webnovel

Penemuan Saksi

Eve memasuki ruang pesta dengan raut wajah ceria. Bibirnya sudah mengulas senyum lebar, merasa jika penampilannya kali ini sudah sempurna karena Eve yang sudah memperbaiki riasan. Dengan tenang, dia melangkahkan kaki, menyusuri gedung pesta dan mengamati sekitar. Tujuannya kali ini hanya satu, menemukan Kenzo dan merayu pria tersebut. Dia yakin, sekuat apapun Kenzo menjauhinya, pria tersebut akan tetap takluk jika dia terus menggodanya.

Sayangnya, sepanjang perjalanan, Eve tidak melihat Kenzo sama sekali. Bahkan, manik matanya sudah menyusuri setiap sudut ruangan, berharap bisa menemukan sosok sang kekasih. Namun, hasilnya tetap saja sama. Dia tidak melihat Kenzo dimanapun, membuat Eve menghentikan pencarian dan mengerutkan kening dalam.

Dia kemana, batin Eve dengan penuh tanya. Pasalnya, Kenzo tidak mengatakan apapun dengannya, membuat Eve tidak tahu pergi kemana pria tersebut.

"Kamu mencari Kenzo, Eve?"

Eve yang mendengar suara tersebut langsung mengalihkan pandangan, menatap ke asal suara. Rasanya penasaran dengan seseorang yang tiba-tiba saja menyela, tetapi saat mengetahuinya, Eve langsung mendesah kasar dan berdecak kecil.

"Untuk apa kamu ke sini, Kevin?" tanya Eve dengan raut wajah tidak bersahabat.

Namun, Kevin yang melihat reaksi Eve kali ini langsung tertawa kecil dan mendesah kasar. "Aku juga mendapat undangan, Eve. Jadi, aku ke sini," jawab Kevin dengan tenang. Tangannya meraih gelas di dekatnya, mengambil gelas berisi jus dan meneguknya.

Eve yang mendengar hanya diam, merasa tidak penting sama sekali dengan urusan Kevin. Dia juga tadinya hanya bertanya asal, tidak benar-benar membutuhkan jawaban. Kali ini, pikirannya kembali fokus dengan para tamu undangan, tetap mencari Kenzo di antara puluhan tamu yang datang. Hingga dia mendesah kasar dan memasang raut wajah masam.

Kemana kamu, Kenzo? Kenapa kamu malah meninggalkan aku disini, batin Eve dengan tangan mengepal dan rahang mengeras. Rasanya begitu kesal karena pria yang memintanya datang ke pesta malah tidak bertanggung jawab. Ditambah Kenzo yang menyuruhnya datang dengan Arkan, semakin membuat Eve ingin sekali mengamuk dan marah saat ini juga.

"Kalau aku boleh menebak, Kenzo masih tidak menganggap kamu sebagai calon tunangannya," celetuk Kevin, tepat sasaran.

Namun, Eve yang mendengar hanya diam. Tidak mungkin dia mengakui jika selama ini Kenzo masih tidak menganggapnya. Dia tidak ingin Kevin, pria yang sempat ditolaknya menertawakan dirinya. Ya, dia memang menolak Kevin yang jelas mencintainya daripada Kenzo yang malah sedang diperjuangkan.

"Aku rasa kamu tidak perlu menutupinya, Eve. Aku tahu, kamu pasti ditinggalkan Kenzo di sini, kan?" Kevin kembali menebak dan mengulas senyum sinis, menaikan sebelah bibir dengan tatapan mengejek.

Eve semakin kesal ketika mendengar ejekan yang Kevin katakan. Dia mulai melangkahkan kaki dan berniat pergi. Pasalnya, sejak tadi Kevin terus menyindir dirinya, membuat Eve merasa kesal dan tidak terima. Sayangnya, baru saja kakinya melangkah, Kevin sudah meraih pergelangan tangannya dan menggenggam erat, membuat Eve langsung menatap dengan raut wajah tidak bersahabat.

"Lepaskan, Kevin. Aku tidak mau kalau Kenzo salah paham dengan kita," ucap Eve dengan tegas dan penuh penekanan.

"Kamu tidak perlu takut dengan itu, Eve. Kenzo tidak akan mungkin salah paham dengan kita," sahut Kevin dengan sebelah bibir terangkat dan menatap Eve lekat. "Karena Kenzo sudah tidak ada di sini. Dia sudah pergi dengan adiknya," imbuh Kevin.

Eve yang mendengar langsung terdiam dengan tangan mengepal. Jadi, Kenzo masih tetap bersama dengan wanita murahan itu? Sial. Kenapa Gisel tidak bertemu dengan yang lainnya saja, batin Eve dengan emosi yang siap meledak.

