16 Bab 15 - Ajakan Gita

Aku berdiri dengan perasaan canggung sambil menunggu tindakan Arya selanjutnya, namun dia masih dalam keadaan terdiam di pintu kamarnya yang separuh terbuka itu.

Meski aku telah meminta izin masuk ke kamar pada Arya, tapi kurasa memang ini menggangu waktu istirahatnya.

Apa dia merasa sedikit kesal padaku? Kupikir itu cukup wajar jika menilai situasi saat ini bahwa dia pasti sudah sangat lelah.

Dan lagi ada hal yang membuatku merasa cukup malu, karena terburu-buru aku memakai pakaian seadanya.

Lalu dalam beberapa saat gelagat Arya mulai sedikit aneh disusul dirinya yang berteriak kebingungan.

"H...HH...HEEEEEEEHHH ????!!!"

Kenapa dia bersikap begitu? Apa karena permintaanku mengganggu waktu istirahatnya? Jika benar begitu maka ini membuat diriku makin canggung, tapi mau bagaimana lagi jika sudah terlanjur seperti ini.

Ah... Mukaku jadi berubah merah padam lagi karena malu akan perbuatanku yang seenaknya.

"A-aku tahu ini terlalu terburu-buru, terlebih sudah larut malam. Tapi aku sudah mempertimbangkan untuk melakukannya saat ini juga, jadi tolong izinkan aku masuk dulu."

Tak kusangka justru raut wajah Arya beralih menjadi begitu syok sekarang.

"Ee... Heee? Terburu-buru?... M- melakukannya saat ini juga?"

Tanpa aba-aba Arya malah meraih bahuku dengan kedua tangannya yang gemetaran dan dirinya menatap lurus pada wajahku meski ditemani ekspresi sungkan bercampur bingung miliknya.

"G-Gita... se-sebenarnya aku senang kamu mau melakukannya denganku. Tapi kamu harus pertimbangan ini lebih dalam jika mau melakukan i-itu dengan orang yang baru kamu kenal. Dan lagi hubungan kita belum sejauh itu."

"Tunggu apa yang kamu bicaraka-n..."

Uwaaaaaaa... Aku paham sekarang atas sikap anehnya dari tadi.

Mukaku langsung berubah sangat merah padam sekali, setelah sadar akan ucapanku memang bisa mengarah pada hal itu.

Jika dilihat dari semua ucapanku dan dihubungkan dengan semua kondisi saat ini.

Ini berubah menjadi kesalahpahaman yang sangat memalukan bagiku.

Bibirku jadi bergetar saking malunya ketika ingin menimpali ucapannya barusan.

"H-h-hwaaa... J-J-J-JANGAN SALAH PAHAM DULU, DASAR KAMU MESUM!!!!"

PLAAAAK... Secara refleks aku menamparnya cukup keras meski tanpa ada niatan untuk melakukannya.

***

Beberapa saat sudah berlalu, kami berdua sudah berada dalam kamarnya yang sedikit remang karena lampu yang menyala saat ini hanya lampu kecil yang berhiaskan tudung lampu warna putih polos yang berada diatas meja kerjanya.

Kamarnya cukup sederhana dengan terdiri beberapa furniture seperti kasur, lemari, meja kerja kecil, kursi kulit hitam dengan roda serta beberapa set perlengkapan komputer.

Dan ruang ini tidak terlalu besar dan berukuran 3x3 m saja.

Sekarang ruangan ini terasa senyap meski ada kita berdua, karena Arya dengan wajah murung saat ini tengah tertunduk dan duduk termenung dengan menggosok-gosok pipi bekas tamparanku tadi diatas kasurnya.

Aku juga duduk merenungi hal barusan di kursi yang berdampingan dengan meja kerja disamping kasur Arya.

Ku renungi kesalahan tadi sembari saling memainkan kedua jari telunjukku, menunjukkan rasa penyesalan akan perbuatanku barusan.

"M-maafkan aku Arya, aku telah menamparmu tanpa sadar."

"Tidak apa, itu juga salahku yang sudah berpikir yang tidak-tidak."

Dia masih tertunduk lesu ketika menjawab permohonan maafku.

