27 Bab 26 - Berdebat Dengan Kakek

Sungguh suasana yang penuh dengan tekanan batin untuk diriku serta Gita.

Kami berdua tengah bersimpuh berdampingan didalam ruang keluarga, kepala kami tertunduk dengan wajah terukir penuh penyesalan.

Lalu tepat dihadapan kami, Kakek tengah mondar-mandir dengan ekspresi cukup kesal dan sesekali menggerutu meski terdengar samar.

Selang beberapa saat, Kakek berhenti mondar-mandir lalu menatap aku dan Gita sembari menggelengkan kepalanya.

Kedua tangan miliknya ia lipat kan di dada saat menghadap kami, Kakek sepertinya akan mengeluarkan ceramahnya untuk kami.

"Huh... Aku sungguh bingung harus menasehati seperti apa pada kalian. Kalian sudah bukan anak-anak lagi, jadi kebebasan dalam mengambil keputusan untuk jalan hidup sudah merupakan hak milik kalian."

Salah satu telapak kaki milik Kakek mulai ia hentakan berulang-ulang menemani ceramahnya yang penuh dengan nada tinggi.

"Tapi perbuatan kalian berdua sudah melampaui batas. Pelanggaran norma yang kalian lakukan ini bisa mencoreng nama baik keluarga kalian! Apa kalian berdua sebelumnya TIDAK PERNAH MEMIKIRKAN HAL ITU SAMA SEKALI???!!!!!"

"Ka-Kami minta maaf."

Dengan serentak kami menjawab Kakek dengan penuh perasaan tertekan.

Mendengar jawaban kami, kakek menghela napas namun wajahnya masih nampak begitu kesal.

"Dan untuk Gita, harusnya kamu bisa berpikir lebih matang lagi karena kamu membawa nama baik keluarga Sanjaya. Aku sungguh tak enak hati pada tuan Laksmana Sanjaya jika sampai tahu bahwa putrinya melakukan hal tak senonoh dengan seorang pria meski belum menikah sama sekali."

"..."

Gita hanya bisa terdiam membisu, dia sudah tidak tahu lagi bagaimana membalas ataupun menyanggah ucapan Kakek.

"Lalu untuk cucu ku, Arya. Kakek sungguh kecewa padamu. Bahkan belum ada satu minggu tapi kamu sudah berani bermain dengan sesuatu yang tak seharusnya pada tamu kita. Aku sungguh ingin mengahajar mu saat ini. Sebelumnya aku percaya kamu orang yang mampu mengontrol diri meski akan ada seorang gadis cantik yang tinggal satu atap denganmu sekalipun, tapi ternyata kamu mudah dikalahkan oleh nafsumu itu dan mengabaikan masa depan dirimu juga masa depan orang lain."

Lengan kanan ku sedikit aku angkat keatas secara refleks ketika mencoba memberi sanggahan pada Kakek.

"B-begini kek, aku bisa menjelaskan permasalahan ini. Semuanya tidak seperti yang Kakek kira..."

"DIAAAAMMM!!! MASIH MAU BERKELIT HAH? Untung saja Dhita mempergoki perbuatan mesum kalian berdua. Jika tidak, mungkin kalian akan terus melakukannya lebih jauh dibelakang ku."

"Aku serius Kakek, ini tidak seperti yang kau bayangkan."

PLETAK!!!... Kakek menjitak kepalaku dengan cukup keras.

"Aduh... dengarkan aku dulu kek. Jangan main pukul saja."

"Tak ada yang perlu dijelaskan, sudah jelas tidak akan ada alasan bagus dibalik perbuatan mesum kalian. Aku akan pikirkan hukuman untuk mu nanti, tapi untuk sekarang kamu pergilah ke apotek atau minimarket terdekat sana!"

Dia mengakhiri kalimat itu dengan menunjuk arah pintu keluar ruangan ini dengan jari telunjuknya.

Aku menampilkan wajah kebingungan karena perintah Kakek yang tidak jelas ini.

"Hah? untuk apa Kakek menyuruhku pergi ke sana? Apa hubungannya dengan semua ini? Kakek membuat aku sangat bingung."

"Mau apalagi jika tidak terkait perbuatan bodoh mu. Pergi dan beli "Test Pack" untuk mengecek kehamilan Gita."

Aku dan Gita sama-sama terperanjat mendengar apa perintah dari Kakek ini.

Wajah kami berdua pun jadi begitu merah padam karena mendengar kesalahpahaman yang begitu memalukan itu.

Gita mulai gelagapan dan salah tingkah, dia terlihat ingin mengucapkan sesuatu namun tampak sedikit kesulitan

"A-aku... T-test kehamilan? fuaaah..."

