12 Bab 11 - Perjalanan Pulang

Aku dan Gita telah melangkah pergi semakin jauh meninggalkan orang-orang dari organisasi Pengawas Roh itu.

Namun Gita masih saja menarik lenganku dengan begitu eratnya, meski kami sudah berjalan cukup jauh meninggalkan mereka.

Ekspresi yang terukir pada wajahnya juga terlihat agak cemberut, aku tak tahu apa yang telah membuat dirinya sampai sekesal ini.

Apakah disebabkan oleh hal yang dibicarakan antara Gita dengan tuan Lasmana tadi atau mungkin Gita punya masalah pribadi dengan Arsyana, jika melihat dari reaksi dirinya terhadap Arsyana sebelumnya.

Tapi ada hal lain yang aku khawatirkan saat ini, mengenai apa yang tengah kami berdua lakukan sekarang.

Karena dengan kondisi seperti ini, jika ada orang lain yang melihat kami maka entah apa yang akan mereka pikirkan.

Ditambah dengan pakaian kami yang berantakan, kami jadi makin terlihat seperti sepasang kekasih yang habis bertengkar hebat.

"Ah… Anu… Gita, jika seseorang melihat kita yang seperti ini mungkin bisa membuat orang lain salah paham."

"Eh…??!!!"

Dia jadi sedikit tersentak setelah aku mengutarakan isi hatiku, yah mungkin dirinya yang sedang dikendalikan emosi telah membuat dia tak sadar akan hal yang tengah dilakukannya.

Karena dia hanya terfokus dengan hal yang membuatnya kesal saja.

Setelah Gita sadar dengan perbuatan yang sedang ia lakukan, wajahnya jadi mulai memerah padam.

Secara reflek, Gita melepaskan genggaman tangannya dan terdiam sejenak sembari menundukkan kepalanya.

Dengan cukup gugup, kedua telapak tangannya yang sedikit gemetar itu ia gunakan untuk menutupi wajahnya yang menunjukan gelagat kebingungan.

Aku juga jadi tersipu malu setelah melihat reaksi yang ia buat karena kejadian tadi.

Meski begitu, dia jadi terlihat cukup manis dengan cara ia menyikapi hal ini.

Secara reflek diriku mengalihkan arah pandanganku darinya untuk menutupi wajah ku yang mulai sedikit memerah.

Setelah keheningan yang tercipta dalam suasana canggung beberapa saat, Gita perlahan menoleh kearahku masih dengan wajah merah padamnya, dia memainkan kedua jari telunjuknya karena reflek dari rasa malu yang ia rasakan.

"Uhmmmm… maaf, aku nampaknya agak terbawa suasana dan jadi menyeretmu ikut pulang denganku tanpa sadar."

Punggung telapak tangan kananku sedikit kutempelkan pada bibir bagian bawahku, untuk mengurangi rasa gugup ini ketika menjawabnya.

"Ah… T-tidak masalah, kebetulan rumahku juga lewat sini."

"S-syukurlah jika begitu, kalau begitu jika masih searah mari kita pulang bersama."

"Y-ya"

Dalam suasana yang masih canggung, Gita mulai melangkah ringan melanjutkan perjalanan dan begitu pula aku mulai mengikutinya.

Kami berjalan bersama tanpa sepatah katapun, karena masih ada rasa malu antara kami.

Aaah… Ada apa dengan suasana canggung ini?

Mengapa aku tak bisa bersikap lebih normal disampingnya?

Mungkin saja nanti Gita akan salah paham terhadap perilaku yang aku tunjukkan.

Tapi entah mengapa juga pada bagian diriku yang lain justru merasa agak senang dengan hal ini.

Bisa pulang bersama dengan gadis sepertinya sungguh sulit dipercaya, ternyata hal seperti ini bisa menimpa diriku juga.

Beberapa waktu berlalu, namun kami masih saling berdiam diri dan hanya menyusuri jalan berdampingan saja, ditemani dengan hebusan angin malam yang menerpa kami berdua.

Mungkin ada baiknya jika aku mencoba berbasa-basi dahulu untuk memecahkan suasana canggung diantara kami.

"G-Gita... Bolehkah aku bertanya mengenai berbagai hal terkait Praktisi Roh? Setelah bertemu orang-orang seperti mereka dan dirimu. Juga setelah melihat sisi lain dari dunia yang tidak aku ketahui, sungguh membuatku cukup penasaran."

Gita pun perlahan menoleh kepadaku setelah mendengarkan seluruh ucapanku.

"Arya, sebelum itu aku ingin tahu apakah kamu sudah yakin ingin terlibat dengan dunia para Praktisi Roh? Dunia yang penuh orang berbahaya seperti mereka. Kamu harus meninggalkan kehidupan normalmu yang nyaman menuju dunia yang ditentukan oleh kekuatan."

