14 Bab 13 - Kebenaran Keluarga

Aku tak menyangka bahwa kakek telah menyembunyikan kebenaran mengenai Ayah selama ini.

Jauh dilubuk hati ini aku sudah tahu bahwa Kakek pasti memilik tujuan tersendiri, namun sebagian diriku yang lain entah kenapa merasa begitu kesal.

Mungkin kesal karena Kakek menyembunyikan kebenaran mengenai Ayah, ataukah karena aku tidak sanggup menerima fakta bahwa aku telah kehilangan seorang Ayah karena perbuatan seseorang.

Aku tak tahu lagi harus melampiaskan pada siapa semua gejolak emosi ini, sekarang aku hanya bisa meringkuk dengan penuh perasaan tak jelas.

Disisi lain Gita juga terkejut mendengar hal itu, dia ingin menanyakan sesuatu tapi dengan ekspresi wajah agak sungkan.

"M-maaf... mungkin ini tidak sopan, tapi bukankah Arya saat ini telah memiliki Adik kandung?"

Huh... aku ingin menjawabnya tapi untuk saat ini mulutku terasa sangat berat untuk melontarkan kata-kata.

Kakek yang melihat diriku tengah dalam suasana hati buruk, akhirnya dia yang memutuskan untuk memberikan penjelasan kepada Gita.

"Dhita bukanlah Adik kandung Arya, ibunya sudah menikah lagi  beberapa tahun setelah kematian putraku. Suami barunya lah yang sudah membawa Dhita dari buah pernikahannya dengan mendiang istrinya dahulu kedalam keluarga kami. Dan karena mereka berdua harus bekerja di luar kota, mereka menitipkan Dhita sejak kecil padaku dan Arya disini. Yah meski mereka hanya bisa pulang tiap 2 hingga 3 bulan sekali untuk memastikan kondisi mereka berdua."

"Ah... begitu... Maafkan aku yang terlalu ingin tahu dan malah menyinggung hal yang sensitif."

"Tidak, akulah yang harus minta maaf. kami malah menyinggung permasalahan keluarga kami di depan dirimu."

Pada saat yang sama, aku akhirnya mulai sanggup mengeluarkan beberapa kata-kata setelah menenangkan diri sejenak.

"Itu benar, kamilah yang harus minta maaf padamu Gita."

"Uhm... tidak mengapa, karena mulai saat ini aku akan tinggal disini maka tidak buruk jika harus mengetahui kondisi keluarga tempatku bernaung. Setidaknya aku jadi bisa lebih berhati-hati dalam bersikap."

Kemudian aku sedikit memperbaiki posisiku duduk lalu beralih menatap kakek dengan seksama.

"Baiklah... Aku sudah mulai paham mengenai keputusanmu Kakek. Kamu ingin menjauhkan diriku dari dunia yang juga telah merenggut Ayah. Tapi sekarang aku sudah terlanjur terlibat dengan dunia Praktisi Roh secara tidak sengaja dan menjadi salah satu dari bagiannya. Jadi apa yang akan kau katakan padaku sekarang?"

"Setidaknya saat ini beri tahu aku, setelah menjadi Praktisi Roh dan mengetahui nasib ayahmu karena dunia Praktisi Roh. Kamu akan mencari tahu dan terlibat lebih dalam atau berpaling dan melupakannya?"

Ku alihkan pandanganku dari kakek, lalu perlahan aku beranjak dari tempat duduk ku.

Dan melangkah perlahan menuju jendela kaca pada ruang makan ini.

Aku yang telah berdiri dihadapan jendela itu, menatap kearah luar jendela dan memandangi halaman belakang rumah kami.

Termenung sejenak untuk menimbang apa keputusan yang tepat untuk aku pilih.

Haruskah aku berpaling dari dunia berbahaya yang telah merenggut ayahku, ataukah terlibat lebih dalam dengan dunia yang telah membuat diriku penuh rasa penasaran.

Tapi apa alasanku untuk terlibat lebih dalam? Hanya rasa ingin tahu? Ingin membalas kematian ayah? Atau hanya ingin memiliki kekuatan lebih besar lagi, yang sebelumnya tak pernah aku ketahui?

Diriku benar-benar tak tahu keinginan apa yang sebenarnya dari lubuk hatiku yang paling dalam.

Dalam kesunyian sesaat ini terdengarlah suara jarum jam yang tengah berputar, secara tak sadar aku menoleh pada sumber bunyi itu.

