webnovel

Telur-telur

Anjir sampai kapan, nih, kita dijemur begini?" Juliet mendengus kesal. Gadis dengan rambut dikuncir menatap sekilas matahari pagi itu yang sudah bersinar terik. Dia menuduk lalu menatap jam tangannya. Padahal baru jam sembilan tapi panasnya sudah luar biasa. "Padahal udah hampir satu jam, lho. Apa mereka pingin kita jadi ikan asin?"

"Ssstt. Jangan berisik, Jul. Nanti mereka denger suara lo." Di sampingnya, Layla berbisik memperingatkan. Dia tahu, dia dan Juliet memang berbaris di barisan tengah. Tapi, siapa yang tahu mungkin orang-orang di depan itu memiliki telinga super, dan mereka akan langsung kena skor dihari pertama masuk sekolah. Kan itu sama sekali tidak lucu.

Walau tak bisa Layla pungkiri cuaca ini membuatnya kepanasan banget dan juga membuatnya kepingin pingsan dia harus menahannya. Kalau dia pingsan sekarang entah apa yang terjadi selanjutnya. Layla malas banget jadi bahan tontonan. Setidaknya tunggu sampai ada yang pingsan duluan.

"Lah, bodoamat emangnya kenapa kalau mereka denger." Juliet menyahut tak peduli. Dia memperhatikan depannya dengan benar-benar kesal sampai rasanya pingin menangis. Di depan kepala sekolah tengah memberi penyambutan dengan berpidato tentang sekolah dan pentingnya masa orientasi dengan penuh semangat. "Gue kira sekolah elit gak bakal ngadain acara MPLS begini. Ternyata sama aja, anjir."

"Teori dari mana tuh. Semua sekolah juga pastilah ada masa orientasi." Layla tak habis pikir. Dia melirik temannya itu heran. "Makanya masuk sekolah inter, dong. Atau home schooling sekalian, bokap lo, kan, sultan," lanjutnya salty.

"Sultan palalu kotak." Juliet mendengus. "Ya seenggaknya diadain di auditorium kek atau kemana kek yang ada ac-nya." Dia menatap sekumpulan panitia yang berdiri rapi di samping kepala sekolah yang sedang berpidato bersama guru-guru pembimbing. "Yah... Tapi, gapapa lah... banyak cogan disini. Sumpah, gue harus tahan, deh."

Layla berdecak.

Dia kembali fokus sepenuhnya ke depan. Entah sejak kapan jantungnya berdebar. Mungkin sejak dia mengikuti tes masuk atau mendapatkan surat yang terkirim dari email dan surat resmi yang diantarkan dari pos seminggu yang lalu. Dia sama sekali tak percaya saat itu. Rasanya seperti mimpi.

Namun, ya, dia dan Juliet. Kedua sahabat itu sekarang berbaris diantara puluhan murid baru lainnya di lapangan super luas SMA Sky. Berbeda dengan Juliet yang katanya pada awalnya terpaksa-karena-orang-tuanya-ngotot-untuk-menjadikannya-anak-sukses-dan-teladan, (tapi akhirnya dia gak lagi terpaksa karena tahu kalau sekolah ini banyak cowok gantengnya dan mottonya tahun ini dapet pacar cogan), Layla merasa sangat sangat sangat beruntung menjadi salah satu dari sekian banyak murid baru itu. Sangat beruntung bisa memasuki sekolah yang dia impikan. Ya, ini adalah sekolah impiannya.

SMA Sky. Salah satu sekolah favorit di ibukota ini. Sudah hampir seratus tahun sekolah akademi ini berdiri. SMA ini terus mempertahankan kredibilitasnya menjadi yang terbaik dengan akreditasi A dan telah banyak melahirkan lulusan yang sukses. Dengan ditunjang berbagai fasilitas sekolah yang mumpuni dan sistem pembelajaran yang jenius lagi efisien.

Dan tentu saja walaupun sekolah ini memang bisa dibilang sekolah swasta yang menargetkan kaum menengah keatas. Mereka juga selalu memberikan dan menerima murid beasiswa setiap tahun. Tentu pada siswa-siswi jenius yang tak hanya dalam akademik tapi juga luar akademik, dan tak bisa dipungkiri memanglah hanya anak-anak berotak encerlah yang hanya bisa memasuki sekolah ini. Layla adalah salah satunya.

Entahlah. Layla belum tau. Tapi, mungkin dialah satu-satunya murid beasiswa tahun ini.

Jangan tanyakan soal Juliet. Dia bukan murid beasiswa sepertinya. Ayahnya itu seorang pengusaha ayam goreng dan memiliki cabang-cabang yang sekarang mulai perlahan menyebar di seluruh Indonesia. Jadi, bisa disimpulkan Juliet adalah anak holang kaya. Oh, dan jangan tanyakan lagi bagaimana Si Kaya dan Si Misqueen ini bisa bersahabat dan menjadi tak terpisahkan begini. Karena akan sangat panjang kalau diceritakan.