"Yah mau bagaimana pun aku sudah terlanjur terlibat, jadi setidaknya aku harus tahu lebih banyak agar bisa menghadapi masalah yang akan datang nantinya."

Setelah mendengar itu Gita memalingkan pandangannya kedepan lalu memejamkan mata sejenak.

Setelah keputusan ia tentukan dalam keheningan sesaat, Gita pun mulai menjawab pertanyaanku sembari membuka matanya kembali.

"Baiklah jika keputusanmu sudah bulat, aku akan mengajarimu mengenai dunia para Praktisi Roh."

Dengan antusias aku mulai bersiap mendengarkan penjelasan yang akan ia utarakan.

"Kita para praktisi roh adalah manusia maupun ras lain yang mampu memanfaatkan energi roh kita tidak hanya sebagai sumber daya hidup saja, tapi juga untuk bertarung, pengobatan, membuat benda-benda suci, penyegelan, kutukan dan berbagai variasi hal lainnya."

"Jadi begitu, tidak hanya bertarung dan menyembuhkan saja ternyata. Tak kusangka kita bisa melakukan banyak hal dengan energi roh kita."

"Ya, menakjubkan bukan? Tapi masih ada lagi poin utama yang harus kamu mengerti."

"Apakah mengenai tahapan dan tingkatan? sejak pertarungan sebelumnya kalian beberapa kali menyebut mengenai tahapan dan tingkat roh."

"Hmm… kamu cukup tanggap juga. Dunia Praktisi Roh itu memiliki tahapan dan tingkatan dalam membagi kekuatan para Praktisi Roh. Ada tujuh tahapan dan sembilan tingkat pada masing-masing tahapan. Yaitu mulai dari tahap dasar roh, tahap perasa roh, tahap pemahaman roh, tahap penyempurnaan roh, tahap raja roh, tahap pelampau batas roh dan tahap dewa roh. Disetiap tahapan itu terbagi dari tingkat satu hingga sembilan. Lalu mungkin kamu belum mendengar ini, tapi sebenarnya masing-masing tingkatan masih terdiri tiga tingkatan lagi dari tingkat dasar untuk yang baru saja menembus tingkatan, kemudian tingkat menengah, terakhir yaitu tingkat akhir yang sudah siap untuk naik ketingkat berikutnya. Para Praktisi Roh tidak pernah menyebut tingkatan sampai detail karena terlalu panjang untuk disebutkan."

Aku melebarkan mataku ketika mengetahui hal-hal baru yang telah ku dengar ini, terutama fakta bahwa orang-orang yang aku hadapi dan juga termasuk Gita masih berada pada tahapan paling bawah.

Padahal kupikir mereka sudah cukup kuat dengan semua kemampuan itu.

Namun masih ada 6 tahapan lagi yang lebih kuat, aku tidak tahu akan seberapa hebat para Praktisi Roh itu.

"Sungguh mengagetkan kita dan orang-orang yang kita hadapi masih pada tahapan paling bawah. Namun apakah yang membedakan semua tahapan-tahapan itu?"

"Dimulai dari tahap dasar roh yaitu tahap yang baru bisa mengalirkan keluar energi roh melalui jalur dan titik-titik meridian pada tubuh kita. Pada tahapan ini seseorang bisa melepaskan energi roh untuk berbagai serangan dan teknik atau menyebarkan energi roh untuk melapisi dan melindungi sekitar tubuh. Tapi masih berupa energi roh biru mentah yang belum dimanipulasi."

Akupun tanpa sadar memegang daguku dan mulai berpikir.

Energi roh yang belum dimanipulasi ?

Lalu energi roh yang dimanipulasi akan seperti apa nantinya ?

Apa seperti energi roh warna putih tadi yang digunakan Arsyana untuk menyembuhkan rekannya yang terluka.

Energi roh miliknya berwarna putih dan bukan biru, mungkinkah itu energi roh yang telah dimanipulasi.

"Lalu energi roh berwarna putih milik Arsyana tadi yang digunakan untuk menyembuhkan rekannya apakah energi yang sudah dimanipulasi?"

Gita terlihat mengerutkan dahinya dengan ekspresi jengkel ketika aku mulai menyebut nama Arsyana lagi.

Sudah kuduga dia punya masalah pribadi dengan Arsyana, meski begitu Gita tetap menjawab pertanyaanku dengan tenang setelahnya.

"Dia sudah berada pada tahap perasa roh, pada tahap ini para Praktisi Roh sudah sanggup merasakan jenis elemen roh mereka dan mengubah energi roh sesuai elemen rohnya."

"Elemen roh? Maksudmu seperti api, air dan semacamnya."