Kupandangi jam itu, lalu dibawahnya terlihat ada beberapa foto keluargaku terpajang disekitarnya. dari foto semasa kecilku, pernikahan orangtuaku hingga foto kenangan berbagai hal yang dilalui keluarga kecil ini hingga saat-saat masa kini.

Aaaaah... Kulebarkan tatapan mataku setelah menyadari apa yang sebenarnya aku inginkan.

Bodohnya diriku kenapa tak segera menyadari hal sesederhana ini.

Dengan masih dalam posisi memunggungi mereka berdua, aku mengutarakan keputusanku.

"Dunia Praktisi Roh telah mengambil Ayah dariku... dari keluarga kita. Dan karenanya dirimu selalu berusaha melindungiku dari dunia berbahaya itu dengan menyembunyikan semua hal yang berkaitan dengannya termasuk mengenai Ayah. Memang sepertinya lebih baik dan aman bagiku tetap jauh dari semua hal itu."

"Hmmmm... Baiklah jika keputusanmu telah bulat, aku akan mencari cara untuk menekan kekuatanmu kembali jadi kamu tak perlu khawatir menge-."

"TAPI..."

Kakek sedikit tersentak ketika aku memotong ucapannya dengan nada yang agak tinggi.

"Aku mungkin akan kehilangan lebih banyak lagi jika aku hanya terus melarikan diri."

BRAAAKKK!!!... Kakek memukul meja cukup keras setelah mendengarnya, Gita jadi terkejut akan hal itu tapi ia tak bisa mengatakan apapun mengenai hal ini.

"APA KAMU MENGERTI APA YANG KAMU KATAKAN ?! Ayahmu yang cukup kuat pada masanya saja dapat kehilangan nyawa dengan mudahnya. Dan dirimu yang masih begitu lemah ini mau ikut campur dalam dunia Praktisi Roh? seharusnya kamu belajar dari masa lalu ayahmu!"

Saat itu aku berbalik menghadap kakek dengan segera, lalu BRAAKKK... Kuhantam tepi jendela dibelakangku dengan kepalan tangan kananku hingga jendela tersebut bergetar.

Membuat kulit tanganku jadi sedikit memerah karena pukulan yang penuh emosi itu.

Dengan menatap tajam kakek yang juga tengah emosi, kuberanikan diri membalas ucapannya.

"Aku ingin cukup kuat... Cukup kuat agar tak perlu kehilangan apapun lagi. Benar hal yang berharga dariku telah terengut. Tapi setelah melihat banyak hal yang telah aku alami malam ini. Meski mencoba menganggapnya tak ada, dunia berbahaya itu masih tetap ada berdampingan dengan hidupku dan juga orang-orang yang berharga bagiku. Jadi aku tak ingin melarikan diri... Aku juga tak ingin kehilangan lagi... Untuk itu akan kulakukan apapun harganya."

Kakek merapatkan giginya, dia terlihat ingin menyangkal keputusanku tapi nampak seperti ia bingung harus membalas bagaimana.

Dengan kesal dia memejamkan matanya bersamaan dengan dirinya yang menundukkan kepala.

"A-aku sudah gagal melindungi putraku sendiri... Aku hanya... Hanya tak ingin kehilangan lagi... Terutama harapan terakhir Putraku."

Ucapan Kakek terdengar cukup penuh dengan nada yang memilukan hati.

Tentu saja begitu, dia harus teringat kembali mengenai kenangan yang begitu pahit ketika seorang Ayah harus kehilangan putranya.

Tapi itu tak akan mengubah keputusanku yang telah bulat ini.

"Aku telah terlanjur bertikai dengan sebuah organisasi yang berbahaya. Ancaman yang telah mengambil Ayah atau sama seperti itu mungkin akan muncul cepat atau lambat. Meskipun Kakek cukup kuat untuk melindungi keluarga kita."

"Maka cukup serahkan semua itu padaku, kamu tak perlu terlibat hal ini lebih jauh."

Mendengar itu aku segera menghampiri Kakek dengan cepat dan meraih kedua bahunya dengan kedua tanganku, lalu kutatap kedua matanya.

"Tapi mau sampai kapan Kakek bisa melindungi kami? Apakah ketika Kakek telah tiada, Kakek tetap bisa melindungi kami?"