Pukul setengah sepuluh akhirnya pidato panjang kali lebar itu selesai. Seberkas cahaya terlihat menghiasi wajah murid-murid baru, kentara sekali merasa lega. Namun, sepertinya mereka salah. Karena setelah sambutan kepala sekolah, seorang siswi perempuan yang sepertinya Sang Ketua Panitia melangkah ke depan mic untuk menggantikannya berbicara.

Berbeda dengan murid laki-laki yang terlihat sumringah seakan tiba-tiba kilat kebahagiaan menyambar mereka di siang bolong saat menatap panitia yang cantik dan terlihat kawaii, murid perempuan terlihat semakin mendung.

"Biasanya kalau ketua panitianya cewek pasti ngomongnya bertele-tele. Dilama-lamain." Seseorang bergumam di samping Layla.

Layla dan Juliet mengangguk setuju dalam hati. Mereka merasa terwakilkan, dan mungkin seluruh murid perempuan merasa begitu. Mereka tak seperti murid cowok yang rela menjadi masokis demi cewek cantik. Tapi, entahlah kalau cowok ganteng bagi Juliet.

Ketua Panitia mengedarkan pandangannya ke murid-murid baru dengan senyum lebar. Entah mengapa Layla merasa merinding oleh senyum itu dan bahkan Layla tiba-tiba bisa melihat dua buah tanduk imajinasi mencuat dari kepala itu.

"Selamat Pagi!" ujar Semangat Ketua MPLS membuka pidatonya. Tak hanya wajahnya yang imut suaranya juga imut dan tentu saja dengan senyuman itu masih terpajang di wajahnya yang cantik.

"SELAMAT PAGI!" jawab serentak seluruh murid yang berada di lapangan itu. Sebenarnya suara anak cowoklah yang terdengar sukarela semangat.

"Selamat pagi palalu kotak." Juliet mengerutu sebal setelah akhir teriakannya yang ogah-ogahan.

"Wah... kalian semangat sekali, ya. Murid tahun ini memang berbeda." Dia kembali mengedarkan pandangannya ke seluruh wajah di depannya. Dan ketika matanya bertemu dengan mata Layla jantung Layla seperti mau copot. Senyumannya semakin melebar. "Pertama-tama perkenalkan nama Kakak adalah Elethea Risdafa Kusuma. Panggil saja Kak Elethea. Seperti yang kalian tahu, Kakak adalah Ketua Panitia MPLS tahun ini..."

"Elethea Kusuma yang itu? Cucu Ketua yayasan sekolah?"

"Kayaknya iyadeh."

"Gila... pantesan dia keliatan seenaknya begitu. Jangan sampai kita nyengol tuh senior. Belum juga netes kita bakal koid duluan."

Perhatian Layla terpecah seketika pada beberapa anak terdengar berbisik di depan Layla. Nah. Firasat Layla tak pernah salah, kan? Sepertinya dia juga harus sebisa mungkin gak terlibat dengan senior itu. Masa MPLS ini Layla harus cukup hormati, dengarkan, dan turuti saja apa-apa yang senior-senior itu perintahkan. Dia akan menghabiskan masa SMAnya dengan tenang, tentram dan asri.

"... Hmm... Sepertinya sudah semakin panas. Jadi, Kakak akan mempersingkatnya saja. Kalian sudah tahu apa-apa saja materi selama MPLS yang sudah ada di buku panduan yang kalian terima."

Dan materi ketiga setelah poin pertama yaitu pengisian formulir oleh orang tua dan poin kedua pengenalan lingkungan sekolah adalah pengenalan siswa.

"Pengenalan Siswa akan dimulai dengan mandiri. Kalian tahukan maksud Kakak? Perkenalan Siswa pertama adalah kalian harus mencatat seluruh urutan tenaga pendidik sekolah mulai dari kepala sekolah hingga satpam sekolah dan petugas kebersihan dan menulis nama, pangkat dan beserta membubuhkan tanda tangannya satu persatu..."

"Hah Satpam?"

"Petugas kebersihan?"

"For real? Gue gak tiba-tiba budeg gara-gara terlalu lama kepanasan, 'kan?"

Terdengar bisik-bisik lagi, lebih tepatnya keluhan. Kali ini entah dari mana. Layla mulai pening. Mungkin semua murid baru sekarang mulai berbisik.

"... kalian gak salah denger kok. Satpam dan petugas kebersihan juga termasuk tenaga pendidik. Siapa yang melindungi kalian dan menjaga sekolah kalian kalau bukan Satpam dan petugas kebersihan adalah yang membuat kalian nyaman dalam belajar karena lingkungan yang bersih..."