Setelahnya kepalanya agak miring kesamping dengan wajah yang terlihat blank, pikirannya seolah melayang kemana-mana.

Sementara aku berusaha keras menyanggah pernyataan edan milik Kakek sembari menggebrak lantai dengan kepalan tangan kanan ku.

BRAAAAAK... "APA KAKEK SUDAH GILA???!!!! untuk apa pakai tes kehamilan segala. Lihatlah Gita jadi begitu syok karena pernyataan ngawur Kakek."

"Sudah jelas tes untuk berjaga-jaga jika Gita sudah terlanjur... Ugh... Ya karena pasti kalian sudah yang begituan bukan? Sebelum semuanya jadi terlambat, tak ada salahnya untuk mencari tahu hasilnya."

"Sudah jelas kami tidak butuh. Didalam pikiran Kakek, memang apa yang sudah kami lakukan? Jangan langsung ambil keputusan seenaknya."

"Memangnya apalagi yang kalian lakukan didalam kamar mandi berdua, saling bermesraan ketika Gita tanpa pakaian. Sudah pasti yang begituan, aku jadi ragu alasan yang diberikan Gita saat kalian berdua tidur sekamar kemarin. Dia bilang mengantuk saat kembali dari toilet dan salah masuk ke kamarmu. Mungkin kah itu cuma dalih? Awalnya aku percaya karena aku tidak menemukan bekas ataupun sisa pengaman di kamar mu. Tapi pada kenyataan kalian sebenarnya sudah menjalin hubungan seperti itu. Bodohnya aku bisa percaya jika laki-laki dan perempuan sudah tidur sekamar tapi tak terjadi apapun."

Aku mengerutkan kening ku, bahkan urat sampai muncul di kening karena prasangka Kakek sudah makin keterlaluan.

"Jangan konyol, bahkan jika yang Kakek katakan benar. Mana mungkin tidak ada bekasnya. Berpikir lah yang logis, Kek!!! Lagipula Gita belum pernah berhubungan dengan siapa pun sebelumnya jadi dia itu masih pe-perawan... Yah pokoknya pasti bakal ada bekasnya jika kami memang melakukan itu. Bagaimana kalimat itu bisa keluar dari orang yang sudah lama menikah?"

"Huh... keras kepala sekali, mungkin saja kamu sudah mengambilnya ketika di kamar mandi pada malam itu, seperti kejadian tadi. Jadi cepat beli benda itu dulu sana. Lalu setelah kalian selesai melakukan tesnya, kita bahas persiapan pernikahan kalian. Aku tak ingin ada gosip buruk yang menyebar, terutama bagi Gita jika nanti mengandung tanpa ada suami."

Gita yang sudah mulai sadar ketika pikirannya sudah kembali, beralih menjadi syok lagi karena ucapan Kakek.

"M-menikah?..."

BRUGH... Gita jatuh tergeletak di lantai dengan pikiran yang melayang entah kemana lagi, dia sudah kehabisan daya untuk menerima semua prasangka Kakek.

BRUGH... Ada lagi suara sesuatu terjatuh di lantai yang ikut menyusul, itu membuat ku tanpa sadar langsung menoleh pada sumbernya tepat di pintu masuk.

Ternyata Dhita telah menjatuhkan lututnya di lantai dengan ekspresi terperanjat kaget, sepertinya barusan ia datang dan ikut mendengarkan ucapan Kakek barusan.

Dengan wajah kecewanya, Dhita tampak begitu lunglai dan tubuhnya segera tertunduk ke bawah.

Dhita nampak kehilangan tenaga hingga tubuhnya mulai jatuh, namun dia menggunakan kedua tangannya untuk menopang badannya agar tidak jatuh ke lantai.

Dia mulai bergumam sendiri tapi aku masih dapat mendengarnya.

"M-me-menikah? uwaaaaa... Yang benar saja?"

Melihat reaksi Gita dan Dhita membuatku mencengkeram erat-erat rambut ku dengan kedua tanganku sembari mendongak ke arah langit-langit.

"UWAAAAAAAAA... Ya Tuhan, tolonglah beri diriku kekuatan untuk menjelaskan pada Kakek ku yang bebal ini."

"Jangan mengeluh lagi, kau harus bisa bersikap dewasa dan bertanggungjawab atas perbuatan mu sendiri!"

"Tentu saja aku akan bertanggungjawab jika memang aku berbuat salah, tapi kami sungguh tidak melakukannya Kek."