***

"Ahh," desah Gisel ketika mencapai puncak. Tubuhnya begitu lemah, membuat dia yang berada di atas tubuh Kenzo langsung ambruk dan menimpa tubuh sang kakak dengan napas tersengal. Dia bahkan langsung memejamkan mata, tidak peduli dengan pusaka Kenzo yang masih bersarang.

Kenzo yang merasakan tubuh Gisel menimpa dirinya langsung mendekap lembut dan memiringkan tubuh, membuat Gisel langsung berada di sebelahnya. Wanita tersebut juga langsung membalas dekapan sang kakak, mengabaikan jika pria tersebut akan marah dengannya. ditambah dengan Gisel yang mendekatkan tubuh dan meletakan kepala di dada bidang Kenzo, mencari kenyamanan untuknya memejamkan mata.

"Sebenarnya apa yang kamu makan sampai seperti ini, Gisel?" tanya Kenzo, terdengar begitu datar.

Gisel yang sejak tadi memejamkan mata mulai membukanya dan menatap ke arah Kenzo. Dia mulai menggelengkan kepala, tidak tahu apa yang membuatnya seperti kali ini. Dia bahkan merasa malu karena begitu liar saat melakukan hubungan dengan Kenzo, tidak seperti biasanya.

"Kamu tahu, ada obat perangsang di makanan yang kamu makan?" tanya Kenzo kembali, menatap tajam dan juga dingin.

"Apa? Obat perangsang?" Gisel yang mendengar langsung membelalakan kedua mata lebar, tidak menyangka jika ada yang memberikannya obat semacam itu.

"Jadi, coba ingat apa saja yang kamu makan selama di pesta," ucap Kenzo dengan tegas.

Gisel yang mendengar kembali diam. Dia masih memikirkan, apa saja yang masuk ke mulutnya ketika berada di pesta. Namun, selama di sana dia hanya berdiri di sebelah Kenzo, tidak melakukan apapun. jangankan mengambil makanan di meja, dia bahkan tidak berani berkutik saat itu. Hingga dia teringat sesuatu, membuatnya menatap ke arah Kenzo dengan kedua mata melebar.

"Ada seorang pelayan yang memberiku minum," ucap Gisel. Dia yakin, hanya itu yang masuk ke dalam tubuhnya.

Kenzo membuka mulut dan siap mengatakan sesuatu, tetapi terhenti karena dering ponselnya berbunyi. Dengan tenang, dia mulai melepas sebelah tangan dan meraih ponsel di dekatnya. Saat melihat nama Arkan, dia langsung bangkit dan duduk, bersandar dengan kepala ranjang.

"Halo, Arkan," sapa Kenzo, berubah menjadi begitu serius.

"Halo, Tuan. Pelakunya sudah tertangkap," ucap Arkan dari seberang.

Kenzo yang mendengar langsung menaikan sebelah bibir, menunjukkan senyum setan yang membuat Gisel merinding. Dia tahu, jika sang kakak menunjukkan ekspresi seperti kali ini, itu menandakan akan ada hal berbahaya yang dilakukan Kenzo. Membayangkan saja sudah membuat Gisel menelan saliva pelan.

Astaga, jangan katakan aku akan menjadi korbannya lagi, batin Gisel dengan penuh harap. Tubuhnya sudah benar-benar lemah, tidak bisa jika dia harus kembali melayani nafsu bejat sang kakak.

"Kalau begitu, kamu tunggu aku di sana," ucap Kenzo dengan serius. Dia langsung mematikan panggilan dan meletakan ponsel di nakas. Dengan cepat, dia turun dan meraih pakaian yang bercer.

"Kakak mau kemana?" tanya Gisel, merasa penasaran karena Kenzo yang terlihat begitu terburu-buru.

Kenzo yang sudah selesai menatap ke arah Gisel dan mendesah kasar. "AKu ada urusan yang harus diselesaikan. Jadi, aku peringatkan dengan kamu, Gisel. Jangan keluar kamar, jangan buka pintu meski ada yang mengetuk. Siapapun itu, jangan buka. Ini kamar Arkan. Hanya aku dan Arkan yang memiliki akses untuk masuk, tapi aku yakin Arkan tidak akan datang ke sini malam ini," tegas Kenzo dengan raut wajah serius.

Gisel yang mendengar hanya menganggukkan kepala, menurut dengan apa yang Kenzo katakan. hingga pria tersebut keluar, membuat Gisel mendesah kasar.

Astaga, sebenarnya apa yang terjadi, batin Gisel, merasa tidak tenang.

***

Next chapter