Sekarang Layla yakin kalau Elethea memiliki telinga super.

"Ini termasuk perploncoan bukan, sih?" tanya Juliet geram.

"Entahlah," jawab Layla lemas. Dia menyesal tak pingsan tadi. Sekarang sudah terlambat, 'kan?

"... lalu dilanjutkan dengan nama dan tanda tangan Kakak-kakak panitia sekalian. Waktunya terbatas, ya... Hanya sampai jam makan siang karena setelahnya bakal dilanjut dengan kegiatan di gymnasium untuk perkenalan ekstrakulikuler."

Yah. Senior bernama Elethea itu sepertinya benar-benar ingin menghabisi mereka.

🍦

Elethea tersenyum lebar untuk mengakhiri pidatonya. Hm. Sebenarnya tak bisa disebut sebagai pidato. Ini lebih seperti... apa ya? Hmm... sapaan? Ya. Sebuah sapaan.

"Seneng banget kayaknya, nih, cewek..." Dominic tersenyum miring melihat kelakuan teman sepermainannya itu. Dilihat dari sisi manapun cewek bertubuh loli itu bahkan terlihat sangat menikmatinya. Murid baru tahun ini benar-benar tak beruntung.

"Ahahaha... Seneng dong... Murid baru keliatan nurut-nurut aja kek gitu. Polos-polos banget, imut banget tau," ujar Elethea dengan mata berbinar-binar. Seperti bocah yang memiliki sebuah mainan baru.

"Jenius si ide lo buat bikin acara penyambutan di lapangan sekolah. Baru tahun ini lho. Hahaha."

"Iya, 'kan?" Elethea menyangga dagunya sambil menerawang dan senyum lebar. "Soalnya gue kepikiran aja. Di auditorium udah biasa. Murid baru itu pertama-tama harus menghirup udara segar, dan liat pemandangan asri lingkungan sekolah kita, 'kan? Dan~ berfotosintesis."

"Nyahaha. Sumpah lucu banget." Dominic terbahak keras. "Lo bahkan sempet-sempetnya ngusulin poin ketiga di buku panduan."

Seseorang menaruh strawberry smoothies di atas meja.

"Hadeh." Yuri bergabung, duduk di kursi depan Elethea. "Yang penting jangan keterlaluan ajalah... Ntar pada tiba-tiba ngacir. Belum jadi murid sah udah out duluan."

Mereka sedang duduk di kafetaria. Karena sekarang masih jam pelajaran, suasana kafetaria terlihat sepi. Hanya beberapa panitia dan beberapa murid.

Elethea mengerucutkan bibirnya. "Gak bakalan... Gue baik begini. Keterlaluan apanya..."

"Eh, Yuri, yang namanya murid baru itu harus dididik dengan serius. Mereka harus tau mereka itu di Sky Academy School. Bukan sekolah main-main. Mereka bukan lagi murid SMP yang menye-menye. Ini waktunya buat telur-telur itu menetas, dan melihat dunia kita. Mereka tentu berhak memilih, tapi mereka harus tahu aturan di sini," oceh Dominic sok bijak. Dia tercengir lebar. "Kasta."

Yuri mengernyitkan alisnya.

Nih, cowok suka banget jadi profokator. "Iya, El, lo baik banget kok. Yang lo lakuin udah bener, lanjutkan. Gue akan selalu ngedukung apapun yang lo lakuin itu."

"Apasih. Dominic gajelas banget deh"

Walau berbeda pandangan tentang pendidikan di sekolah ini. Dominic Arumi dan Elethea Kusuma ini sama-sama merupakan maniak. Tak heran mengapa mereka bisa berteman dekat.

Yuri mengelengkan kepalanya pada dua manusia di depannya itu. Mereka benar-benar butuh pengobatan. Yuri menarik sedotannya hendak meminum smoothiesnya. Namun, Elethea merebutnya dengan cepat. Meminumnya hingga habis.

Begitulah salah satu sifat Elethea Kusuma. Putri tunggal dari keluarga Kusuma sekaligus Sang Pewaris Utama. Dia sangat menyukai hal-hal yang menurutnya imut dan menarik. Sebagai cowok yang pernah menarik perhatian Elethea, Yuri merasa kasihan pada murid-murid baru itu sekarang.

Lalu, yang perlu mereka ketahui, mereka tentu saja harus tahu aturannya. Mereka tidak hanya akan berperang dengan Elethea Risdafa Kusuma. Karena di sekolah kapitalis ini uang di atas segalanya, kekuasan dan sistem hierarki strata tertinggi. Lagipula murid-murid baru itu harus memilih; menjadi Rakyat Jelata, Bangsawan, atau Raja. Mereka akan menjadi pemburu atau hewan buruan itu. Dan siapapun yang bertahan di akhir dialah pemenangnya.

Next chapter