31 Bab 30 - Mata Dewa Roh - Bagian 2

Begitu indah... Itulah kata-kata yang sedikit bisa menggambarkan apa yang dapat aku lihat melalui Mata Dewa Roh ini.

Warna-warni beragam energi roh yang terus mengalir, telah mengisi dan menghias berbagai penjuru.

Layaknya paduan warna dari hasil coretan dari kuas seorang pelukis namun terlihat begitu hidup.

Bahkan bangkai binatang mistik yang tergeletak dihadapan ku, dapat menampilkan keindahannya sendiri melalui jalur meridian yang tersusun dengan sempurna.

Menggapai tiap sudut tubuhnya, yang mana susunan jalur itu berpusat pada cahaya biru kecil nan terang yang tak lain merupakan Kristal Inti Roh.

"Menakjubkan... Hanya karena sebuah mata, Dunia serta seisinya dapat terlihat begitu berwarna. Tersusun dengan sempurna dan sistematis namun disaat yang sama begitu indah. Kurasa memang tidak akan ada satupun yang mampu melampaui mahakarya yang diciptakan oleh Tuhan."

"Yang kamu lihat saat ini belum lah seberapa. Masih ada beragam dunia yang belum pernah kamu lihat. Bahkan mungkin masih ada dimensi lain yang belum pernah diketahui sama sekali oleh Manusia maupun Druid."

"Yah... Siapa yang tahu. Kita lihat saja apakah mata ini dapat membimbingku untuk menemukannya."

Ditengah perasaan kagum ini, aku akhirnya mulai menyadari sesuatu.

Yang mungkin saja kelebihan Mata Dewa Roh bisa sekaligus menjadi kekurangannya.

"Huh... ngomong-ngomong jika terlalu banyak warna pada bidang pandanganku, dapat mengganggu fokus ku dalam bertarung."

Namun Guru justru tersenyum ketika aku mengungkapkan kerugian dari mata ini.

"Memang benar jika ada beragam warna berbeda dari energi roh yang kamu lihat justru dapat mengganggu fokus."

Setelah mendapat konfirmasi seperti itu, membuat diriku menepuk jidat.

"Sudah kuduga, ternyata kemampuan yang luar biasa ini juga merupakan pisau bermata dua."

"Tapi mata itu adalah bagian dari dirimu, tentu saja kamu masih bisa dengan bebas mengaturnya sesuai keinginan mu."

Rasa penasaran jadi mulai muncul dalam benak ini, sehingga alis ku sedikit terangkat keatas.

"Memang semudah itu kah? bahkan Guru tidak memilikinya, jadi bagaimana Guru bisa tahu?"

Guru mulai memalingkan wajahnya ke langit sembari menempatkan kedua telapak tangannya pada pinggang.

Dia sepertinya sedang menerawang kembali sesuatu yang terkubur dalam ingatannya.

"Karena bukan hanya dirimu saja yang memiliki Mata Dewa Roh. Leluhur mu yang merupakan seorang Kaisar Roh juga memilikinya. Dan diriku, Hara Narayana merupakan ksatria yang selalu setia mengabdi disampingnya."

"Sebelumnya memang Guru telah memberitahu ku, bahwa Guru merupakan roh yang hidup menemani keluargaku dari generasi ke generasi. Tapi tak kusangka sudah selama itu. Sungguh kesetiaan yang luar biasa. Kurasa itu juga yang membuat Guru memiliki pengetahuan begitu luas setelah hidup begitu lama."

Kemudian Guru pun mengalihkan pandangannya pada diriku kembali.

"Begitulah jalan yang telah aku pilih dan tak ada satupun yang aku sesalkan, hanya saja... Lupakan itu... Kamu tahu? Jika saja aku masih memiliki tubuh, dengan semua pengetahuan ini. Kamu akan melihat sesosok Praktisi Roh terhebat pada era ini."

"Yah, siapa yang tahu. Hmmm... Lalu bagaimana caranya untuk diriku agar dapat mengendalikan Mata Dewa Roh?"

"Sama seperti ketika mengendalikan mata normal kita sesuai keinginan. Misalnya saat ingin fokus melihat benda jarak dekat maupun jauh. Cukup dengan perintah dari otak saja maka pupil akan secara otomatis mengatur jumlah cahaya masuk dan memilah cahaya mana yang akan diutamakan jatuh pada retina."

Dengan petunjuk Guru barusan telah membuat aku menyadari sesuatu hingga secara refleks diri ku mengadu tepian bawah kepalan tangan kanan dengan permukaan telapak tangan kiri ku.

"Ah... Aku mulai paham dengan maksud Guru. Jadi cukup dengan keinginan untuk fokus dalam melihat salah satu warna energi roh saja, maka secara otomatis warna energi roh lain akan diabaikan oleh mata ini."

