17 Bab 16 - Cerita Tentang Ayah

Setelah Gita meninggalkan ruanganku, aku bergegas kembali ke kasur untuk merebahkan diri.

Dalam beberapa saat, diriku mencoba untuk tertidur dengan perlahan memejamkan kedua mataku sejenak.

Rasa kantuk yang menyelimutiku jadi semakin kuat karenanya, lalu tanpa aku sadari bahwa diriku telah terlelap.

Dalam tidur aku merasakan energi roh yang tenang dan lembut mengitari tubuhku, menyebabkan kedua mataku terbuka kembali.

Tetapi saat diriku membuka mata, yang sedang aku lihat bukanlah kamar tidurku.

Dalam seluruh bidang pandanganku terlihat hamparan pemandangan laut biru tenang yang memancarkan cahaya serta langit putih diatasnya.

Saat aku melirik kedua telapak kakiku membuatku memahami situasi jika sekarang tubuhku tengah berpijak diatas lautan biru ini.

"Huh? Tempat ini, bagaimana aku bisa kemari lagi?"

Tak disangka aku telah berada di lautan rohku kembali tanpa aku sadari.

"Apa aku secara tidak sengaja bisa memasuki lautan rohku lagi? Tapi bagaimana?"

"Hmmmm... Itu karena tempat ini adalah proyeksi isi inti roh dalam dirimu oleh alam bawah sadarmu. Jadi ketika kamu tertidur itu sangat memungkinkan dirimu untuk masuk kedalam alam bawah sadarmu. Nah... Nak, jadi akhirnya kamu sudah datang kemari lagi."

Saat itu juga ada sahutan suara yang tiba-tiba bergema oleh seseorang yang menjawabku entah darimana, namun hal itu sudah tak membuat aku kaget lagi.

Karena suaranya sama dengan yang waktu itu, jadi dia sudah pasti adalah orang yang sama.

"Uh... ternyata memang anda. Senang bisa berbincang kembali, meski kurang nyaman karena aku tak bisa bertatap muka dengan lawan bicaraku."

"Ah... Maafkan aku, seharusnya aku menunjukkan wujudku dahulu pada lawan bicaraku."

Alisku sedikit terangkat setelah mendengar hal baru yang bisa dia lakukan.

"Wujud? Jadi anda memiliki wujud? Kupikir anda hanya jiwa tanpa raga yang tinggal dalam lautan rohku."

"Kamu tidak sepenuhnya salah, yang aku maksud sebenarnya adalah perwujudan jiwaku yang membentuk dan menggambarkan ragaku dulu ketika hidup. Sekarang aku hanyalah jiwa tanpa raga."

"Jadi apa yang terjadi pada ragamu itu ?"

"Bukan karena suatu hal khusus. Tubuh mahluk hidup memiliki batas waktu untuk bertahan didunia. Sudah sewajarnya jika waktunya habis maka jiwaku meninggalkan ragaku meski sekuat apapun energi roh milikku."

"Dengan kata lain kamu sudah mati."

"Ya hampir bisa dibilang seperti itu."

Aku pun melipatkan tangan dan sedikit menundukkan kepalaku saat memikirkan ucapannya.

Jika dia sudah mati bagaimana dia bisa berada disini, hal ini membuatku makin penasaran mengenai siapa orang ini.

Kakek memang telah memberitahuku bahwa suara ini adalah gurunya dulu.

Sudah pasti dia sudah cukup tua dan telah mati karena umur.

Maka harus aku pastikan identitas sebenarnya tentang dia saat ini, juga demi kejelasan situasiku.

"Jika kamu sudah mati bagaimana kamu bisa berada dalam diriku? Aku sudah tahu kamu dulu adalah guru Kakekku, namun setelah mati mengapa kamu memilih tinggal disini ?"

"Baiklah, lagipula kita memiliki banyak waktu. Maka akan aku jelaskan semuanya. Tapi sebelum itu ijinkan aku menampakkan wujudku. Kita jadi bisa lebih nyaman dalam berbicara."

Setelahnya, perlahan muncul bola-bola cahaya putih muncul dihadapanku.

Perlahan bola-bola cahaya itu makin banyaknya dan berkumpul disuatu titik dan mulai membentuk bayangan wujud seseorang dan makin lama wujudnya makin jelas.

Aku membelalakkan mataku ketika wujudnya sudah tampil sepenuhnya dihadapanku.

Dia berbeda dari bayanganku yang aku kira dia adalah orang tua dengan janggut lebat.

Ternyata dia berwujud pemuda tampan dengan rambut abu-abu putih lurus panjang mencapai punggung.

Jambang rambutnya juga sama panjangnya sampai menjuntai kedada.

