12 Anjing Peliharaan

Hari kedua, kini giliran dua bersaudara Oliv dan Peter yang berganti menjaga Lydia. Sebenarnya, mereka sebelumnya sepakat untuk pergi sendiri - sendiri, tapi itu akan sangat aneh dan mencurigakan mengingat wajah keduanya hampir seratus persen mirip. Oleh karena itu, keduanya kini tengah berada di kompleks perumahan Lydia, berpura - pura sedang mencari anjing peliharaan mereka yang hilang.

"Peter, apa Lydia belum juga muncul?" Oliv menghembuskan napas gusar karena sudah menunggu dari beberapa jam lalu.

Peter mengangguk. " Aku jadi khawatir. Apa batalkan saja rencana ini dan kita cari dia saja?"

Oliv sedikit berpikir, sejujurnya dia juga merasakan hal yang sama dengan apa yang Peter rasakan. "Tapi, itu berarti hari ini kita akan gagal muncul di hadapannya?"

"Hmm," gumam Peter.

Lagi - lagi Oliv mengembuskan napasnya. "Aku rasa, tameng yang kemarin dibuat Alex masih cukup untuk melindunginya."

Peter menoleh seketika. "Tameng itu belum sempurna, Oliv. C'mon, itu bisa saja hancur kapan saja. Hanya ada elemen tanah di dalam tameng itu. Dan, untuk menyempurnakannya, kau tahu kan butuh keempat elemen di tubuhnya," ucap Peter menggebu - gebu.

Oliv menatap pasrah. Ya, dia tahu untuk menyempurnakan tameng yang mereka buat butuh keempat elemen dasar di dalamnya. Cara membuat tameng itu pun mereka harus bersentuhan langsung dengan orang yang akan ditamengi. Tapi, jika mereka tak bertemu Lydia, sia - sia saja mereka harus menunggu di sini dari tadi selama berjam - jam lamanya.

Keduanya akhirnya memilih diam untuk beberapa saat. Langit sudah hampir gelap, dua bersaudara yang sedang lesehan di samping jalan ini menatap langit yang berwarna jingga itu dengan tatapan menerawang.

Olivia iseng mengumpulkan angin dan membentu sebuah topan kecil tepat di atasnya dan membuat menari - nari menyapu wajahnya. Dia terkikik sendiri kala merasakan geli dari sapuan angin - angin yang dia ciptakan.

"Aku harap, kita segera balik ke sana," tunjuk Oliv ke arah langit.

Peter menatap saudara kembarnya itu yang merangkap menjadi adik kandungnya. "Sebentar lagi, aku juga merasa kita sudah terlalu lama di Bumi."

Oliv tersenyum tanpa alasan. Dia menatap Peter setelahnya. "Caraka jauh lebih indah daripada di bumi."

Peter mengangguk setuju, mengiyakan apa yang saudarinya katakan. Caraka, negeri mereka dimana seluruh pengendali elemen bersatu jauh lebih indah daripada seluruh tempat di bumi.

"Oliv, itu dia." Peter melihat Lidya berjalan ke arah mereka di depan sana. Oliv menoleh, matanya melirik ke arah tempat Lidya muncul. "Cepat, kau harus berpura - pura menangis."

Olivia mengangguk, dia meneteskan sedikit air pada matanya menciptakan air mata tipuan. Sedangkan Peter kini menciptakan raut wajah cemas dan kebingungan.

Saat Lidya melewati keduanya, Lidya merasakan perasaan kasihan pada dua orang itu tanpa sebab. Peter yang sengaja menyabotase perasaan Lidya dengan angin buatan Peter sebenarnya.

"Hey, maaf aku mengganggu. Tapi, kalau boleh tahu kenapa kalian berdua terlihat sedih dan kebingungan seperti itu?" tanya Lidya. Dia kepalang kasihan, kali - kali mereka butuh bantuan. Apalagi, Lidya tak pernah melihat dua orang itu sebelumnya di kompleks perumahannya.

Dan, alangkah terkejutnya Lidya ketika keduanya menoleh secara bersamaan ke arahnya. Wajah mereka sangat persis, Lidya cukup kaget mengingat dia tak pernah melihat anak kembar lain selain Deril dan Ceryl, kedua adiknya. Bedanya, Deril dan Ceryl memiliki wajah yang berbeda. Namun, di hadapannya dua manusia ini memiliki wajah yang sangat persis hampir 100%.

"Anjing peliharaan kami hilang. Seseorang mengatakan dia melihat anjing kami berlari ke arah sini," jawab Oliv.

Oke, Lydia kini mengerti. Walau tak memiliki hewan peliharaan, Lydia tahu seberapa sedihnya orang - orang yang kehilangan peliharaannya. Bahkan, Lydia juga tahu orang yang menyukai hewan akan sangat menyayanginya seperti keluarga mereka sendiri.