"Benar, tidak sulit bukan? Meskipun kamu memiliki anggota tubuh unik yang berbeda dari orang lain tapi itu juga masih merupakan anggota tubuhmu. Jadi tidak akan ada masalah dengan cara penggunaannya."

Tanpa basa-basi lagi, aku segera mempraktekkan metode itu.

Sekarang dalam penglihatan ku, energi roh alam ada beragam warna.

Itu karena disebabkan dari awal energi roh pada unsur alam sudah ditentukan elemennya.

Dimulai dengan kabut dan zat yang diserap pepohonan sekitar ini yang berunsur air maka memiliki warna biru.

Lalu pada permukaan tanah dan bebatuan memiliki warna coklat, udara dengan warna hijau muda, sementara energi roh dari cahaya memiliki warna putih.

Untuk unsur energi roh lain, aku masih ingat dengan jelas warna energi roh yang kulihat saat kebangkitan roh ku pertamakali.

Elemen petir memiliki warna ungu terang, itu yang aku lihat pada aliran listrik yang mengalir melalui kabel-kabel yang terhubung pada tiang listrik.

Lalu elemen api memiliki warna merah, karena dari dalam salah satu rumah penduduk aku melihat secuil warna merah dari kejauhan yang mungkin saja bersumber dari kompor.

Dan untuk elemen kegelapan sudah pasti berwarna hitam, pada malam itu aku melihat banyak sekali energi roh berwarna hitam yang menyelimuti seluruh penjuru dalam gelapnya malam.

Sementara energi roh dari semua mahluk hidup disekitar termasuk Guru dan diriku memiliki warna biru muda.

Setelah memilah jenis warna dari energi roh, aku mulai memfokuskan penglihatan pada energi roh yang berasal dari mahluk hidup.

Dan benar saja, warna energi roh lain mulai terlihat samar dan yang terlihat jelas hanyalah energi roh dari mahluk hidup yang tersebar pada alam sekitar.

"Huft... Sepertinya aku sudah bisa menguasainya dengan cukup mudah. Memang mau seperti apapun Mata Dewa Roh ini, tapi itu masih merupakan bagian dari diriku."

"Jika sudah memahaminya, sekarang mari ambil Kristal Inti Roh pada macan kabut itu dan melanjutkan perjalanan."

Segera aku membuka lebar telapak tangan kanan ku namun dengan jari yang rapat saling berdempetan.

Lalu seluruh telapak tangan kanan aku lapisi dengan energi roh.

Pada lapisan bagian tepi telapak tangan, energi roh aku bentuk makin setipis mungkin hingga menjadi tajam.

Ketika sudah siap, dengan segera aku memotong-motong bagian tubuh mayat macan itu yang menutupi Kristal Inti Roh dengan hati-hati.

Memotong tubuh macan ini terasa begitu mudah seperti memotong kue, membuatku semakin sadar jika energi roh juga merupakan senjata yang sangat mengerikan.

Memakan waktu beberapa menit, tapi akhirnya aku dapat mengambil Kristal tersebut dan aku masukkan dalam saku.

Disaat yang sama aku melihat 3 energi roh dari jauh yang mulai mendekat perlahan dari balik kabut, wujudnya terlihat sama dengan mayat Macan Tutul Kabut ini.

"Sepertinya ada 3 Macan Tutul Kabut lain yang bergerak kemari. Mungkin saja mereka telah mencium bau darah dari mayat macan ini."

"Kurasa kita sekarang berada di wilayah mereka. Berhati-hati lah dalam menghadapi mereka, ada alasan kenapa mereka dinamai Macan Tutul Kabut."

"Dengan kekuatan dari Mata Dewa Roh, menghadapi mereka bukanlah hal yang sulit."

"Tidak, janganlah kamu sampai terlalu bergantung pada mata itu. Selain karena Mata Dewa Roh dapat membebani tubuhmu, ketika sementara waktu kamu sudah tidak sanggup memakainya maka kamu akan jadi kewalahan dalam menghadapi lawan."

"Tapi mata ini juga merupakan bagian dariku, jadi tidak ada salahnya jika melatihnya."

"Latihlah kekuatan dasar mu, ketika kekuatan dasarmu sudah menjadi kuat dan mampu mengalahkan setiap lawan mu dengannya. Maka ketika kamu menggunakan kelebihan milik mu, sudah tak terbayang seberapa besar kekuatan mu nantinya. Lagipula mungkin suatu saat akan muncul lawan yang tak akan bisa kamu tangani, jadi kamu harus selalu menyimpan kartu truf dalam saku mu dengan baik."

Aku hela napas ini setelah memahami kebenaran nasihat Guru.

Sepertinya aku harus bisa lebih bijak lagi dalam menggunakan kekuatan yang berada dalam diriku.