"Keras kepala sekali dirimu... Huft... Sepertinya aku sudah mengambil keputusan yang salah dengan membiarkan kalian tinggal bersama. Mungkin aku cari kan saja sebuah kos di sekitar sini untuk Gita."

Tatapan mataku terbuka lebar sementara kedua telapak tangan aku kepal kan dengan kuat, dikala mendengar keputusan yang baru saja Kakek ambil.

Dengan sigap aku berdiri dari posisi bersimpuh, lalu aku memandang wajah Kakek dengan serius hingga kedua tatapan mata kami bertemu.

"Kakek jangan coba-coba untuk yang satu ini!"

"Huh... Kau punya hak apa untuk menentukan keputusan di rumah ini?"

"Memang aku tak punya hak seperti Kakek yang menjadi kepala keluarga disini. Namun aku punya hak untuk menentukan apa yang aku lakukan. Jika Kakek ingin memindahkan Gita maka aku akan ikut bersamanya."

"Hoo... Dan kenapa kamu bersikeras begini sampai rela meninggalkan rumah demi seorang gadis?"

Warna kemerahan kembali muncul pada pipi ku, rasa sedikit enggan dan malu muncul ketika aku ingin membalas pertanyaan Kakek.

"K-karena... aku dan G-Gita itu sekarang adalah se-... SEPASANG KEKASIIIIIIIIIH!!!!! Kakek sudah puas sekarang? bagaimana pun juga aku tidak ingin berpisah dengannya. Jarak kami yang sudah begitu dekat sekarang, harus dijauhkan... aku sungguh tidak bisa menerimanya."

"Maka kalian berdua menikahlah seperti ucapan ku. Setelahnya aku tidak akan keberatan kalian berdua melakukan apapun di rumah ini. Ini semua demi nama baik keluarga kita dan juga keluarga Gita."

Gita yang ikut mendengar ini saat pikirannya telah kembali, perlahan ikut berdiri meski nampak malu-malu kucing.

Dia memainkan kedua jari telunjuknya tanpa sadar ketika mengekspresikan perasaan malu dirinya.

"Mbah Eka... Bu-bukankah hal ini harus kita pikirkan lebih matang dahulu. A-aku tidak keberatan tapi pembahasan lebih mendalam antar keluarga kita menurut-"

Belum selesai Gita berbicara, aku sudah meraih pundak Gita dan menariknya kearah ku.

Gita pun jatuh dalam dekapan ku, kemudian blush kemerahan muncul dan terlihat jelas pada wajahnya.

"Eeeh? A-Arya? T-tunggu dulu..."

"Baiklah Kakek aku akan menikahinya, ini lebih baik daripada kami harus berpisah. Aku bersungguh-sungguh akan perasaan ku pada Gita, jadi akan aku lakukan apapun untuk mempertahankan dirinya tetap berada di sisi ku. Sekarang Kakek tak akan protes dengan apa yang kami lakukan selanjutnya bukan?"

Dengan mata Gita yang terbuka lebar serta wajah yang jadi lebih merah dari sebelumnya, perlahan dia menyandarkan kepalanya pada pundak ku.

Melihat keseriusan ku serta reaksi Gita, Kakek hanya menghela napas dalam-dalam.

"Jika itu sudah keputusan kalian maka aku akan mendukungnya. Aku juga tak tega harus memisahkan pasangan yang sedang kasmaran."

"Ah... Aku sungguh suka dengan semangat kalian, tapi biarkan aku untuk ikut meluruskan permasalahan ini."

Sontak kami bertiga terkejut karena tiba-tiba suara Guru yang berbicara tiba-tiba masuk kedalam kepala kami.

Sementara Kakek yang awalnya begitu terkejut, matanya sekarang justru mulai berkaca-kaca.

"G-Guru... Sudah lama aku tidak mendengar suara anda."

Disisi lain Gita justru begitu kebingungan karena tiba-tiba ada suara asing masuk di kepalanya.

"Suara siapa ini? Arya apa kamu tahu asalnya darimana?"

"Ya tentu saja Gita aku tahu, sebenarnya suara ini dari-"

Belum selesai bicara, ucapan ku sudah dipotong oleh Guru.

"Biar aku jelaskan mbak Gita, aku sebenarnya adalah jiwa penjaga yang mengawasi keluarga ini sejak era leluhur pertama keluarga Arya dan Eka. Seharusnya aku tinggal dalam senjata suci warisan keluarga ini, namun karena beberapa hal aku sekarang tinggal dalam diri Arya karena suatu alasan. Selain itu aku telah menjadi Guru bagi para penerus keluarga ini sejak dulu."

