8 The Gift

Sepulang sekolah Brian dengan sengaja masih tak langsung pulang, dia masih berdiri di depan gerbang sekolah saat ini. Sekolahan sudah mulai sepi karena murid-murid lain sudah pulang tersisa anak-anak yang masih memiliki kegiatan ekstrakulikuler yang masih berkeliaran. Brian berdiri memerhatikan sekelilingnya, sekelebat bayangan dia seperti merasakan juga kehadiran si penghianat atau kegelapan yang mereka cari itu. oleh karenanya, Brian memutuskan mencari tahu dahulu di sini. Seperti yang semua tetua-tetua gambarkan pada mereka. Si penghianat kini memiliki tubuh yang tak sama seperti manusia kebanyakan. Dari informasi yang didapatkan sosok Kegelapan menjual tubuhnya dan bersekutu dengan iblis hingga yang tersisa hanyalah roh milik si penghianat yang bentuknya lebih seperti asap hitam tebal yang melayang di udara.

Brian merasakan kehadiran sosok yang dimaksud itu walau secara langsung tak pernah bertemu bahkan bertatap muka dengan sosok asap itu. Asap yang membalut jiwa si penghianat berbeda dengan asap pada umumnya. Asab ini tidak akan hilang bahkan jika terkena angin sekali pun. Malahan, sosok ini yang akan mengeluarkan angin kencang ketika bertemu. Itu ciri khas dari si penghianat.

Brian berharap dia segera melihat asap hitam itu lagi, agar bisa tau pasti keberadaan sosok Hadiah Tuhan yang mereka cari. Karena kata para ketua pengendali, Hadiah Tuhan mulai diikuti sosok itu, dan ketakutan mereka adalah Hadiah Tuhan itu bisa dengan tiba-tiba hilang dan diculik duluan saat nanti dia berumur tujuh belas tahun. Misi mereka adalah membawa Si hadiah Tuhan buru-buru ke dimensi pengendali. Orang yang disebut hadiah Tuhan itu harus dapat mengendalikan kekuatannya untuk keberlangsungan hidup di bumi manusia. Karena kegelapan akan datang untuk menghancurkan muka bumi dan mengendalikan negeri Caraka jika ramalan witch dari Terra benar-benar terjadi, yaitu hadiah Tuhan akan mati.

Sementara mengwasi situasi di sekitaran sekolah, Brian merasakan sebuah angin kecil di telinganya seperti membisikkan sesuatu. Pikiran Brian tertuju pada dua saudara kembar yang tak lain tak bukan adalah Olivia dan Peter. Namun, saat indera pendengarannya ia tajamkan lagi, suara Peter yang memenuhi telinganya.

"Segera datang ke sebuah jalan raya tak jauh dari sekolahmu. Aku akan menuntun jalanmu kesini. Jangan membantah, kali ini sangat darurat," ucap suara dari angin yang pecah itu.

Brian hanya mendesis, kemudian, angin lain datang lagi dengan embusan yang berbeda dari angin di sekitarnya. Feeling Brian, ini adalah angin yang dikirim Peter. Tanpa bisa menolak, Brian mengikuti embusan angin itu yang menuntunnya ke tempat Peter berada saat ini.

Brian berhenti di sebuah trotoar jalan, dia melihat Peter tengah menggendong seorang gadis di punggungnya dalam keadaan pingsan.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Brian menatap nyalang Peter.

"Tenanglah, aku akan menjelaskan semuanya," jawab Peter. "Kita harus ke tempat yang lebih sepi sekarang," lanjutnya.

Brian mengikuti Peter yang berjalan duluan di depannya. Dia melihat gadis di punggung Peter sangat familiar di ingatan. Bukankah dia gadis yang datang pertama tadi? Batin Brian. Dia sepertinya benar, gadis itu adalah teman sekelasnya yang datang kedua setelah dirinya.

Peter berhenti di sebuah jalan yang cukup sepi. Dia menaruh tubuh Lidya terduduk bersandar pada tembok bangunan di sana. Brian diam menunggu klarifikasi dari Peter.

"Aku mengikutinya semenjak pulang sekolah," mulai Peter. Kata yang dipilih Peter rasanya sangat tidak pas untuk di dengar Brian. Bagaimana tidak, Peter mengikuti seorang gadis saja itu sudah sungguh mencurigakan.