Aku sedikit mengoncangkan badan kakek dengan kedua tanganku yang gemetar dan mendekatkan wajahku padanya.

"Jadi tolong biarkan diriku cukup kuat juga untuk melindungi Dhita, Mama bahkan kakek. Janganlah tanggung semuanya sendirian, setidaknya percayalah pada cucumu ini. Karena aku juga ingin melindungi kalian semua."

Mata kakek perlahan mulai berkaca-kaca, ia pun menitikan air matanya setelah melihat kesungguhanku.

"T-tapi tetap saja... Aku tak ingin kamu terjerat lebih dalam lagi dan kehilangan hidupmu."

Aku melepas genggaman tanganku pada pundak kakek.

"Ketika aku mendapatkan kekuatan ini, aku mendengar suara seseorang dalam diriku. Dia menunjukkan hal yang ada dalam diriku ini, sesuatu yang luar biasa dan tak dimiliki orang lain. Dan dia mengucapkan bahwa aku memiliki kekuatan untuk mengubah dunia sekalipun."

"Suara dalam dirimu?"

"Yah... dan itu membuatku sangat yakin bahwa aku akan bisa menjadi cukup kuat untuk menghadapi dunia yang bisa mengancam keluarga kita. Jadi tolong percayakanlah beban kakek pada diriku juga."

Kakek segera terduduk lemas, tapi dalam ekspresi wajahnya terukir sedikit kelegaan.

"Huh... Jadi dia sudah mengatakan hal yang cukup merepotkan ketika ia menemui."

Dia? apa Kakek tahu sesuatu mengenai suara dalam diriku itu?

Namun Kakek malah menatapku seolah ia tahu apa yang ingin kutanyakan.

"Ini belum saatnya kamu tahu lebih banyak, belajarlah menjadi lebih kuat dan pahami tentang dirimu dahulu. Akan kukatakan semuanya ketika kamu sudah cukup pantas untuk mengetahuinya."

"Uh... Aku mengerti."

Tak lama kemudian diriku melirik kearah Gita, aku hampir lupa kalau dia masih berada disini.

"Ah... Gita, kamu jadi mendengar terlalu banyak. Aku harap hal ini tidak mengganggumu."

Gita menggelengkan kepalanya yang berarti dia tidak terganggu dengan hal ini, itu membuatku sedikit lebih lega.

"Tidak mengapa, dan juga Arya..."

"Y-ya ?"

"Aku tahu dirimu cukup kuat setelah melihat semua hal yang kau lakukan, aku juga akan membantumu dan menemanimu selalu untuk menjadi lebih kuat bersama sebagai Praktisi Roh. Kamu pasti dapat memenuhi tujuanmu dengan semua kekuatan milikmu. Aku percaya padamu."

Dia mengakhiri kalimat itu sambil memegang bagian tengah atas dadanya dengan kedua telapak tangannya.

Uwaaa... bagaimana bisa dia mengatakan hal memalukan itu tanpa sungkan.

Sial, bahkan wajahku jadi memerah setelah mendengar pernyataan dirinya.

Aku berusaha menutupinya dengan tanganku ini.

"T-terimakasih Gita."

Gita yang melihat ekspresiku sekarang, justru membuat wajahnya juga ikut mulai merah padam setelah tersadar akan ucapannya barusan, dia lekas menutup wajahnya dengan kedua tangan miliknya.

"H-hwaa... Tolong lupakan yang barusan. Aku tidak tahu kenapa aku mengucapkan hal memalukan itu."

"A-aku tidak m-masalah, aku cukup senang mendengarnya."

Aku membalasnya dengan agak malu-malu juga, suasana pun jadi canggung sekali.

"Ehem... Kalian berdua jangan lupa aku masih disini."

Kami agak tersentak mendengar kakek yang tiba-tiba menyahut, tapi setidaknya suasana jadi sedikit lebih cair.

"Ah... Jadi ada apa kek?"

Aku berusaha mengalihkan topik, untuk menghindari suasana canggung sebelumnya.

"Jadi bisakah kalian berdua ceritakan apa yang terjadi sebelumnya? Sehingga dirimu sampai menjadi seorang Praktisi Roh."

Baiklah, sekarang saatnya bagi diriku untuk meluruskan semua hal ini dan mencari tahu langkah yang harus kuambil selanjutnya dalam dunia Praktisi Roh.

avataravatar
Next chapter