"M-maaf, aku tak tahu harus bicara apalagi. Kejadian ini terlalu tiba-tiba bagi ku. Lalu bagaimana anda berbicara dengan kami, tuan?"

Gita nampak begitu kesulitan mencerna semua fakta ini tapi dia tetap berusaha memahaminya.

"Aku dapat berbicara dengan kalian melalui telepati. Mbak Gita, kamu bisa memanggilku cukup dengan tuan Hara saja. Dan untuk Eka, sekarang dengarkan aku. Biar aku luruskan semua ini."

"Baiklah jika Guru sudah berbicara seperti itu."

Guru menjelaskan semuanya pada Kakek kenapa bisa ada kejadian itu, sementara Kakek mendengar semuanya dengan seksama.

Meski memakan waktu, akhirnya perbincangan Kakek dan Guru akhirnya selesai juga.

Kakek menggaruk-garuk kepalanya setelah memahami kesalahpahamannya.

"Tak kusangka kejadian sebenarnya seperti itu, aku sudah tidak bisa menyalahkan kalian lagi. Aku mengaku salah pada kalian berdua, maafkan aku."

"Kan dari awal sudah aku bilang kejadian ini tidak seperti yang Kakek kira."

"Ini bukan berarti kamu tidak sepenuhnya salah, meski kejadian itu karena tidak sengaja. Bisa-bisanya kamu lanjut bermesraan dalam kondisi seperti itu. Mungkin saja nantinya kalian jadi kebablasan."

"Ah ha ha ha... Yang satu ini aku tak bisa menyangkalnya lagi."

"Lalu ucapanmu mengenai Gita bagi dirimu itu sungguh serius bukan?"

"Tentu saja aku serius soal itu, Kek."

Kakek menepuk pundak ku dengan tangan kanannya dan menatapku dengan aura yang lembut.

"Hingga waktunya kalian memutuskan untuk menjalin hubungan keluarga, terus jaga dia hingga saat itu. Aku tak ingin sampai nanti merasa bersalah pada tuan Laksmana Sanjaya jika sampai putrinya terluka."

"Tenang saja, Kakek juga sudah tahu jika aku selalu memegang kata-kata ku ini, bukan?"

"Baiklah aku percayakan padamu, aku mau istirahat dulu. Sekarang uruslah Gita dengan baik."

Kakek berbalik dan melangkah pergi meninggalkan kami.

Kakek juga sekalian membawa Dhita pergi dari ruangan ini, dia memberi waktu berduaan untuk kami.

Namun itu meninggalkan suasana canggung bagiku, Gita dan Guru yang tak bisa ikut pergi.

Dalam keheningan sejenak ini, akhirnya Gita memulai pembicaraan kami.

Namun wajahnya terlihat begitu merah karena rasa malu yang muncul.

Setelahnya dia menunduk dan menjatuhkan wajahnya pada dada ku.

"Aku tak percaya ini, jadi selama ini bahwa semua hal yang kita lakukan bersama sudah dilihat tuan Hara. Aku sungguh malu jika mengingatnya."

"Ah maafkan aku soal itu mbak Gita, lain kali aku tidak akan melihat keluar dikala hal yang kalian lakukan cukup privasi. Jadi untuk sekarang aku akan kembali ke dalam inti roh milik Arya dulu dan tak akan mengintip. Jadi nikmati waktu kalian berdua."

"Yah... tolong maafkanlah guru, Gita. Setidaknya dia sudah cukup membantu kita."

"Aku sudah tahu itu dan memakluminya. Tapi kamu harus bertanggungjawab karena sudah membawaku dalam masalah ini."

"Akan kulakukan apapun sebagai permintaan maaf ku. Jadi sekarang sebutkan saja apa yang harus aku lakukan untuk mu."

Kedua tangan Gita perlahan mencengkram kain kaos ku pada bagian dada.

Wajahnya yang memerah dan begitu manis saat malu itu kemudian menghadap wajahku.

Karena tatapan kami yang saling bertemu, membuat wajah ku ikut memerah karena malu.

"Kamu sungguh serius bukan soal hubungan kita? Kalau begitu kamu... Ayo ke-ke Kamar ku dulu..."

"Huh?"

Alisku sedikit terangkat karena bingung dengan ucapan dari Gita.

"K-kamu sekarang pokoknya ikut aku dulu ke dalam kamar ku, sisanya aku beritahu nanti disana. Aku sangat malu jika memintanya disini."

"E-ee-eeeeeeeehhh????!!!"

Ya ampun, apa maksud dari permintaan Gita ini???!!!

avataravatar
Next chapter