21 Bab 20 - Jenius dan Tahapan Roh

Kami duduk berdampingan dilantai atap gedung ini dan saling bersandar satu sama lain, tangan milikku dengan Gita pun saling bercengkraman untuk berbagi kehangatan.

Ada pula Wadah bekal makanan yang kami bawa tadi sekarang sudah tidak memiliki isinya lagi.

Aku jadi mengingat lagi saat-saat kami makan bersama tadi terasa lebih membahagiakan dari biasanya.

Sekarang aku mulai melirik pada Gita yang tengah menyandarkan kepalanya pada pundak sisi kananku, disisi lain bibirku akhirnya membantu diriku menyuarakan isi hatiku.

"Aku tak pernah membayangkan sebelumnya bahwa saat-saat makan bersama kita akan memiliki nuansa yang begitu berkesan seperti ini. Mengingat kita selalu makan bersama namun selalu diselimuti suasana canggung."

Gita yang mendengar ucapanku kemudian perlahan mengubah lirikan matanya sejenak pada diriku dan beralih melirik pada wadah bekal makanan yang tergeletak dilantai setelahnya.

Aku merasakan Gita sedikit mempererat cengkraman tangannya pada telapak tanganku.

"Uhm... bahkan aku juga tak pernah membayangkan jika akan mengalami hal seperti ini. Selama hidupku ini, diriku hanya terfokus dalam pelatihan dan kultivasi sebagai Praktisi Roh. Tak sedikitpun diriku pernah berpikir untuk menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih dengan orang lain."

"Huh... Tak kusangka ada seorang gadis yang tak pernah sedikitpun tertarik mengenai hubungan asmara."

"Bukannya aku tak ada ketertarikan sekalipun mengenai asmara, hanya saja... Hufft... Arya, Kamu tahu bahwa aku memiliki seorang Kakak bukan?"

"Ya... aku tahu itu dari perbincanganmu dengan Kakekku semalam."

"Aku punya hubungan yang begitu akrab dengan Kakakku sejak kecil, bermain dengannya adalah hal yang sangat membahagiakan bagiku semasa kanak-kanak. Hingga aku mulai sadar bahwa ada dinding besar diantara kami dan membuat jarak diantara kami makin jauh. Kakakku adalah seorang yang dianggap jenius dalam keluarga kami bahkan diantara keturunan keluarga bangsawan lain. Pada usia 8 tahun dia sudah berhasil menjadi Praktisi Roh pada tahap dasar roh, diusia 17 tahun telah menembus tahap perasa roh. Kemudian pada usia yang ke 22 tahun saat ini, dia telah mencapai tahap perasa roh tingkat 5. Tapi lihat diriku saat ini, aku baru bisa mencapai tahap dasar roh diusia 12 tahun dan diusiaku yang ke 19 tahun aku baru bisa mencapai tahap dasar roh tingkat 4."

Aku sedikit menggaruk pipiku dengan jari telunjuk karena ada pertanyaan yang mengganjal dalam benakku, aku ragu untuk menanyakannya.

Namun aku sekarang adalah kekasihnya, aku harus mencoba sejujur mungkin untuk dirinya.

"Gita, maaf atas kelancanganku ini, tapi bukankah orang-orang yang kita hadapi semalam sempat menyebut dirimu salah satu keturunan berbakat dari keluarga Sanjaya?"

"Huh... keturunan berbakat? Mungkin jika dibandingkan dengan Praktisi Roh lain yang berusia kurang lebih sama sepertiku, mereka rata-rata baru bisa mencapai tahap dasar roh tingkat 2. Namun aku berbeda, aku memiliki sumberdaya jauh lebih baik dari mereka. Tetapi aku tidak bisa memanfaatkannya sebaik Kakakku. Lagipula kita secara tidak sadar pasti selalu membandingkan diri sendiri dengan orang-orang terdekat kita dahulu daripada orang lain. Dan karenanya ketika aku membandingkan diriku dengan Kakak justru membuatku sangat tertekan."

Cengkraman tangan Gita kurasakan semakin kuat dari sebelumnya ketika dia mengatakan semua itu, aku jadi paham betapa tertekan dirinya selama ini.

Aku melepaskan cengkraman tangan kami, hal itu membuat Gita jadi sedikit tersentak.

