1 Nightmare

"Karena si Hadiah Tuhan telah mati meninggalkan pendosanya."

Byurr!

Gadis itu terlonjak kaget ketika dengan tiba-tiba siraman air menyapu bersih wajahnya. Membangunkannya dari sebuah mimpi aneh yang terakhir indera pendengarannya tangkap sebelum wanita di hadapannya itu mulai melakukan aksinya pagi hari ini. Napas gadis itu terlihat sedikit terengah karena air yang wanita itu siram mengalir masuk ke dalam liang hidungnya. Aish! Sialan, wanita gila! batin gadis itu, mulai memaki ketika sudah masuk pada ambang sadarnya.

"Hei! Anak manja, bangun cepat!" perintah si wanita pada gadis itu dengan nada suara yang cukup tinggi. Raut si gadis terlihat muak seketika.

"Ya, aku sudah bangun." Gadis itu memposisikan dirinya menjadi duduk kemudian.

"Ini hari Minggu dan bisa-bisanya kau masih asik dengan mimpimu anak manja," ujar wanita itu lagi.

"Ck." Gadis itu tersenyum menyeringai dengan muka bantalnya. "Hoamm." Gadis itu menguap keras. Dia sengaja melakukannya di hadapan wanita tua ini.

"Anak kurang ajar! Akan kulaporkan kau pada Ayahmu itu."

Seperti sudah biasa mendapat gertakan seperti itu, gadis ini lagi-lagi hanya tersenyum meremehkan. "Laporkan saja," gumamnya pelan.

Wanita tua itu menarik keras rambutnya. "Lydia! Apa kau tuli? Cepat bangun dan bereskan rumah ini!" teriaknya dengan nada suara yang amat tinggi. Seakan-akan pita suara wanita tua ini tak akan copot walau berteriak sekeras apapun.

Lydia menepis tangan wanita itu pada rambutnya. "Aku harap aku tuli saja," jawab Lydia. Gadis itu, Lydia Wilson akhirnya bangkit dari tempat tidurya dengan rasa malas. Lydia lalu segera menuju ke kamar mandinya untuk berbenah diri.

"Anak kurang ajar!" Lydia sempat mendengar umpatan Maria sebelum ibu tirinya itu keluar dengan membanting pintu kamarnya sangat keras.

...

Setelah selesai mandi dan berpakaian rapi, Lydia kini tengah menyiapkan keperluannya untuk pergi ke luar berjalan-jalan dan menghabiskan weekend-nya dengan santai. Dia sedang tak ingin menuruti perintah Maria untuk bersih-bersih rumah. Biarkan saja, Maria terus menggerutu satu hari ini.

Bergegas, Lydia turun ke lantai bawah rumahnya. Lydia menenteng sepatu kets putih di tangan kanan dan tas kecil di tangan kiri. Lydia menoleh keadaan sekitar rumahnya. Dia tak melihat adanya keberadaan Maria di ruang tamu maupun dapur. Asumsi Lydia adalah Maria mungkin saja berada di kamar. Alhasil, dia segera berjalan cepat menuju ke pintu depan.

Baru akan memakai sepatu, teriakan keras dari ibu tirinya itu sudah melengking di udara, "LYDIA, MAU KEMANA KAU ANAK KURANG AJAR?!"

Lydia menggaruk kupignya dan menoleh ke belakang, ke arah ibu tirinya itu. Dia lalu tersenyum dan melambaikan tangan ke depan tanpa beban. "Aku ingin menghabiskan weekend-ku tanpa gangguan darimu. Selamat tinggal, sampai nanti," ujar Lydia. Dia tetap melambai sembari berlari menuju jalan raya.

Maria yang tersulut emosi, melemparkan sebuah hiasan bunga di hadapannya pada pintu tempat Lydia tadi. "Anak kurang ajar, berani-beraninya kau pergi seperti ini," gerutu Maria tak tertahan.