Pakaian yang dikenakan adalah jubah putih menutupi hingga telapak kaki dengan tudung yang disingkap.

"Perkenalkan, namaku adalah Hara Narayana. Jiwa yang saat ini menjaga lautan rohmu."

"I-ini adalah wujudmu yang sebenarnya atau hanya wujud yang kamu bentuk sesukamu saja?"

Dia menunjukkan ekspresi sedikit kesal, karena terlihat dia sekarang memejamkan kedua matanya sambil mengerutkan dahinya.

Sepertinya dia jadi agak tersinggung karena ucapanku barusan.

"Maaf saja ya, ini adalah wujudku saat masih muda dulu. Asal kau tahu aku dulu sudah menaklukkan banyak wanita dengan paras menawan ini disaat masa mudaku."

Ugh... Ucapan dan ekspresi congkaknya entah kenapa sedikit membuat ku kesal.

"Pffft... Jadi memang hanya perwujudan sesukamu saja. Kamu pasti hanya malu akan wujudmu yang sudah tua itu."

Dan benar juga tebakanku yang membuat pria itu jadi sedikit tersentak, ucapanku sepertinya menyerangnya tepat sasaran.

Rasa kesalnya membuat dia tersenyum kecut padaku.

"Kugh... Dasar bocah kurang ajar, kamu memang benar-benar cucu Ekawira. Dalam membuat orang lain emosi kalian sungguh mirip."

Ugh... Apa aku disamakan seperti Kakek oleh dirinya?

Aku masih tidak terima jika disamakan dengannya, meski harus aku akui Kakek memang orang yang luar biasa.

Tapi lebih baik aku coba untuk membahas hal yang lebih penting saja, daripada dia semakin melantur kesana kemari jika kuladeni.

"Huh... Jadi tuan Hara, aku tidak ingat kapan anda memindahkan jiwa anda kedalam diriku ini? Bahkan aku tidak ingat bahwa kita pernah bertemu."

Dia melambai kecil dengan jari telunjuknya, mengisyaratkan ada yang salah dalam pertanyaanku.

"Kamu sepertinya salah paham, aku bukan mati beberapa tahun yang lalu. Tapi aku sudah lama mati sejak ribuan tahun yang lalu."

Aku jadi sedikit syok setelah mengetahui hal ini.

Ribuan tahun yang lalu, tapi bukankah dia guru kakekku?

"J-jika anda sudah mati selama itu lalu bagaimana anda bisa menjadi guru Kakekku?"

"Aku tidak hanya menjadi guru Kakekmu saja, tapi juga guru dari para leluhurmu yang sebelumnya. Aku seperti sudah jadi warisan turun-temurun dalam keluargamu."

"Jadi anda mengajari para leluhurku dengan memasuki lautan jiwa mereka seperti saat ini ?"

"Caraku sebelumnya sebenarnya berbeda, dahulu kala aku menyegel rohku sendiri dalam sebuah senjata suci yang kemudian diwariskan dalam garis keturunan keluargamu. Aku dapat bertelepati dengan muridku ketika dia sudah dapat menyatukan rohnya dengan senjata suci tersebut ataupun mereka memasukkan kesadaran mereka kedalam senjata suci tersebut untuk bertemu langsung denganku."

"Jika sebelumnya kamu memang tinggal disana pasti tuan Hara punya alasan kenapa berada dalam diriku sekarang."

"Begitulah, alasan diriku disini sekarang karena senjata suci itu hancur ketika aku bertarung bersama dengan ayah dan Kakekkmu menghadapi buronan yang paling berbahaya kala itu... Hmm... mungkin sampai sekarang dia masih terhitung paling berbahaya."

Mendengar hal mengenai ayahku kembali, telah membuat diriku terguncang lagi.

Bibirku mulai bergetar ketika ingin memastikan hal yang sangat berat untuk aku bahas.

"A-apa dia yang telah membunuh ayahku ?"

"Maaf harus menyinggung hal yang menyedihkan bagimu, tapi seperti itulah kenyataannya. Dan sekali lagi maafkan aku karena telah gagal melindungi ayahmu."

Nafasku terjeda sejenak karena gejolak kesedihan ini.

Tapi itu hal yang telah lama berlalu, aku harus belajar merelakan agar aku tidak terus berkutat pada masa lalu.

"Tidak, itu bukan salah anda. Tanpamu mungkin akan berakhir lebih buruk kupikir. Tapi mengapa ayahku sampai berseteru dengan buronan itu ?."

Tuan Hara nampak ragu-ragu untuk menjelaskan, aku yakin hal dibalik ini cukup merepotkan untuk dibahas.

Selang beberapa saat akhirnya dia mau mulai menjelaskan.