Gita mengangukkan kepalanya sembari memejamkan mata untuk mengiyakan dugaanku.

Setelahnya ia membuka mata, lalu menatapku kembali untuk melanjutkan penjelasannya.

"Ya itu benar, dan energi roh terbagi menjadi tujuh tipe elemen roh. Yaitu air, tanah, api, udara, petir, cahaya dan kegelapan. Dan Arsyana memiliki energi roh berelemen cahaya."

"Aku paham sekarang… Dan lagi elemen cahaya bisa digunakan untuk menyembuhkan yang berarti setiap elemen punya fungsi sendiri."

"Yup… Akan kujabarkan fungsi tiap elemen. Yang Pertama tipe air, bisa diubah wujud energi rohnya menjadi air. Air dari energi roh bisa memiliki sifat menyembuhkan yang lebih baik dari elemen cahaya karena lebih mudah diserap. Jika untuk bertarung biasanya mereka menciptakan air dari energi rohnya atau memanipulasi air disekitarnya. Cara menyerangnya juga beragam, dari memotong dengan tekanan tinggi, mengurung target dalam penjara air atau pembekuan. Pembekuan juga berbahaya karena bisa memakai es padat untuk menyerang lawan."

"Elemen air sungguh fleksibel ternyata, mereka pasti bisa merangkap berbagai tugas yang diemban."

Gita hanya tersenyum saja dan melanjutkan penjelasannya.

"Ya memang sangat fleksibel, akan tetapi elemen lain juga punya keunggulan sendiri. Yang kedua adalah elemen tanah, bisa memanipulasi tanah disekitar termasuk unsur logam untuk menyerang dan bertahan atau mengubah energi rohnya sendiri jadi berwujud tanah atau logam. Praktisi roh tipe tanah bahkan dapat membuat armor instan untuk melapisi tubuh mereka. Yang ketiga elemen api, energi roh tipe ini dapat mengubah energi rohnya jadi api yang bersifat membakar dan melelehkan dengan suhu tinggi. Serangan dari elemen api adalah yang paling merusak dari elemen lain. Yang keempat adalah elemen udara, bisa digunakan untuk meningkatkan kepekaan pemiliknya, karena dapat menyelaraskan roh dengan udara sekitar. Jika bertarung biasanya mereka menciptakan angin dari energi roh untuk memotong atau mendorong. Mengendalikan udara disekitarnya adalah pilihan lain. Lalu pengendalian angin paling legendaris dalam sejarah adalah pimpinan pengawas roh kedelapan negeri ini. Dia mampu membuat badai yang sangat besar dan memporak-porandakan sebuah kota. Yang kelima adalah elemen petir. Mengubah energi roh menjadi petir sudah pasti, tapi keunggulan lain elemen ini adalah meningkatkan kecepatan reaksi tubuh. Dengan mengalirkan listrik dalam sel tubuh untuk meningkatkan kinerja motorik tubuh. Kecepatan gerak juga jadi meningkatkan sangat drastis."

Aku tak tahu harus bereaksi bagaimana lagi, aku hanya dapat menghela napas saja ketika menelan seluruh informasi ini.

Masing-masing fungsi tiap elemen sungguh luar biasa, juga para Praktisi Roh sangat menakjubkan karena dapat memakai energi roh seperti itu.

Dan lagi masih ada 2 elemen lagi, aku sungguh ingin tahu kelebihannya.

"Hufft… kalian para Praktisi Roh sungguh luar biasa, aku tak bisa membayangkan jika yang aku lawan tadi sudah pada tahap perasa roh. Tunggu, jangan bilang bantuan yang datang tadi dari para Praktisi Roh pada tahap perasa roh."

"Tahap perasa roh itu sudah termasuk Praktisi Roh tingkat menengah. Mereka bukan orang yang bisa sering kau lihat tiap hari, jadi tak usah khawatir, sangat jarang untuk berhadapan dengan mereka ditempat umum."

Gadis ini terlihat berbicara dengan entengnya, yah aku juga tak perlu terlalu khawatir jika dia bisa bersikap santai begini.

Sebaiknya kutanyakan mengenai 2 elemen yang tersisa.

"Lalu bagaimana mengenai elemen cahaya dan kegelapan? semakin lama hal mengenai dunia Praktisi Roh ini makin membuatku penasaran."

"Hmmm… dua elemen ini termasuk langka yang memilikinya, akan tetapi merupakan elemen yang sungguh luar biasa."