Sedangkan, Lydia kini tengah tertawa geli membayangkan raut betapa kesalnya Maria akibat ulahnya sekarang. Lydia tak ambil pusing, dia ingin bebas melakukan apapun satu hari ini. Urusan Maria akan memarahinya atau memukulnya, nanti saja dia pikirkan kalau sudah ingin pulang ke rumah setelah seharian menghabiskan waktu.

...

Lydia pergi tanpa tujuan sebenarnya, alhasil dia memutuskan untuk bersantai di taman dulu sembari memikirkan kegiatan apa yang akan dia lakukan. Jalan-jalan? Hunting makanan? Atau bermain wahana seru?

Lydia duduk di salah satu kursi taman tepat dengan pemandangan air mancur yang terbilang cukup unik. Dimana, di sekeliling air mancur itu keluar asap putih yang memberi kesan seperti berada di kawah. Lydia memandang lurus ke depan. Pikirannya malah melayang, bukannya memikirkan kegiatan yang asik dilakukan hari ini, dia malah memikirkan kehidupannya yang menyedihkan bersama wanita iblis itu.

Wanita tua bernama Maria yang saat ini bergelar Nyonya Wilson sekaligus merangkap menjadi ibu tirinya sejak Lydia berumur tiga belas tahun. Terhitung, sudah hampir empat tahun rumah yang dulu tenang itu menjadi seperti neraka bagi Lydia semenjak kehadiran Maria.

Ayah Lydia, Joseph Wilson menikah lagi setelah sekian lama menjadi seorang duda. Ibu kandung Lydia telah meninggal saat dia dilahirkan. Lydia tahu cerita itu pun dari Joseph. Namun, Lydia tak benar-benar tahu pasti bagaimana sosok ibu kandungnya. Fotonya tak ada, Joseph tak pernah menunjukkannya pada Lydia. Joseph bilang, foto ibunya hilang semenjak mereka pindah rumah karena kehilangan sosok ibu Lydia. Namun, entah kebenarannya seperti apa, Lydia memilih mempercayai apa yang dikatakan Joseph saja. Sosok ibu bagi Lydia diibaratkan seperti warna abu-abu, antara benar-benar nyata atau tidak.

Maria? Di kepala Lydia, Maria adalah sosok wanita yang berhati iblis. Tidak nampak seperti sosok ibu yang banyak diceritakan orang-orang, dimana ibu itu penyayang, penyabar, bahkan sangat perhatian. Jika saja kehidupan yang Lydia jalani ini merupakan film atau buku dan Lydia menjadi tokoh baik, maka mungkin saja Lydia tengah tertindas hari ini karena menjadi babu wanita tua itu. Namun, kehidupannya tidak boleh seperti itu, Lydia masih memiliki mulut untuk membangkang. Sesekali, tak ingin dibebani segala macam pekerjaan yang bukan tugasnya tidak lah salah sama sekali.

Apakah, Lydia juga harus mengurusi anak-anak Maria yang masih kecil itu? sedangkan Maria hanya enak-enakkan tidur dan melakukan perawatan wajahnya. Lydia sangat benci hal semena-mena yang dilakukan Maria. Lydia sudah mencoba melapor pada Ayahnya, tapi Joseph sepertinya sudah dibutakan cinta dengan wanita iblis itu.

Lydia menghela napas, memikirkan kehidupan dan kerumitan itu membuatnya pusing sendiri. Harusnya jika sudah di luar seperti ini dia bisa bersenang-senang. Lolos seharian dari teriakan maut wanita iblis itu merupakan pencapaian yang terbilang tak mudah.

Lydia akhirnya memutuskan untuk memikirkan kembali kegiatan yang harus dia lakukan nanti. Lydia masih terus menatap air mancur dihadapannya. Namun, semakin diperhatikan rasanya seperti ada yang salah dari air mancur itu. Jidatnya mengkerut tatkala melihat semakin anehnya air mancur di hadapannya ini.

Asap yang tadinya putih berubah warna menjadi abu-abu lalu berubah lagi hingga berwarna hitam pekat. Lydia menautkan alisnya, terlalu heran. Apa ini, memang konsep air mancur itu?

