webnovel

The Secret

Brukk

Seketika suasana khitmad upacara mendadak ricuh. Seorang gadis tergeletak dengan muka yang pucat. Gadis itu pingsan.

Tim kesehatan sekolah segera membopong gadis itu menuju UKS. Mereka membawa tandu dengan tergopoh gopoh. Upacara tetap dilanjutkan seperti tidak ada yang terjadi. Mereka sudah maklum dengan kejadian ini. Gadis itu termasuk 'langganan' jika upacara hari Senin berlangsung. Setidaknya 1-2 kali sebulan gadis itu pasti pingsan ketika upacara.

Fanya Annabelle Alyson. Gadis yang baru saja dibawa ke UKS. Gadis yang mengidap penyakit kepribadian ganda atau biasa dikenal dengan sebutan bipolar. Setidaknya itu yang diyakini sebagian besar siswa yang bersekolah di SMA Galaxy.

"Miringkan kepalanya" ucap salah satu anggota ekskul PMR, temannya yang mendengar langsung saja menuruti perintah. Mereka segera melonggarkan pakaian gadis itu dan memberi ruang agar orang yang pingsan mendapatkan cukup udara. Selain itu, kakinya juga diangkat agar aliran darah kembali ke otak yang dapat membuat pasien cepat sadar. Salah satu anggota PMR, mengolesi tangan dan kaki Fanya dengan minyak kayu putih. Teknik diatas biasa dilakukan jika ada orang yang pingsan. Jika tidak ada minyak kayu putih, bisa juga dengan bawang putih.

"Ayo keluar" ucap Clara, salah satu anggota PMR

"Gak ditungguin nih? Nanti kalo dia siuman gimana" respon Nita, anggota PMR juga.

"Gak usah, udah ayo buruan, sebelum dia sadar" Clara menarik temannya keluar, di belakang mengikuti anggota PMR yang lain.

"Why? Kok ga ditungguin sih?" Tanya Nita yang masih kepo, mereka berjalan di lorong menuju ke lapangan, untuk kembali berjaga.

"Ituu.. si Fanya.. anaknya emang rada aneh, gue pernah nungguin dia pas pingsan, eh pas udah siuman dia main nyelonong keluar aja, trus besoknya dia bilang ke gue kalo dia pingsan jangan ditungguin pake muka datar, kayaknya emang bener sih kata orang orang kalo dia bipolar" jelas Clara.

"Bipolar?" Tanya Nita mengerutkan alisnya, tidak mengerti dengan istilah yang baru ia dengar, maklum, ia masih baru di ekskul PMR.

"Kepribadian ganda, tiba tiba ramah, tiba tiba dingin, kayak gitu sih intinya" Nita manggut manggut mendengar jawaban Clara. Nita merupakan siswa baru di SMA Galaxy, ia juga cukup sering mendengar nama Fanya yang sering dibicarakan orang orang tapi ia tidak pernah tahu orangnya yang mana. Sekarang Nita mengerti mengapa orang orang sering membicarakan Fanya. Fanya termasuk siswi yang cantik, tidak, mungkin menurut Nita, Fanya adalah siswi yang paling cantik di SMA Galaxy. Jika saja Fanya tidak memiliki kelainan bipolar, mungkin ia akan menjadi lebih populer. Begitu pikir Nita.

Di UKS, Fanya masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Padahal, upacara hari Senin tinggal 5 menit lagi selesai. UKS terdiri dari 6 bilik yang setiap bilik di batasi oleh tirai. Fanya berada di bilik 2.

Upacara selesai, pasukan dapat dibubarkan

Suara MC upacara menggema, menandakan berakhirnya upacara.

Srett

Suara tirai ditarik oleh seseorang. Laki laki itu menguap, terbangun dari tidurnya karena suara pengumuman berakhirnya upacara. Ia mengucek ngucek matanya, mencoba mengumpulkan kesadaran. Tidak seperti Fanya yang 'langganan' pingsan, laki laki itu tidur di UKS untuk menghindari upacara.

Zey Anelio Mahesa. Laki laki yang belum sepenuhnya sadar. Cukup lama, Zey terdiam melihat seorang gadis yang sedang tertidur pulas, begitu pikirnya. Lalu, matanya beralih pada sebungkus roti dan secangkir teh yang ada di atas meja.