Ugh... Aku sungguh tak enak hati padanya, namun aku harus tetap melanjutkan tujuanku semula.

"Mmm... sebenarnya saat ini aku ingin membicarakan sesuatu hal yang penting pada mu."

Arya akhirnya menegakkan kepalanya dan mulai melirik padaku.

Syukurlah jika pikirannya bisa mulai teralihkan dari hal tadi.

"Hal penting apa, Gita ?"

"Jadi kamu pasti sudah mengerti jika aku pindah ke kota ini untuk bekerja di perusahaan cabang ayahku, tapi kamu belum tahu alasan yang sebenarnya."

"Apakah hal ini berkaitan denganku sampai kamu harus memberitahuku dengan terburu-buru?"

"Sebenarnya tidak, namun mulai saat ini aku ingin melibatkan dirimu. Dan setidaknya ini mungkin bisa membantumu juga dalam dunia Praktisi Roh."

"Membantuku dalam dunia praktisi roh?"

"Ya, tapi itupun jika kamu menyetujuinya."

Ekspresi ketertarikan dan rasa penasaran Arya akan hal ini perlahan mulai muncul.

Sepertinya ini tidak akan begitu sulit untuk membujuknya.

"Aku sebenarnya pindah ke kota ini bukan karena ingin bekerja dicabang perusahaan Ayahku semata."

"Jadi itu hanya alasan untuk tujuanmu yang sesungguhnya."

"Iya, dan aku memilih tinggal dirumah kalian karena aku butuh bantuan Mbah Eka juga."

"Jadi apa itu?"

"Di kota inilah Pusat Akademi Pengawas Roh berada."

Arya melebarkan tatapan matanya padaku setelah mendengar informasi yang baru baginya.

"Pusat Akademi? Tak kusangka bahwa organisasi itu bahkan memiliki Akademi. Bahkan berada di kotaku, aku tak pernah tahu bahkan ketika aku sudah tinggal disini sekian lama."

"Tentu saja orang awam tidak akan tahu. Diluar mungkin nampak seperti Akademi biasa, tetapi bagian terdalam akademi terdapat fasilitas untuk belajar dan mengajar mengenai dunia Praktisi Roh. Tentu saja semua orang yang terlibat dalam akademi sudah diikat Perjanjian Roh untuk tidak membocorkan informasi keluar."

"Perjanjian Roh? Perjanjian seperti apa itu, Gita?"

"Itu adalah perjanjian yang menanamkan segel pada roh kita dengan baris aturan yang dibuat berdasarkan syarat-syarat tertentu yang disepakati kedua belah pihak. Jika penerima segel itu berusaha melanggar syaratnya, maka segel akan aktif dan akan melukai rohnya. Kemungkinan bisa menyebabkan kematian karena hancurnya roh sang pelanggar jika bersikeras untuk terus berusaha melanggar perjanjian."

Senyum kecut ditunjukkan Arya setelah ia mengetahui tentang Perjanjian Roh.

"Bukankah itu terlalu kejam?"

"Memang terdengar kejam, tetapi perjanjian ini berlandaskan kesepakatan kedua belah pihak. Jadi ini juga sudah bagian dari tekad penerima Perjanjian Roh. Dengan ini pula dinding antara dunia orang awam dan para Praktisi Roh tetap terjaga."

Dia nampak mulai bisa memaklumi hal ini dan menerima alasan yang aku utarakan.

"Aku mengerti sekarang, ini juga sudah jadi keinginan sang penerima itu sendiri. Jika dia merasa keberatan ia tidak harus bergabung, semua pilihan ada ditangan kita sendiri."

"Jadi setelah tahu itu, apakah kamu mau ikut denganku untuk bergabung dalam Akademi Pengawas Roh ?"

Arya pun menggaruk-garuk kepalanya dengan tangan kanan dan terlihat masih ragu dalam memutuskan.

Kemudian ia memegang dagunya sambil memejamkan matanya ketika dia tengah mempertimbangkan hal ini.

Setelah beberapa saat ia mencoba memastikan sesuatu terlebih dahulu.

"Jadi apa yang bisa diriku dapatkan dari bergabung dalam organisasi itu ?"