Namun Aku segera merangkul bahunya dengan lengan tangan kananku, sementara telapak tangan kananku pun meraih bagian atas kepalanya dan mengelusnya perlahan.

Gita jadi sedikit tertunduk dengan pipi yang mulai memerah padam karena perbuatanku saat ini.

"Aku masih belum begitu mengerti mengenai dunia Praktisi Roh bahkan mengenai standar apa seseorang bisa disebut jenius dikalangan para Praktisi Roh. Namun satu hal yang aku yakini bahwa tidak ada satupun orang yang sama di dunia ini. Setiap satu orang dengan satu kelebihannya masing-masing, dengan caranya tersendiri. Setidaknya dengan seperti itu, dunia jadi begitu berwarna bukan? Kamu adalah kamu sementara Kakakmu adalah Kakakmu, kamu punya jalanmu sendiri. Bahkan jika kamu belum menemukan jalanmu sekarang tapi suatu saat pasti kamu bisa menemukannya. Lagipula berkat dirimu juga sekarang aku telah menemukan jalanku sendiri. Untuk selanjutnya jika perlu maka giliranku yang membantumu menemukan jalanmu. Uh... sedikit memalukan setelah mengucapkan semua itu."

Napas Gita kemudian terjeda sejenak dengan tatapan mata yang perlahan mulai terbuka lebar setelah mendengarkan semua pendapat yang aku utarakan.

Tangan kanannya perlahan bergerak mendekati wajahku, ketika telapak tangannya hampir menyentuh pipiku menyebabkan jantungku berdetak semakin kencang.

Saat jarinya meraih kulit pipiku telah membuat wajahku sedikit memerah, itu membuat suasana saat ini menjadi begitu berkesan romantis.

Namun siapa sangka justru sentuhan jarinya berubah menjadi cubitan pada pipiku.

"Ugh... Gita maaf, sepertinya aku memang menyinggungmu."

"B-bukan begitu dasar bodoh!!!"

"Kalau tidak kenapa kamu marah seperti ini?"

Meski begini melihat dia berekspresi kesal bercampur malu, dengan wajah merah padamnya itu sungguh imut.

"I-itu karena kamu selalu mengatakan sesuatu yang memalukan dengan begitu entengnya. Aku akan marah jika kamu mengatakan itu jika hanya untuk menggodaku."

Dengan tangan kiriku aku membuat gerakan mengipas didepan dadaku kearah atas dengan telapak tangan kiri untuk mengisyaratkan bahwa yang kuniatkan bukan seperti itu.

"Tidak, aku benar-benar tidak ada niatan seperti itu. Ucapanku itu murni berdasarkan pandangan diriku sesungguhnya."

"Baiklah aku akan percaya pada ucapanmu itu, t-terimakasih Arya."

Ugh... Aku sungguh tidak tahan lagi, ekspresi Gita saat ini benar-benar imut dan membuat aku ingin menciumnya lagi.

Namun aku sadar ini bukan saat yang tepat, jadi aku harus menahan diri sebisa mungkin atau semua akan jadi kacau.

"Percayalah bahwa dirimu akan bisa untuk mendekati ataupun melampaui Kakakmu, karena semua berawal dari diri kita sendiri."

"Huft... Mudah bagi seorang jenius seperti dirimu mengatakannya."

"Kurasa aku tidak bisa dianggap jenius, diusiaku sekarang yang ke 20 tahun saja aku baru mulai pada tahap dasar roh tingkat 1."

Mendengar sanggahan dariku justru membuat Gita mengerutkan dahinya karena kesal.

"Hmphhh... Kamu bahkan belum pernah berlatih kultivasi roh tapi bisa langsung masuk tahap dasar roh tingkat 1. Dan kamu mengalahkan seorang Druid pada tahap dasar roh tingkat 6, kamu mau sebut apa jika bukan jenius. Kalau kamu bukan jenius lalu orang lain dianggap apa?"

"Ah... ha ha ha... Maafkan aku jika itu menyinggungmu Gita."

Aku tak bisa menyanggahnya lagi, hanya bisa tersenyum kecut sambil tertawa dibuat-buat untuk menutupi rasa bersalahku.

Kepalaku tertunduk karena rasa menyesal akan perkataan bodohku barusan ini.