"Oi, bangun, upacara udah selesai, gue tahu kok lo pura pura tidur" Zey menghampiri gadis itu, mengguncang guncang badan Fanya, namun tak ada respon yang didapatkannya.

"Kalo lo gak bangun, gue makan ya rotinya, hehe" Zey menatap Fanya dan roti bergantian, "Oke fix, rotinya gue makan" langsung saja Zey memakan roti tersebut tanpa persetujuan pemiliknya.

Saat Zey asyik dengan kegiatan mengunyahnya, Fanya terbangun, badannya tersentak dan langsung duduk, wajahnya pucat pasi. Sedetik kemudian, ia terisak lalu menangis keras. Zey yang tidak tahu apa apa, langsung panik.

"Eh, eh, kok lo nangis? Apa karna gue makan roti punya lo?" Fanya terkejut, ia tak sadar jika ada orang di sebelahnya. Langsung saja ia berlari keluar, meninggalkan Zey dengan segala pikiran yang berkecamuk di kepalanya.

🍁🍁🍁

Fanya menutup pintu toilet dengan tergesa gesa. Ia membasuh mukanya yang pucat, lalu mengeringkannya dengan tisu. Tangannya bergetar, ia berkeringat dingin. Apa penyakitnya baru saja kambuh? Bagaimana ini? Bagaimana jika kakaknya tahu? Begitu banyak kekhawatiran yang dirasakan oleh Fanya.

Suasana di toilet sepi, hanya ada dirinya seorang, syukurlah, setidaknya ia bisa menenangkan dirinya.

Fanya menatap dirinya yang memantul di cermin. Tangannya menelusuri setiap bagian dari wajahnya. Ia cantik, ah, jika saja ia tidak memiliki penyakit, pasti akan lebih baik.

Ia memang tidak memiliki teman, ia lebih suka sendiri, menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri. Setidaknya, ia tidak akan kehilangan apapun atau pun tidak membuat orang merasa sedih jika suatu saat ia pergi.

Setelah cukup tenang, Fanya keluar dari toilet. Koridor sekolah sepi, sepertinya jam PBM telah dimulai sejak tadi. Entah berapa menit ia berada di dalam toilet untuk menenangkan dirinya.

"Darimana saja kamu Fanya Annabelle Alyson?" Begitu Fanya memasuki kelasnya, ia langsung disuguhi pertanyaan seperti itu.

"Tadi saya habis dari toilet,bu"

"Ya sudah, langsung ke tempat duduk"

Fanya langsung berjalan ke arah tempat duduknya di sudut kelas paling belakang. Karena jumlah siswa di kelasnya ganjil, maka ada satu orang yang tidak punya pasangan, dan itu dirinya.

"Makanya kalo punya penyakit tuh diobatin, bukan malah ngerepotin orang mulu"

Fanya sudah biasa mendengar kalimat semacam itu dari temannya. Ia hanya menunduk, pura pura tidak mendengar.

Ketika jam istirahat, Fanya dihampiri oleh teman sekelasnya yang berpesan bahwa Buk Meli ingin menemuinya di ruang konseling. Sekarang, ia sedang dalam perjalanan menuju ruang konseling, memikirkan apa yang ingin dibicarakan guru BK nya tersebut.

Sepanjang lorong, banyak siswa yang menatapnya aneh, seolah ia berbeda. Fanya hanya berjalan menunduk, menyembunyikan wajahnya yang hampir menangis. Padahal ia sering mendapatkan perlakuan seperti ini namun rasanya tetap menyakitkan.

"Permisi bu, apa ibu memanggil saya?" Fanya masuk setelah mengetuk pintu ruang konseling, "oh iya, Fanya ya, silakan duduk, nak"

"Jadi ibu ingin membicarakan sesuatu sama kamu, seperti yang Fanya tahu kalau banyak sekali siswa yang membicarakan kamu, jadi ibuk ingin kamu terbuka kepada ibuk. Apa kamu punya masalah di rumah?"

Fanya menggeleng, tidak tahu ingin menjawab apa. Terlalu banyak masalah. Terlalu banyak rahasia yang dimilikinya. Sesi konseling berlangsung sekitar 30 menit. Fanya hanya menggangguk atau menggeleng sebagai respon. Ia memilih diam, memutuskan untuk menyimpan rahasianya seorang diri.

Next chapter