"Kalian sudah mencari ke seluruh tempat?" Lydia sepertinya mulai tertarik untuk membantu kedua bersaudara ini. Dilihat dari pertanyaan itu sepertinya akan menjurus ke arah bantuan yang akan diberikan.

Oliv mengangguk. Daritadi Peter hanya mengamati interaksi kedua orang ini. Dirinya mencari momentum yang tepat untuk bersentuhan langsung dengan Lydia. Peter jadi penasaran, cara apa yang digunakan Alex kemarin sehingga dengan mudahnya dia memasang tameng untuk Lydia.

"Iya, aku dan Kakakku sudah mencarinya sedaritadi," balas Oliv.

Lydia semakin merasa kasihan saja. " Aku bantu cari, ya," tawar Lydia.

Oliv seketika tersenyum sumringah. "Ya, kalau kau tak keberatan. Aku mohon bantuanmu," ungkap Oliv.

Lydia tersenyum juga. "Aku akan membantu," ucap Lydia.

Olivia memperlihatkan foto anjing mereka yang hilang itu, setelahnya Lydia langsung bergerak membantu mencari anjing itu.

Oliv menoleh ke Peter, dia tersenyum. Mereka seperti sedang bertelepati mengatakan, 'ya, misi kita berhasil.'

...

Langit sudah berubah menjadi benar - benar gelap. Mereka menghentikan pencarian anjing itu yang sebenarnya memang benar - benar tidak ada. Foto anjing itu, hanyalah foto asal yang mereka ambil dari salah satu halaman majalah saat sedang berpikir cara apa yang akan Oliv dan Peter gunakan untuk menemui Lydia.

"Sepertinya, kita sudahi saja pencariannya," ucap Peter.

Oliv mengangguk pasrah. Sedangkan Lydia menatap sedih pada Oliv. Dia seperti merasakan apa yang Oliv rasakan kini.

"Terimakasih, em ...." Oliv pura - pura tak tahu nama Lydia.

"Lydia, panggil aku Lydia," ujar Lydia. Setelah dia sadar, ternyata mereka bahkan belum berkenalan sama sekali tadi.

"Terimakasih, Lydia," ulang Olivia.

Lydia mengangguk, dia menepuk - nepuk punggung Oliv.

"Aku Olivia," ucap Oliv. Lydia manggut - manggut.

"Ya, Olivia. Aku turut sedih dengan hilangnya anjingmu," tuturnya.

Oliv mengangguk.

Peter maju ke arah Lydia kemudian. "Terimakasih Lydia, sudah mau membantu adikku. Dia sangat sedih mengetahui anjing peliharaan kami kabur tadi." 

"Ya, sama - sama. Aku tahu dia akan sangat sedih."

"Aku Peter." Peter menyodorkan tangannya ke depan bermaksud menjabat tangan Lydia.

Lydia yang melihat sodoran tangan Peter langsung menerima jabatan tangan itu.

"Kalian berdua tinggal dimana?" tanya Lidya penasaran.

"Kami tinggal di kompleks sebelah," jawab Peter.

Lidya ber-oh ria.

"Yasudah, kami balik dulu. Terimakasih sekali lagi," ucap Peter.

Setelahnya, Lidya langsung berjalan pulang saat itu juga.

...

"Auranya terlihat sangat berbeda ya." Olivia memilin ujung rambutnya sambil selonjoran di rerumputan.

"Benar," balas Peter yang tak beda jauh posisinya saat ini dengan Oliv.

"Aku jadi penasaran, gift apa yang dia punya hingga hanya dia yang bisa menyelamatkan Caraka."

Peter ikut berpikir. "Bukankah, elemen miliknya adalah yang terlangka dan mungkin hanya dia keturunan terakhir dari pengendali elemen itu."

Oliv mengangguk, masuk akal.

"Apa besok kau tak menemani Clara? Aku cukup ragu dia menunggu sendirian," tanya Peter.

"Kita lihat besok saja," jawab Oliv.

"Sebaiknya kau temani dia dari jauh," tambah Peter.

"Kau meragukan kemampuan Clara? Hahaha, bahkan dia lebih hebat darimu. Dia bisa mengatasi masalahnya sendiri dengan lebih baik dibanding kau," ejek Oliv.

Peter mendengkus. "Ya, ya, ya, terserah kau. Aku memang lemah dibanding siapapun." Peter bangkit dari posisi tidurnya sekarang. Dia berjalan menjauhi Oliv.

Oliv langsung menoleh dan ikut bangkit. "Hey! Peter. Kau mau kemana?"

"Jaga saja sendiri di sini, aku lemah tak bisa menemanimu," jawab Peter.

Olivia tertawa, "hahahaha, dasar! Kau seperti anak kecil saja sukanya ngambekan."

Peter tak memperdulikan perkataan Oliv.

"Hey! Peter. Kembali ke sini, jangan seperti anak kecil."

Namun, Peter tetap berjalan lurus tanpa memperdulikan Olivia sama sekali.

avataravatar