"Tapi berkatmu aku jadi mulai memiliki rasa percaya diri kembali, aku juga akan berjuang keras hingga aku tidak hanya melihat punggung Kakakku dari jauh dibelakang saja. Terlebih aku juga tidak ingin jika nantinya diriku juga hanya bisa melihat punggungmu dari jauh juga, aku ingin bisa terus melangkah disampingmu Arya. Jadi kumohon jangan tinggalkan diriku juga."

Perlahan aku menyandarkan kepalaku pada kepalanya, lalu aku membisikan sebuah kalimat padanya.

"Kamu adalah milikku, akan kubawa dirimu bersamaku kemanapun itu."

Wajah Gita menjadi lebih memerah dari sebelumnya dengan bibir gemetar yang kesulitan mengucapkan kata-kata.

Memang menyenangkan melihat sikapnya yang seperti ini, tapi akan kucoba alihkan fokus perhatiannya pada yang lain.

Aku kasihan padanya karena seolah dari tadi aku terus menjahili dirinya tanpa henti.

Sebaiknya aku membahas hal utama yang membawa kami naik keatas atap gedung ini.

"Ah... Gita bukankah kita akan membahas hal terkait tahapan roh bukan?"

Gita tersentak dan mulai sadar dari sikap gelagapannya tadi, meski dia menjawabku dengan penuh rasa grogi.

"Ah... B-benar juga... Ehem... B-baiklah akan aku jelaskan semua padamu sekarang, jadi dengarkan aku baik-baik. Kemarin pembahasan terakhir kita sampai pada tahap perasa roh, berarti selanjutnya adalah tahap pemahaman roh. Tahap pemahaman roh adalah tahap dimana seorang praktisi roh sudah dapat memahami unsur dan sifat rohnya lebih baik hingga bisa menyelaraskan elemen roh miliknya dengan elemen roh dari alam. Dengan begitu mereka dapat mengambil energi roh dari alam sesuai elemen miliknya untuk mengisi ulang energi rohnya lebih cepat. Dan Praktisi Roh tahapan ini sudah bisa mengendalikan unsur alam yang sesuai dengan elemen rohnya."

"Hmmm... Jadi Jika tahap perasa roh baru bisa merasakan elemen rohnya dan mengubah energinya menjadi energi roh berelemen. Jika sudah mencapai tahap pemahaman roh barulah mereka bisa mengendalikan elemen dari alam. Aku sudah memahaminya lebih jauh untuk sekarang, lalu bagaimana untuk tahap selanjutnya?"

"Selanjutnya tahap penyempurnaan roh adalah tahap dimana seorang praktisi roh sudah mampu mengubah energi roh mereka menjadi lebih murni. Karena energi kotor dalam sumber energi roh sudah dibersihkan dan menyebabkan kekuatan energi rohnya meningkat drastis. Kemurnian energi roh juga berdampak pada tubuh misalkan meningkatnya daya tahan serta fungsi tubuh lainnya. Umur seorang Praktisi Roh pada tahap ini jadi berumur jauh lebih panjang terutama pada para Druid."

"Huh... pantas saja Kakekku itu masih bisa sehat-sehat saja diusianya yang sekarang, mungkin lebih baik lagi jika kultivasinya tidak jatuh ke tahap perasa roh."

Karena ucapanku barusan, membuat Gita menggenggam pergelangan tanganku untuk sedikit menghibur diriku.

Meski sejujurnya yang kupikirkan sedikit berbeda, jika saja dia lebih bugar lagi badannya maka entah sekeras apa pelatihan beladiri yang akan dia berikan padaku.

Membayangkannya saja sudah membuat diriku merinding akan kengerian dan melelahkannya hal itu jika benar-benar terjadi.

Untunglah kali ini aku tidak keceplosan, jika tidak aku benar-benar merasa sangat malu.

"A-aku baik-baik saja Gita, silahkan lanjutkan pembahasan kita."

"Baiklah jika kamu bersikeras, selanjutnya tahap raja roh. Pada tahap raja roh maka seorang praktisi roh mampu membuat medan roh yang berpusat pada dirinya dengan radius berbeda-beda tergantung kekuatan energi roh masing-masing Praktisi Roh. Dalam medan roh berarti sama saja dunia pemilik medan itu. Disana sang pemilik medan dapat melakukan serangan apapun tanpa batasan energi roh yang dipakai. Selain itu jika ada praktisi lain yang terjebak dalam medan roh akan ditekan, jadi penggunaan energi roh mereka akan sangat terbatas. Untuk melawan medan roh hanya bisa menggunakan medan roh. Medan roh siapa yang mampu menghancurkan medan roh lawan duluan yang bisa punya kemungkinan menang lebih tinggi."