"Setelah kamu diterima dan menjadi murid maka otomatis sudah menjadi jajaran pasukan Pengawas Roh. Kamu bisa membayarkan biaya akademi dengan menyelesaikan misi dari organisasi dan sisanya bisa kamu simpan untuk pribadi, terkadang misi tertentu memiliki bonus tambahan. Setiap misi juga punya point nilai  tersendiri untuk raport mu ketika ujian kenaikan tingkat."

"Tingkat macam apa yang kamu maksud ?"

"Semacam pangkat, kamu bisa mencari misi dengan tingkat lebih sulit dengan hadiah lebih besar jika pangkatmu semakin tinggi. Lalu untuk pangkat yang cukup tinggi kamu juga akan menerima gaji tetap diluar misi, tetapi juga bersamaan tanggung jawab yang lebih besar."

"Cukup menarik, lalu ada berapa pangkat memangnya dalam organisasi ?"

"Baiklah dimulai dari Prajurit Roh, Prajurit Roh Tingkat Menengah, Prajurit Roh Tingkat Atas, Ksatria Roh, Ksatria Roh Tingkat Menengah, Ksatria Roh Tingkat Atas, Tetua Ksatria Roh dan Pimpinan Organisasi Pengawas Roh untuk yang tertinggi. Untuk guru akademi harus sudah pada tingkat Ksatria Roh Tingkat Atas. Nanti untuk naik tingkat tergantung dari ujian yang dilewati dan prestasi sebagai nilai tambah. Kita hanya bisa menerima gaji jika sudah dilevel Ksatria Roh."

Setelah penjelasan panjang lebarku, nampak dia cukup tertarik akan hal ini dan satu helaan napas ia keluarkan.

"Tak kusangka Kakek ku sudah dilevel setinggi itu, aku jadi ingin tahu apa aku bisa melampauinya ?"

Aku sedikit menahan tawaku setelah mendengar itu namun akhirnya pecah juga tawaku.

"Pfffftt... Ha ha ha"

"Eh... Apa aku mengatakan hal yang salah ?"

Dia jadi nampak begitu malu dan bingung ketika melihat aku tertawa pada ucapannya.

"Tidak... Tidak ada yang salah, hanya saja melampaui Kakekmu berarti kamu ingin menjadi Pimpinan organisasi. Dan aku tertawa hanya teringat kakakku yang waktu kecil dengan polosnya selalu berteriak pada setiap orang bahwa dia ingin jadi seorang Pimpinan Pengawas Roh ketika baru dikenalkan dunia Praktisi Roh. Aku hanya sedikit membayangkan jika kamu melakukan hal yang sama saat ini."

"M-mana mungkin aku melakukan hal yang memalukan begitu."

Ia menyangkal dengan ditemani wajah merah padamnya.

Aku cukup terhibur melihat sikapnya saat ini, yang terkadang bisa nampak polos.

Padahal sebelumnya saat dalam kondisi pertarungan yang serius, dia bisa memberikan tatapan dingin pada lawan.

Namun dalam keadaan normal dia bisa memiliki tatapan yang terasa begitu hangat.

"Baiklah, aku hanya bergurau. Akan aku lanjutkan ke pembahasan utama kita. Keuntungan lain di akademi adalah kita bisa mendapatkan ilmu terkait teknik para Praktisi Roh dari pelajaran oleh Guru Akademi dan juga dari mengakses Perpustakaan milik Akademi. Kita juga bisa mendapatkan perlengkapan dan senjata bagi Praktisi Roh melalui toko atau pelelangan didalam Akademi. Kita jadi bisa memiliki akses fasilitas yang memadai untuk menaikkan level Kultivasi Roh kita lebih mudah. Jadi bagaimana keputusanmu ?"

Setelahnya dia bepikir sejenak lagi, dia nampak cukup serius dalam menimbangnya.

Beberapa menit berlalu dalam hening, aku memandangi setiap sudut kamarnya sembari menanti jawaban darinya.

Akhirnya penantianku terbayarkan setelah dia mencapai keputusan finalnya.

"Berhubung aku masih belum tahu apa yang harus kulakukan mungkin bergabung dalam Akademi bisa menjadi tujuan yang tidak buruk untuk saat ini. Kakekku juga berasal dari sana dan kamu mempercayai organisasi itu. Maka aku putuskan untuk berkembang bersamamu disana."