"Kau jangan berpikir buruk dulu padaku. Dengar penjelasanku sampai akhir." Brian hanya menaikkan satu alisnya mendengar itu.

"Aku mengikutinya, karena lagi-lagi merasakan aura si penghianat pada dirinya. Dugaanku benar, ketika secara tiba-tiba waktu dibuat berhenti dengan kemunculan sosok itu. Sebenarnya, aku tidak melihat pasti seperti apa pertemuan gadis ini dan sosok itu, tapi angin masih tetap berembus bahkan ketika detik terhenti. Angin membisikkan apa yang mereka lihat." Sampai di situ Peter menghela napas untuk melihat ekspresi Brian. Brian masih tetap mendengar dengan seksama.

"Ketika semua kembali normal lagi, gadis ini dengan tatatpan kosong berjalan ke tengah jalan raya. Dia hampir saja tertabrak lalu setelahnya pingsan. Aku memasuki semua pikiran orang-orang di sana dan mengatakan bahwa aku keluarga gadis ini. Dan inilah yang terjadi sekarang, aku minta tolong kau membawanya dengan selamat sampai ke rumahnya," tutup Peter.

Brian menolak, "kenapa aku?"

"Dia teman kelasmu."

Brian mendengkus, gadis ini benar-benar teman sekelasnya. "Lalu kau?"

"Aku harus mencari tau sesuatu lagi di sana. Setelah itu kita akan kumpul dan berdiskusi tentang gadis ini. Aku yakin dia adalah Hadiah Tuhan yang dimaksud."

Brian lumayan percaya dengan apa yang Peter katakan walau tak tahu pasti bagaimana kebenaran cerita itu. Akhirnya, Brian mengiyakan permintaan tolong Peter.

"Bagaimana caranya aku mengantarnya? Alamatnya?" tanya Brian.

Peter sedikit berpikir. "Kartu identitas," ucapnya.

Mereka berdua langsung merogoh tas gadis itu, menemukan kartu siswa di tas milik si gadis. Tertulis pemilik kartu bernama Lidya Wilson. Kemudian ada alamat, tanggal lahir, foto dan juga yang lain.

"Angin akan mengantarmu ke alamat ini, kau hanya perlu mengikuti mereka."

Bria mengangguk paham.

Sebelum pergi, Peter menepuk bahu Brian. "Instingku tak salah kali ini," ujarnya dengan senyum miring.

"Ck," decak Brian dan langsung pergi dari sana.

...

Brian menekan bel beberapa kali di depan rumah Lidya. Seorang wanita keluar dari sana dan tiba – tiba langsung teriak kemudian marah – marah.

"Joseph! Lihat anakmu ini. Dia tertidur dan di antar pulang oleh seorang laki-laki," teriak wanita itu. Brian tadi menduga ini adalah ibu tiri Lidya, tapi setelah mengetahui Lidya dipanggil dengan sebutan 'anakmu' sudah pasti dia bukan lah ibu tirinya.

Bagaimana bisa Brian menyimpulkan bahwa wanita itu ibu tiri Lidya? Karena bahkan semua kaum pengendali elemen tahu bahwa ibu Lidya merupakan keturunan dari wanita yang dulu adalah sang penyelamat dari kaum pengendali elemen. Alasan Caraka mengalami kekacauan juga karena hilangnya sosok ibu Lidya dan munculnya si Kegelapan. Mereka semua berasumsi bahwa ibu Lidya sudah meninggal saat ini. Dan, jika Lidya memang benar Hadiah Tuhan yang dimaksud, maka dia adalah keturunan terakhir dari pengendali elemen langka saat ini. Ketua bahkan sesepuh – sesepuh di negeri para pengendali elemen tidak tahu persis seperti apa elemen langka yang dimaksud karena peperangan itu terjadi sudah seribu tahun yang lalu. Hanya desas – desus masyarakat yang berkata bahwa elemen langka ini memiliki potensi yang sangat besar dan kekuatan yang tak tertandingi.

Seorang laki – laki tua tak lama menyusul keluar akibat teriakan wanita di hadapannya. Dia pasti laki – laki yang bernama Joseph itu. "Lydia? Kau apakan anakku!" sentak Joseph pada Brian. Dia langsung mengambil alih anaknya dari punggung Brian.