Diriku sedikit gemetar karena rasa takjub sekaligus takut, bagaimana jika sekarang aku berhadapan dengan orang pada tahapan ini?

Sudah pasti aku hampir tidak mungkin punya kesempatan menang, aku benar-benar harus berlatih keras secepat mungkin untuk bisa sampai pada tahapan itu secepatnya.

Karena aku tak tahu masalah apa yang akan datang cepat atau lambat, bisa saja sesuatu yang diluar kemampuanku untuk kuatasi bisa saja muncul.

"Setahuku yang bisa sampai tahap raja roh saat ini adalah pemimpin organisasi Pengawas Roh Indonesia. Apa mungkin pemimpin organisasi Pengawas Roh negara lain juga sama?"

"Tentu saja meski tidak semuanya, namun dalam beberapa kasus untuk negara besar seperti Amerika, China dan Jepang punya tetua yang sampai pada tahap raja roh. Kemudian untuk kerajaan-kerajan para ras Druid di alam roh masih belum diketahui berapa jumlah mereka yang telah sampai pada tahapan itu."

"Seharusnya aku tak perlu terkejut lagi dengan negara besar seperti itu bahkan dari alam roh pun masih ada. ternyata banyak sekali orang kuat didunia ini dan dunia lain. Huft... baiklah bagaimana dengan tahap selanjutnya?"

"Untuk tahapan berikutnya yaitu tahap penembus batas roh dan tahap dewa roh. Masih belum ada orang yang bisa sampai pada kedua tahapan itu. Tahap penembus batas roh adalah tahap dimana katanya seorang Praktisi Roh dapat menembus batasan kekuatan energi roh mahluk hidup. Tak terbayangkan kekuatannya sejauh apa, bahkan mendekati kekuatan para Dewa. Pada zaman dahulu untuk Manusia kuno dan ras Druid kuno, konon sudah ada beberapa orang yang sudah sampai tahap ini tapi tidak bisa dipastikan kebenarannya. Lalu tahap dewa roh adalah tahapan yang konon hanya bisa dimiliki oleh para dewa dari alam dewa yang tak diketahui keberadaannya."

"Apa mungkin sudah tidak adalagi yang sanggup sampai tahap penembus batas roh lagi saat ini?"

"Itu tidak mungkin karena untuk naik satu tingkat pada tahapan raja roh butuh puluhan bahkan ratusan tahun karena sulitnya kultivasi roh pada tahap raja roh dan membutuhkan sumberdaya yang besar untuk kultivasi."

Aku menghela napas lega karena sudah tidak ada lagi orang-orang yang jauh lebih kuat dan berbahaya.

Baiklah sudah kuputuskan... Jadi targetku saat ini adalah menjadi seorang Praktisi Roh pada tahap raja roh, sehingga aku dapat menyingkirkan semua bahaya yang akan datang menghampiri.

"Baiklah Gita karena sudah tidak ada yang perlu dibahas lagi, mari kita kembali ke ruangan kita."

"Uhm... baiklah Arya."

Gita segera mengambil kotak bekalnya, dan mulai berdiri dan menunggu diriku ikut berdiri.

Lalu kuraih tangannya dengan tanganku, kami berdua melangkah pergi dengan saling bergandengan tangan.

Ketika kami membuka pintu, sungguh tak diduga kami berpapasan dengan tiga orang pria pegawai kantor ini yang berasal dari bidang lain, dimana sedang pergi menuju atap.

Mereka nampak sangat terkejut dengan aku dan Gita yang tengah bergandengan tangan dengan mesra.

Ketiga pria itupun akhirnya melemparkan tatapan benci pada diriku, lalu melewati kami begitu saja menuju atap.

Salah satu dari mereka sengaja menabrakkan bahunya pada bahuku ketika lewat, sepertinya dalam waktu dekat aku akan berurusan dengan mereka.

Aku menajamkan tatapan mataku saat melirik kearah mereka yang sudah pergi melangkah meninggalkan aku dan Gita.

avataravatar
Next chapter