"…"

"Untuk elemen cahaya mampu menyembuhkan meski tak sebaik elemen air tapi mampu menghapus efek negatif seperti kutukan. Karena bersikap mensucikan dan memurnikan. Sementara serangannya bertipe memusnahkan yang dilalui dengan sifat panas cahaya. Dan sulit ditepis karena cahaya sangat cepat. Dan terakhir untuk elemen paling langka yaitu elemen kegelapan. Yaitu elemen yang bersifat menelan.  Elemen ini mampu melahap hal apapun termasuk energi roh lain. Jika menelan benda mati atau mahluk hidup maka akan menghapus eksistensi yang dilahapnya. Jika energi roh yang ditelan maka mampu diserap efeknya untuk penggunanya atau menyalin fungsi kekuatannya sesuai jumlah yang diserap kecuali terhadap elemen cahaya. Dan kelebihan lainnya mampu membuat ilusi dan menghapus serta menyamarkan keberadaan. Praktisi Roh elemen kegelapan yang menjadi pembunuh bayaran atau <<assasins>> akan sangat diuntungkan akan fungsinya dan jadi sangat berbahaya dengan kemampuan elemen tersebut."

Ludah aku telan disusul senyuman kecut kemudian.

Aku harap tak  perlu berhadapan dengan orang seperti itu.

Itu penjelasan yang cukup panjang untuk menemani perjalanan pulang kami.

Sayangnya sebentar lagi aku akan sampai rumah, padahal aku masih ingin bersamanya sedikit lagi.

"Ah… Gita, aku sudah hampir sampai rumahku, padahal aku masih ingin dengar kelanjutannya."

"Jangan khawatir, aku akan jelaskan lagi sisanya besok di jam istirahat kantor. Lagipula aku juga hampir sampai ditempat tinggal sementaraku."

"Eh…? K-kamu tinggal didekat rumahku ternyata."

Aku cukup kaget ketika mendengar bahwa dia tinggal disekitarku sekarang.

Tak kusangka kebetulan yang beruntun, seolah tiap hal membuatku makin dekat dengan dirinya.

"Aku baru pindah ke kota ini dan akan tinggal ditempat kenalan keluargaku."

"Ah… Aku mengerti."

Tak lama kami pun sampai di pertigaan komplek perumahan ini.

"Arah rumahku berbelok kesini, j-jadi sampai jumpa Gita."

Aku melambai kecil dengan tanganku padanya setelah mengucapkan salam perpisahan itu.

"Uhm... Aku sebenarnya juga akan berbelok kesini untuk arah tempat tinggalku."

"T-tak kusangka kita masih searah ehe he."

Lalu aku punya pemikiran aneh mengenai hal selanjutnya, tapi kurasa itu tidak mungkin.

Jika itu terjadi aku bakal berguling-guling dikasur nanti karena begitu senangnya.

Akhirnya kami sampai didepan rumahku, selanjutnya aku melangkah menuju pintu depan rumahku.

Setelah berhenti didepan pintu kemudian aku mengetuknya sambil menoleh pada Gita yang terhenti didepan rumahku.

"Um... Gita aku sudah sampai dirumahku, jadi sampai besok… huh?"

Aku melihat reaksi kebingungan Gita, dia malah diam terpaku dengan wajah syok miliknya.

"Anu... Gita, kenapa kamu nampak begitu terkejut?"

"A-a-aah... S-sebenarnya a-aku juga akan tinggal disini."

Dia menunjukkan sikap kaku ketika mencoba menjawab pertanyaan dariku.

Saat itu juga aku pun bersikap sama seperti Gita setelah mendengar jawabannya.

"Eh… HEEEEEEEH ?!!!!"

Apa takdir sedang mempermainkan kami?

Ini sungguh tidak masuk akal dengan semua kebetulan yang terjadi ini.

Kemudian pintu rumahku perlahan terbuka dengan suara deritan khas poros engsel pintu yang berputar, dari balik pintu muncul adik perempuanku yang setinggi bahuku dengan rambut coklat muda berponi dengan kucir kuda kecil dibelakangnya.

"Kakak, selamat datang."

Dia melihatku dengan senyum riangnya seperti biasa.

Namun wajahnya mendadak beralih menjadi syok setelah melihat Gita bersamaku.

Gita melambai kecil pada adikku ini dengan senyum kecut yang ia arahkan pada situasi kami.

Mata adikku mulai berkaca-kaca setelahnya, lalu ia berbalik berlari kedalam rumah sambil berteriak.

"KAKEK !!!! KAKAK SUDAH BERANI BAWA PULANG CEWEK KE RUMAH."

"APA????!!!!"

Suara sahutan kakekku itu terdengar dari sudut rumah.

Aku tak bisa berkata-kata dengan kejadian ini dan aku cuma bisa tersenyum kecut juga untuk menyikapinya.

Pikirkanku tadi jadi kenyataan meski harus menghadapi situasi yang sangat merepotkan sekali.

avataravatar
Next chapter