Dengan segera aku menghentikan penggunaan Mata Dewa Roh, perlahan mata kananku beralih menjadi normal kembali.

"Huh... padahal itu merupakan konsep yang selalu aku cantumkan dalam kepala sejak dulu, sungguh memalukan bahwa aku bisa tidak menyadarinya. Dalam beladiri yang terpenting juga adalah kekuatan dasar. Makin kuat pondasi maka akan makin kuat juga yang akan dibangun. Akan ku hadapi mereka dengan kombinasi beladiri dan energi roh dahulu."

"Gunakanlah panca panca indera mu. Jika kamu tak dapat melihat mereka karena pandangan matamu terhalang. Kamu masih bisa menggunakan pendengaran untuk mengetahui lokasi lawan atau pun merasakan tekanan dari energi roh yang mendekat."

Dengan posisi kuda-kuda aku bersiap menghadapi serangan yang akan menerjang.

Aku menenangkan pikiran, lalu aku mencoba mendengarkan suara-suara pada lingkungan sekitar.

Diantara berapa macam suara, aku dapat mendengar beberapa sumber suara dari dedaunan yang terinjak-injak makin mendekat dengan perlahan.

Lalu aku mencoba merasakan tekanan energi roh dari sumber suara itu dan ternyata memang memiliki aura yang identik.

Sekarang aku sudah mengetahui lokasi mereka berada, yaitu 2 ekor datang dari arah depan dan 1 ekor dari arah samping kiri.

Tak lama mereka sudah mulai berlari karena irama langkah kaki yang aku dengar telah mendekat dengan sangat cepat.

Satu ekor dari sisi depan sudah muncul dari balik ketebalan kabut.

Aku langsung melesat dan menerjang macan itu secepat mungkin diiringi kepalan tangan berlapis energi roh.

Ketika tinjuku hampir meraih macan itu, tiba-tiba saja aku merasakan tekanan energi roh dari samping kiri sudah begitu dekat.

Benar saja macan yang lain telah menerjang dengan lompatan, cakarnya juga sudah hampir menggapai ku.

Dengan refleks cepat aku memblok serangan itu dengan pergelangan tangan kiri dan melapisinya dengan energi roh setebal mungkin.

Tangan kananku beralih dari gerakan meninju menjadi cengkraman untuk menahan kepala macan yang berada disisi depan.

Dan lengan kiri ku menahan gigitan dari macan lain yang telah menerjang dari samping.

Erangan mereka terdengar begitu jelas dalam telingaku karena jarak yang sedekat ini.

"Cih... Macan sialan, bisa-bisanya mereka bekerjasama seperti ini. mengatasi mereka akan jadi cukup sulit, tapi jangan kira kalian dapat menembus pertahanan energi rohku dengan mudah."

Dalam hitungan detik, aku segera membuat ledakan energi roh dari pergelangan lengan kiri yang sedang menahan gigitan.

BUUUMMMM!!!... kami bertiga terpental beberapa meter dengan arah yang saling berlawanan karena ledakan cukup kuat yang mana juga telah menghancurkan tanah sekitar dan membentuk kawah dengan diameter kurang lebih 3 meter.

Ledakan itu juga menyingkirkan kabut dalam radius hampir 10 meter dari pusat ledakan.

Lalu aku terjatuh dan terkapar dengan punggung yang menjadi alas sekaligus rem saat bergesekan dengan permukaan tanah.

"Ugh... Meski lapisan pertahanan energi roh milikku cukup kuat, ini masih terasa sangat menyakitkan jika terkena dampak serangan ku sendiri."

Segera dengan sigap aku berdiri dan sebisa mungkin mengabaikan semua rasa sakit.

Disisi lain aku telah melihat macan yang menggigit ku tadi, rahangnya telah hancur dan tubuhnya tak sanggup berdiri lagi.

Yang satunya juga terlihat terluka namun masih dapat mencoba berdiri meski agak kepayahan.

Ditengah waktu jeda ini, tiba-tiba saja aku telah melihat macan yang ketiga sudah melompat dan hampir menggapai ku dari depan.

Dengan cepat aku melakukan gerakan blok dengan pergelangan lengan kanan dilapisi energi roh.

Namun ketika tubuh macan itu menyentuh lengan kananku, aku tak merasakan apapun yang menyentuh pergelangan tangan yang menjadi perisai.

Justru tubuh macan itu berubah menjadi kabut dan memudar seperti asap, hal ini jelas sangat mengejutkan diriku.

Ternyata tubuh aslinya menyerang dari samping kanan dan mengayunkan cakarnya pada bagian samping tubuhku.

Aku memang sudah melapisi seluruh tubuh dengan energi roh namun tidak setebal pada pergelangan tangan.