"Ini akan menambah bebanmu lagi jika aku jelaskan, apa kamu ingin aku tetap menjelaskannya?"

" Ya, tentu saja. Karena aku ingin tahu hal sejelas-jelasnya terkait Ayah."

Tuan Hara menghela napasnya mendengar pernyataanku itu, kemudian dia menatapku dengan serius.

"Itu semua berawal karena kelahiranmu yang terbilang istimewa."

Napasku terjeda lagi, hal yang kudengar barusan membuatku kaget sekaligus jadi sangat tertekan.

"Kelahiran ku yang istimewa? Tapi kenapa bisa berkaitan dengan buronan itu?"

"Lihatlah sekelilingmu, harusnya kamu sadar akan betapa istimewanya dirimu. Sumber energi roh yang begitu melimpah."

"Tentu aku paham akan hal itu, tapi kenapa sampai hal itu terjadi?"

"Sudah pasti akan selalu ada orang yang haus akan kekuatan, orang-orang yang tak segan untuk mengambil kekuatan yang menggiurkan ini apapun caranya. Beberapa diantara mereka juga pasti ada yang terhitung sangat sensitif pada energi roh. Dan sayangnya ketika ibumu mengandung dirimu yang istimewa, buronan yang dikenal sebagai pelahap jiwa tengah kabur dari dunia alam roh menuju dunia alam fana. Dia menyadari getaran rohmu dan membuat sang pelahap jiwa tertarik padamu dan menunggu kelahiranmu sembari bersembunyi. Dan ketika malam kelahiranmu tiba, dia menerobos masuk ke ruangan ibumu dan mengambil kamu dari ibumu. Ayahmu yang menyadarinya sangat murka dan mengejarnya seorang diri disusul kakekmu yang telah meminta bantuan sebelumnya. Memakan waktu untuk mencari dirimu yang disembunyikan tapi berkat diriku kami berhasil melacakmu. Ketika kami menyergapnya, pertempuran pecah. Pertempuran itu sangat sengit meski telah dibantu kakekmu sekalipun."

Diriku gemetaran ketika akhirnya mulai sadar penyebab akan semua hal itu.

"Tidak... Tidak mungkin, jadi ini semua karena diriku."

"Memang kenyataan sungguh berat, tapi karena kamu yang sudah terlanjur tahu maka akan kulanjutkan cerita ini sampai tuntas. Seharusnya kematian ayahmu bisa di cegah jika dia mau menunggu bantuan sebentar saja, tapi ayahmu sungguh meledak-ledak amarahnya dan tidak mau menunggu."

"..."

Aku tak bisa berbuat apa-apa sekarang, diriku masih sangat tertekan saat ini sembari terus mendengarkan cerita tuan Hara.

"Jika kamu masih sulit untuk berbicara maka biar kulanjutkan. Meski baru berlangsung sekitar 20 menit tapi itu terasa cukup lama dan berat bagi mereka karena lawan mereka sudah berada pada tahap penyempurnaan roh tingkat 9. Dan kakekmu masihlah pada tahap penyempurnaan roh tingkat 3 serta ayahmu pada tahap pemahaman roh tingkat 8. Tapi dengan bantuanku dan senjata suci sebagai wadahku untuk mengeluarkan teknik roh level tinggi setara teknik milik praktisi tahap raja roh, kami berhasil melukainya meski harus dibayar oleh hancurnya senjata itu dan mengorbankan tahap kultivasi roh kakekmu hingga turun drastis ke tahap perasa roh."

Tuan Hara berjalan mendekatiku yang masih bergetar ini.

Dia kemudian memegang pundakku dengan tangan kanannya.

"Buronan yang tengah terluka parah itu segera berlari ketempatmu disembunyikan dan segera meluncurkan teknik pelahapnya berelemen kegelapan kepadamu untuk menelan dan menyerap kekuatanmu meski persiapannya belum sempurna. Tapi Ayahmu menghadangnya dengan tubuhnya, menerima serangan tahap penyempurnaan roh secara langsung itu sangat fatal bagi ayahmu. Ditengah kondisi kritis itu, ketika dia akan meluncurkan serangan keduanya. Buronan itu terhempas karena Sambaran petir yang menerjangnya dari samping. Ternyata serangan itu berasal dari kakek tua dengan rambut dan janggut putihnya yang panjang. Ketika bantuan yang dimohon kakekmu sebelumnya pada organisasi Pengawas Roh, ternyata pimpinan organisasi Pengawas Roh sendiri yang turun langsung membantu dan dia saat itu terhitung sangat kuat karena telah berada pada tahap raja roh tingkat 4. Praktisi roh yang juga dijuluki Sang Kilat Dewa."

avataravatar
Next chapter