang kepala dan menggaruk-garuknya sebagai reaksi atas kegundahan ku.

"Sayangnya yang dapat Guru lihat saat ini adalah muridmu yang tengah kewalahan dalam menghadapi masalah yang dimulainya."

"Perlukah aku memberimu teknik pengendalian energi roh lain? Tingkatannya tentu jauh lebih tinggi dari teknik yang aku berikan sebelumnya."

"Kupikir itu bisa sangat membantu ku..."

Tapi aku menghela napas karena ada pemikiran lain dalam kepalaku yang menentangnya.

"Namun ini adalah pelatihan ku. Aku tak boleh terlalu mengandalkan sesuatu yang bisa didapat dengan instan. Memperkokoh dasar dari kemampuan bertarunglah yang harus aku tekankan pada titik setinggi mungkin."

"Huh... Meskipun kamu bilang sedang kewalahan, tapi sepertinya kamu sudah mulai menikmati pelatihan ini."

"Mulai menikmati... Entahlah, aku hanya mencoba mendapatkan hasil semaksimal mungkin dengan bantuan sedikit mungkin. Mengulang kembali masa-masa pelatihan beladiri yang telah lama aku lalui."

"Lalu bagaimana kamu mengatasi para Banteng Padang Batu ini? Mereka mungkin berada pada tingkatan roh yang masih dapat kamu atasi, yaitu setara Praktisi Roh pada Tahap Dasar Roh Tingkat 6. Tapi mereka adalah binatang mistik, fisik mereka memiliki karakteristik yang lebih unggul dari Druid yang pernah kamu hadapi. Tidak seperti menghadapi Manusia maupun Druid yang mana pertahanannya mengandalkan tingkatan energi roh. Binatang Mistik mampu mengandalkan keunikan pada karakteristik tubuh mereka juga untuk menyerang dan bertahan."

Ucapan Guru membuatku berpikir begitu keras, hingga kening aku kerutkan sembari memegangi dagu dengan tangan disaat mencari solusi.

Aku teringat kembali cara bertarung Gita untuk meningkatkan kekuatan bertarungnya.

Yaitu menggunakan sebuah Senjata Suci untuk memperkuat energi roh serta jangkauan serangannya.

"Aku juga menguasai teknik berpedang dalam seni beladiri ku. Seandainya saja aku memiliki Senjata Suci seperti milik Gita. Uhm... Aku jadi teringat bahwa Kakek memiliki segudang Senjata Suci dibawah Dojonya, seharusnya aku pinjam dulu satu untuk latihan juga."

"Hmmm... Bukankah sebelumnya kamu ingin fokus melatih kemampuan dasar bertarungmu dahulu?"

"Teknik berpedang juga merupakan kemampuan beladiri ku. Jadi melatihnya lagi juga merupakan hal bagus. Meski penggunaan Senjata Suci justru hanya akan mempermudah latihan ku. Sayangnya aku tidak bisa mengambilnya saat ini. Aku jadi dalam kebuntuan sekarang... Huh... sialan."

Kepalaku tertunduk agak cepat bersamaan dengan desahan yang aku keluarkan, karena mengeluh terhadap situasi rumit yang mesti segera aku pecahkan.

"Baiklah, Sekarang biarkan aku memberi kamu sebuah petunjuk... Apa yang menyebabkan perbedaan pada kedalaman luka yang kamu berikan dari serangan pertamamu dengan Teknik Dasar Roh Tingkat Atas yang kamu pakai sebelumnya?"

"Itu sudah jelas karena perbedaan jumlah energi roh yang aku keluarkan. Jadi luka yang ditimbulkan jelas ber-... beda..."

Aku membuka lebar-lebar mataku saat mulai menyadari maksud petunjuk dari Guru.

Jari aku jentikkan dikala sudah mendapatkan poin utama dari maksud Guru dan telah tergambar jelas dalam kepalaku.

"Serangan berulang pada titik yang sama dalam waktu singkat. Ah... Jadi begitu... Jumlah energi roh yang digunakan bukanlah satu-satunya faktor."

"Baguslah jika kamu cepat memahaminya."

"Aku jadi terpikirkan sesuatu yang menarik."

Kemudian aku mengambil posisi kedua tangan tengah memegang sebilah pedang meski tanpa sebuah pedang ditangan.

Dalam posisi kuda-kuda siap bertarung yang digunakan pada kendo, aku memejamkan mata untuk berkonsentrasi.

Energi roh lalu muncul dari area genggaman tangan dan mulai memanjang hingga membentuk seperti sebuah pedang berwarna biru sepanjang 2 meter.

"Ah... Tak ku sangka kamu justru menciptakan teknik roh milikmu sendiri."

Kedua mataku yang terpejam, akhirnya mulai aku buka secara perlahan.

"Meski tidak memiliki pedang bukan berarti tidak bisa menggunakan teknik berpedang. Lagipula aku masih memiliki aset yang sangat hebat, yaitu energi roh ku."

"Lalu apa yang membuat dirimu berpikir bahwa teknik ciptaanmu mampu menembus kulit Banteng Padang Batu?"

"Serangan bertubi-tubi pada titik yang sama dalam waktu singkat. Itu mengingatkanku pada mekanisme gergaji mesin. Jadi bagian sisi dari pedang energi rohku ini tidak hanya aku bentuk setajam mungkin, tapi juga memiliki gerigi sangat kecil pada sepanjang tepiannya. Dan merotasikan energi roh berbentuk gerigi dengan kecepatan tinggi seperti gergaji mesin."

Pada saat yang bersamaan, seekor Banteng Padang Batu mulai datang menghampiriku sembari menerjang dengan tanduk yang terhunus kedepan.

Ini saat yang tepat untuk menguji teori ku ini.

Dalam hitungan detik banteng itu sudah hampir menggapai ku.

Tebasan secara vertikal aku buat kearah depan tepat melalui bagian tengah banteng tersebut dengan secepat kilat.

SLAAASSSSSHHHHH!!!

Banteng itupun terbelah menjadi dua bagian, potongan tubuhnya melintasi diriku melalui sisi kanan dan kiri tanpa menyentuh ku sama sekali.

Bahkan area tanah dibelakang banteng itu terlihat terpotong sejauh beberapa meter dengan begitu rapi tanpa meninggalkan retakan.

BRUUUGHH!!! SRAAAAKKK!!!

Tubuhnya terhempas dan jatuh kebelakang ku sejauh 8 meter.

Setelahnya aku mengambil posisi tegap dengan pedang energi roh yang masih aktif.

Lalu menoleh pada mayat banteng di belakangku ditemani senyuman dingin.

"Terimakasih telah sukarela datang untuk menjadi kelinci percobaanku, jadi sekarang giliran kawananmu yang akan mencicipinya."

avataravatar
Next chapter