Jadinya aku terpental sekitar 5 meter dengan luka goresan terlihat dari pakaian ku yang robek dikarenakan cakaran macan itu.

Tapi aku masih dapat berdiri dan tidak jatuh di tanah untuk kali ini.

"Jadi ini alasan kenapa mereka diberi nama Macan Tutul Kabut, ilusi yang mereka buat dengan memanfaatkan kabut sungguh merepotkan. Namun teknik itu tidak akan berguna jika tidak ada kabut lagi disekitar."

Aku langsung mengambil posisi kuda-kuda serta tangan kanan dalam posisi siap meluncurkan tinju yang mana posisi siku aku tarik kebelakang.

Kemudian aku membuat pusaran energi roh pada pergelangan tangan kanan.

Dalam hitungan detik aku mulai menyebutkan nama teknik yang sebelumnya pernah aku gunakan untuk mengalahkan sesosok Druid pada Tahap Dasar Roh Tingkat 6.

"Teknik Dasar Roh Tingkat Atas... Pusaran Angin Penyayat."

Tinju aku luncurkan pada arah macan yang telah mencakar tubuhku tadi, lalu amukan badai energi roh pun menerjang secara horizontal kearahnya.

Macan itu melompat kesamping untuk menghindarinya, namun sudah terlambat.

Meski binatang mistik itu hanya terserempet, namun dapat memberikan luka yang lumayan.

Sementara pepohonan dan permukaan tanah yang dilalui seranganku telah hancur terkoyak-koyak sejauh berapa puluh meter.

Kabut juga telah tersingkir dalam area cukup luas dari sekitar radius seranganku sehingga macan itu tak dapat bersembunyi dalam balik kabut.

Melihat macan itu kesulitan dalam bergerak dan bersembunyi, aku langsung bersiap meluncurkan serangan selanjutnya.

Aku melapisi kedua kaki ku dengan energi roh ku, lalu membuat ledakan kecil energi roh yang dapat membuat diriku melesat dengan sangat cepat dalam sekejap mata.

Melihatku mendekat, macan itu mengambil posisi bertahan dengan posisi tubuh bagian depan direndahkan sampai dekat dengan permukaan tanah.

Namun aku melakukan gerakan zig-zag hingga membuat macan tersebut kebingungan menebak arah serangan ku.

Saat aku sudah hampir mencapainya, justru aku melompat ke udara tepat diatas macan itu.

Dengan posisi kaki diatas dan kepala dibawah sementara lutut menekuk seperti dalam posisi siap melompat.

Dalam sepersekian detik aku melapisi telapak kakiku lagi dengan energi roh dan meledakkannya lagi, aku melesat dengan cepat kebawah seperti menggunakan udara sebagai pijakan.

Bersamaan itu pula aku mengayunkan tinju berlapis energi roh dengan tangan kanan.

BLEDAAARRR!!! Tinjuku menggapai punggung macan tersebut dan menyebabkan ledakan dari dampak serangan ku yang cukup kuat hingga area sekitar tertutupi debu yang berterbangan seperti asap dalam ruang lingkup cukup luas.

Macan pertama yang sebelumnya menyerang bersama-sama dengan macan kedua yang sekarang nampaknya sudah mati, yang mana sempat terluka karena serangan pertamaku juga.

Masih dapat bergerak, namun dia terlihat cukup ketakutan dengan serangan yang aku buat barusan.

Segera berpaling dariku dan mencoba melarikan diri ketika debu tebal masih berterbangan.

SLASH!!!... Namun aku sudah berdiri disisi macan tersebut pada saat itu juga dalam sekejap mata.

Posisi tangan kananku yang aku lapisi energi roh seperti saat aku memotong mayat Macan Tutul Kabut sebelumnya, tengah menghunus kearah depan sementara lutut kananku menekuk ke depan dan kaki kiri mundur kebelakang.

Pada saat yang sama, tubuh macan yang baru saja aku lewati langsung terbelah menjadi dua bagian dan ambruk ke tanah.

Setelahnya aku segera mengambil posisi berdiri tegak dan melakukan gerakan mengibas satu kali kebawah dengan tangan kanan untuk membersihkan sisa percikan darah yang menempel.

Lalu aku tatap dengan dingin kearah macan Tutul Kabut yang telah aku kalahkan barusan.

"Maaf jika sepertinya aku sedikit kejam, tapi aku tak punya pilihan lain."

Selanjutnya aku mengambil Kristal Inti Roh dari semua mayat macan tadi dan melanjutkan pencarian checkpoint dalam Dimensi Kecil ini.

Melesat dengan sangat cepat ditengah keheningan hutan dan memasuki kembali lebatnya hutan serta menyusuri kelamnya kabut.

avataravatar
Next chapter