Aku tersenyum mendengar jawabannya, aku jadi memiliki rekan yang bisa kupercaya didalam akademi nantinya.

Arya lalu mengulurkan tangannya, akupun juga segera meraihnya.

Kami berjabat tangan untuk menandai kesepakatan kami berdua.

"Terimakasih sudah mau menemaniku, akan kubantu kamu sebisaku untuk kedepannya dalam mengenal dunia Praktisi Roh. Untuk membalas kebaikanmu dan keluargamu juga."

"Tidak, akulah yang harus berterimakasih. Kamu sudah menyelamatkanku dan telah membantuku memilih jalan. Jadi terimakasih Gita."

"Umm... Sama-sama."

Entah kenapa aku jadi sedikit senang ketika dia mengungkapkan terimakasih, tapi perasaan apa ini?

Entah kenapa jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya ketika melihat ekspresi wajahnya saat ini yang menatapku dengan lembut.

Mungkin aku hanya terbawa suasana saja saat ini.

Yah... kurasa sudah cukup untuk saat ini, lebih baik aku memberikan kembali waktu istirahatnya.

"Anu... Arya, berhubung ini sudah larut malam aku akan kembali ke kamarku."

"Ah... Tentu saja."

Kami berdua mulai beranjak dari tempat duduk kami dan melangkah perlahan menuju pintu.

Dia mengantarkanku hingga aku keluar dari kamarnya.

"Selamat malam Arya."

"Ya, selamat malam Gita."

Aku kemudian pergi bersamaan dengan Arya menutup pintunya setelah aku melangkah menjauh beberapa meter.

Lalu aku terhenti sejenak, karena aku sungguh ingin memastikan sesuatu darinya.

Aku kemudian mengendap-endap, lalu mengintipnya dari balik lubang kunci pintu.

Arya nampak telah tertidur, aku putuskan untuk membuka pintunya yang tak terkunci setelah menunggu beberapa saat.

Karena pintunya tidak dikunci, jadi aku tak perlu memakai cara sulit untuk masuk.

Aku buka perlahan dan masuk pelan-pelan setenang mungkin.

Dia sungguh tertidur sangat lelap, sudah pasti dia sangat lelah karena kejadian hari ini.

Yang membuat aku melakukan hal ini adalah karena dia mampu memiliki kekuatan yang luar biasa tapi aku tak merasakan getaran energi rohnya sama sekali.

Itu sungguh aneh dan membuat rasa penasaranku menggebu, jadi akan kucoba mendeteksi apa yang ada dalam dirinya.

Aku naik keatas kasurnya secara perlahan dan dia tidak terganggunya tidurnya.

Baru beberapa saat tapi dia sudah bisa sepulas ini.

Ketika dalam posisi ini dan melihat wajahnya lagi entah mengapa jantungku kembali berdetak lebih kencang dari biasanya.

Tapi aku harus mengabaikan itu dan fokus pada tujuanku saat ini.

Aku menyentuh perutnya dengan tangan kanan ku  secara perlahan, karena perut adalah pusat sumber energi roh berada.

Perutnya terasa lebih keras dan berotot daripada yang aku duga.

Sial kenapa aku malah memikirkan perutnya? Aku harus coba untuk tetap fokus kembali.

Aku kemudian mulai memancarkan sonar gelombang rohku masuk kedalamnya untuk mendeteksi sumber energi rohnya beserta kapasitasnya.

Ketika aku mencoba menerawang dan merasakannya.

Aku tiba-tiba mulai kehilangan energi dan  kesadaranku.

Kenapa ini? Aku baru merasakan sedikit, tapi energi rohnya seolah menekan jiwaku dengan kuat.

Ada sesuatu yang sungguh luar biasa dalam dirinya.

Tapi aku sudah kehilangan kesadaran sepenuhnya sebelum tahu apa itu.

Semua jadi gelap dan aku perlahan kehilangan daya serta kesadaranku.

Bruuuggg... Aku terjatuh pingsan tepat disamping Arya yang tengah tertidur pulas.

avataravatar
Next chapter