"Dia hampir saja kecelakaan," ucap Brian sesuai yang dikatakan Peter.

Joseph membelalak. "Bisakah kau menunggu di dalam dan menceritakan apa yang terjadi pada Lidya?" pinta Joseph melembut. Brian hanya mengangguk.

Joseph membawa Lidya ke kamarnya, agak lama Brian menunggu, setelah itu Joseph turun menemui Brian lagi. Brian pikir mungkin Joseph memperhatikan anaknya dulu sebelum menemuinya lagi. Pasti, Joseph merasa khawatir pada Lidya. "Maria, tolong buatkan minuman untuk anak ini," perintah Joseph. Brian hanya diam saja.

"Siapa namamu, Nak?" tanya Joseph.

"Brian," jawab Brian singkat.

"Kenapa Lidya bisa pulang dalam keadaan pingsan?" kali ini nada suara Joseph sarat akan rasa khawatir.

Belum sempat Brian menjawab, wanita yang bernama Maria itu keluar membawakan Brian minuman dingin. Brian mengucap terima kasih pada wanita itu. Namun, dari wajahnya Brian melihat ketidaksukaan Maria pada kehadirannya saat ini.

"Dia hampir tertabrak mobil." Dan Brian menceritakan bagaimana dia menemukan Lidya di tengah jalan dan mengantarnya ke sini. Sudah pasti, versi cerita yang Brian buat jauh berbeda dengan yang Peter alami. Brian mengatakan saat pulang sekolah karena kebetulan satu arah, Brian melihat Lidya yang berjalan kaki sendiri. Kemudian, tiba-tiba saja Lidya berjalan ke tengah jalan raya dan hampir saja tertabarak sebuah mobil. Sangat klise dan cukup membuat yakin Joseph.

"Apa kau teman sekelas Lidya?"

Brian mengangguk.

Setelahnya, Brian hendak pamit untuk pulang. Sebelum pulang, Joseph hendak memberikan beberapa lembar uang sebagai ucapan terimakasih, tapi Brian tolak. Saat dia pulang itu juga, Joseph tak berhenti mengucapkan rasa terima kasihnya.

...

Saat Brian sampai di rumah kontrak yang mereka sewa sementara ini, keempat orang temannya sudah menunggu Brian di ruang tengah. Ketika Brian membuka pintu rumah, seketika semua menoleh ke arahnya. Brian menatap keempat temannya itu dengan penuh tanya.

"Kau tidak jeli sama sekali!" bentak Clara tiba – tiba.

Brian merasa bingung mendengar bentakan itu.

"Biasanya kau yang paling ahli menemukan seseorang. Kenapa bisa dia dalam bahaya?" lanjut Clara lagi.

Brian menggaruk tengkuknya. "Aku rasa dia membuat tameng pada jiwanya. Aku tidak merasakan dia berasal dari kaum yang sama dengan kita," ujar Brian ketika mengerti maksud Clara.

Sepertinya, Peter sudah menceritakan apa yang terjadi hari ini pada keempat temannya.

"Lalu, kenapa bisa dia diikuti sosok kegelapan itu jika dia memiliki tameng dalam jiwanya?" tanya Oliv.

Alex yang sedari tadi diam tiba – tiba mengeluarkan suara, "karena sebentar lagi dia berusia tujuh belas tahun."

Mereka semua langsung mengerti.

"Kita tak bisa merasakan keberadaannya hingga tameng itu hilang sepenuhnya, sosok kegelapan lebih dulu mengetahui keberadaan gadis itu karena kekuatannya saat ini jauh lebih besar setelah membuat perjanjian dengan iblis," lanjut Peter.

Semua menyetujui hal itu.

"Jadi, kita harus membuat rencana. Jangan muncul di hadapannya secara bersamaan. Kita bisa muncul satu per satu untuk berkenalan dengannya. Agar saat kita semua menemuinya dia tidak akan kaget dan merasa ketakutan. Selama itu juga, kita harus sebisa mungkin melindunginya. Kita akan bergantian terkecuali di sekolah, Brian akan menjaganya," usul Clara.

Lagi-lagi mereka semua setuju. Mereka mulai menyusun rencana untuk bertemu dengan Lidya tanpa membuatnya curiga.

avataravatar
Next chapter