Lydia mencoba mengucek matanya beberapa kali, tapi dia tidak salah lihat. Asap hitam itu tidak hilang, malah semakin bertambah banyak.

Lydia menoleh ke sekitarnya, kenapa tidak ada orang sama sekali? Rasanya tadi taman ini cukup ramai, namun mendadak hanya Lydia yang ada di sini. Lydia hendak beranjak dari tempat itu. Namun, terhenti ketika melihat air mancur tadi tiba-tiba saja mati. Terhisap oleh asap hitam itu hingga mengering. Seakan dari tadi tak ada air sama sekali di sana.

"Demi Tuhan." Lydia melotot tak percaya. Asap hitam di hadapannya, berubah menjadi sosok berjubah hitam dengan senyum menyeringai lebar. Garis mulutnya terlentang hingga kuping. Sosok itu terlihat sangat menyeramkan.

Jantung Lydia berdegup kencang tatkala sosok itu terbang melintas menembus dirinya. Hembusan angin teramat kencang ketika sosok itu berlalu lalang. Rambut Lydia sudah terurai berantakan. Lydia sudah akan lari tapi kakinya terasa sangat berat.

Sosok itu tanpa aba-aba muncul hanya sejengkal dari wajah Lydia. Tepat di depan mataya, sosok itu tersenyum lebar hingga wajahnya nampak seperti terbelah dua.

Lydia merasakan tubuhnya lumpuh seketika, dia tak bisa menggerakkan saraf-sarafnya sama sekali. Satu hal yang bisa Lydia lakukan hanyalah menangis. Namun, air matanya lagi-lagi tertahan sampai di pelupuk mata saja. Satu kedipan saja air mata itu akan terus merembes, tapi kedip pun tak bisa Lydia lakukan. Matanya terbuka begitu saja. Pangdangannya sedikit mengabur.

Sosok hitam yang tadi dia lihat menjentikkan jarinya, seperti sihir muncul sebuah api kecil di tangannya. Fokus mata Lydia tiba-tiba teralihkan pada api kecil itu. Darimana datangnya, Lydia melihat sebuah visualisasi dalam api itu. Visualisasi seorang wanita—entah siapa—tersiksa dengan panasnya api di sekelilingnya. Semakin terlihat jelas, kepala Lydia semakin merasakan pusing yang luar biasa. Entah darimana juga, Lydia seperti mendengar rintihan-rintihan suara meminta tolong dalam kepalanya.

Tiba-tiba, tanah tempat Lydia pijaki retak. Retakan itu, terbelah menjadi dua bagian pelan-pelan. Lydia berusaha menggerakkan tubuhnya tapi lagi-lagi tak bisa. Dengan sangat cepat, tanah itu ambruk ke bawah. Lydia yang berada di atasnya seketika merasakan jatuh dalam lubang yang sangat dalam. Ruhnya seperti terbang keluar dari dalam tubuh Lydia, karena yang dia rasakan seperti jatuh terlalu cepat. Seperti pada wahan roller coaster, Lydia merasakan baru saja dibawa ke tempat tinggi dan diluncurkan ke bawah dengan kecepatan di atas normal.

Apa seperti ini yang namanya kematian? Lydia tanpa sadar menutup matanya. Air mata yang tadinya tertampung sudah merembes keluar tanpa henti. Lydia membayangkan, bagaimana akhir dari jatuhnya dia saat ini. Apakah, isi kepalanya akan keluar karena membentur batuan. Atau tubuhnya hangus tak bersisa karena di bawah nanti ada sebuah kawah api.

Namun, tubuhnya tiba-tiba saja terbentur sebuah permukaan datar.

Bruk!

Lydia hanya terbentur pelan tanpa rasa sakit yang dia bayangkan. Apa seperti ini yang namanya kematin? Lydia membuka matanya tapi tempat itu terlalu gelap. Tak ada cahaya apapun yang masuk. Lydia kembali terisak tanpa henti.

Tiba-tiba, Lydia merasa seseorang menyentuh pundaknya. Karena sangat takut dan kaget, Lydia berteriak seperti orang kesetanan. "AAAAA!!!"

"Aku takut, tolong keluarkan aku dari sini," lirihnya kemudian.

"HAHAHAHAH,"gema tawa itu terpantul dalam tempat ini. Lydia merasa pening luar biasa karena suara tawa bariton itu terus berputar di telinganya dan membuat sakit. Lydia, merasakan suara itu sangat familier di telinganya. Rasanya dia pernah mendengar suara sosok itu.

Suara tawa itu seketika berhenti. Hening beberapa detik sampai tiba-tiba sosok itu berbicara lagi.

"Halo the light. Sebentar lagi adalah waktu yang sangat aku tunggu. Sweet seventeenmu sayang. Tak sabar merayakan hari kematianmu ini. Dia, pendahulumu telah kusingkirkan. Negeri itu sebentar lagi akan berada di tanganku. Mereka, spertinya terlambat menemukanmu. Ramalan bodoh itu tak mengungkapkan jati dirimu sebenarnya. Dan sepertinya, aku menang dalam pertempuran kali ini. Karena dengan membunuhmu akan sangat mudah bagiku," suara bariton itu menggema lagi-lagi.

"Aku sangat senang menemukanmu lebih cepat kali ini. The light terakhir yang ada, aku akan terus memperhatikan dirimu. Karena si Hadiah Tuhan telah mati meninggalkan pendosanya," lanjut suara itu.

Deg!

Setelah kalimat itu, Lydia merasakan pusing yang luar biasa lagi-lagi. Namun, kali ini disertai rasa mual secara bersamaan. Perutnya bergejolak ketika diriya tertarik ke sebuah lubang lagi. Kini, Lydia merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Semakin tertarik ke dalam lubang itu, tulang-tulangnya sepeti hendak diremukkan pelan-pelan. Rasa mualnya juga semakin parah. Lydia rasanya ingin mengeluarkan semua isi perutnya sekarang juga.

"AKHHH!" Lydia berteriak keras ketika merasa tulangnya dipatahkan dalam sekali hentak. Dirinya langsung terhisap oleh lubang tak kasat mata itu.

Lydia merasa seperti sedang dibawa melintas waktu. Dia melihat wanita yang sama dalam bola api. Wanita itu menangis dan meminta pertolongan terus menerus. Kemudian, Lydia melihat sebuah tempat yang dia tak tau itu dimana terbakar hangus. Banyak darah menggenang dimana-mana. Lydia semakin ditarik mundur lagi. Lydia melihat wanita dalam bola api mengeluarkan cahayanya bersama ribuan orang lainnya yang dapat mengendalikan air, tanah, api, dan udara. Lydia terus memperhatikan itu, hingga dengan tiba-tiba dia terjatuh lagi ke dalam lubang hitam.

Bruk!

Rasa sakit di sekujur tubuh Lydia perlahan menghilang. Malah, Lydia tidak merasakan tubuhnya sama sekali. Semua gerakannya mati rasa. Lydia kembali mengalami lumpuh mendadak. Tidak ada satu pun anggota tubuh yang bisa dia gerakan sama seperti awal dia bertemu sosok gelap itu. Lydia menatap kosong gelap di sekelilingnya dan merasa di bawa kembali ke memori-memori saat Lydia masih sangat kecil.

Lydia melihat dirinya yang berusia sekitar tiga tahun bermain bersama seorang wanita dalam bola api itu. tapi, Lydia tak ingat apakah dia benar-benar pernah bertemu wanita itu. kemudian, ada memori-memori lain ketika Lydia bertemu wanita itu. namun, Lydia sama sekali bingung, dia merasa tak pernah bertemu wanita itu. kemana hilangnya memori dengan wanita itu?

Hal itu terus berputar, hingga tiba-tiba semuanya menjadi gelap lagi. Lydia tertidur kembali. Di kepalanya sempat terlintas sebuah nama sebelum kesadarannya benar-benar hilang. The Dark From North. Sang Kegelapan dari Negeri Utara. Dia, sosok yang muncul dalam mimpi Lydia semalam.

avataravatar
Next chapter