Di halaman sebuah hotel berbintang yang ada di salah satu kota kecil di Jawa Timur, terlihat seorang gadis berlari-lari kecil menuju hotel.
"Kampret! Kenapa harus hujan sih," gerutu gadis bersweater hitam itu sambil mengangkat tas di atas kepala, berharap gerimis yang membasahi halaman hotel tersebut tak ikut membasahi kepalanya.
Dan ketika ia memasuki hotel …
"Brugh! Isshh …" desis gadis itu saat tak sengaja menabrak seseorang.
"Hei, hati-hati dong!" teriak orang yang baru saja tertabrak oleh gadis tersebut.
"Maaf," ujar gadis itu sambil menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.
Lalu …
"Ji!" panggil seseorang dari arah lain.
Gadis itu pun langsung menoleh mencari asal suara tersebut.
"Jiya aku di sini," ucap seorang gadis lain sambil melambaikan tangannya.
Ya! Jiya adalah nama gadis cantik bersweater hitam kita, gadis cantik nan gokil yang akan menjadi pemeran utama wanita di cerita 'Skandal Jepit Mr.Presdir' ini.
"Di mana dia?" tanya Jiya sambil mendekat ke arah temannya itu.
"Dia ada di kamar nomor 318," sahut teman Jiya tersebut.
"Ayo," ujar Jiya sambil menarik tangan temannya tersebut.
Mereka pun berjalan dengan cepat meninggalkan tempat tersebut.
"Kamu yakin kalau itu dia?" tanya Jiya sambil terus melangkah bersama temannya tersebut.
"Yakin banget, aku bahkan sudah mengawasi dia dari tadi," sahut temannya tanpa ragu.
Jiya lalu terdiam sesaat. "Lalu kenapa kamu bisa ada di sini," tanyanya yang penasaran pada temannya itu.
"Itu ceritanya panjang, tapi intinya aku ke sini untuk memesankan kamar hotel untuk satu keluarga," jelas teman Jiya tersebut.
"Hemm," gumam Jiya sambil manggut-manggut, percaya dengan temannya itu karena memang itu pekerjaan temannya tersebut.
Dan setelah berjalan lebih dari sepuluh menit, akhirnya mereka pun sampai di depan sebuah kamar dengan nomor 318.
"Nin, kamu yakin ini kamarnya?" tanya Jiya sambil menatap ke arah temannya tersebut.
"Sangat yakin," sahut Nindy— teman Jiya
Jiya pun menghela napas panjang lalu kembali menatap Nindy. "Kalau begitu kamu yang ketuk," ujar Jiya dengan tenang.
"Kok aku?" tanya Nindy dengan ekspresi aneh.
"Sudahlah cepat," ucap Jiya sambil menepuk pundak Nindy seolah sedang memberi semangat.
"Dasar kamu tuh, yang calon istrinya itu aku apa kamu," gerutu Nindy lalu mengetuk pintu kamar hotel itu seperti yang Jiya inginkan.
Tok-Tok-Tok! Ketukan di pintu itu cukup keras karena Nindy yang sudah kesal sedari tadi memikirkan sahabatnya yang diselingkuhi.
Lalu …
"Siapa sih gak sopan banget," ucap seorang wanita yang dengan santai membuka pintu kamar tersebut.
Mata wanita itu dan Nindy pun saling beradu, mereka pun sama-sama terkejut.
"Kamu—" ujar Nindy yang tak meneruskan kalimatnya ketika Jiya dengan cepat menendang pintu kamar hotel tersebut.
BRAKK! Pintu itu pun terbuka lebar hingga membuat wanita yang ada di dalam kamar tersebut terpental dan terduduk di lantai.
"Kamu!" ucap Jiya yang juga terkejut ketika masuk ke dalam kamar tersebut, karena ia mengenal dengan jelas siapa wanita yang sedang terduduk di lantai sambil memegangi handuk di tubuhnya itu.
"Mbak," sahut wanita itu sambil menatap Jiya tak kalah terkejut.
Lalu Jiya pun mengalihkan pandangannya ke arah laki-laki yang sedang memakai handuk kecil untuk menutupi bagian bawahnya di dekat ranjang kamar tersebut.
"Jadi kamu selingkuh dengan dia?" tanya Jiya sambil mendekat ke arah laki-laki yang masih sibuk membetulkan handuknya itu.
"A-aku khilaf, aku—"
"Ck," Jiya berdecak menghina, "bagian mana yang terlihat khilaf?" tanya Jiya sambil menarik handuk yang melilit di pinggang calon suaminya tersebut.
"Kamu …."
PLAKK! Sebuah tamparan menggema di ruangan tersebut.
Mata Jiya dan calon suaminya pun saling beradu sesaat, lalu sebuah senyum tipis muncul dari bibir Jiya.
"Cuhh!" Jiya pun meludah dengan santai ke lantai kamar hotel tersebut sambil memegangi pipinya yang terasa panas.
"Jadi ini aslinya kamu," ucap Jiya dengan sebuah senyum hambar di wajahnya. "Nin, ambil bukti!" perintah Jiya tanpa menatap ke arah Nindy sedikit pun.
Dan Nindy yang mendengar hal itu, ia pun dengan cepat mengambil beberapa foto dengan ponselnya seperti yang diperintahkan oleh Jiya.
"Jangan!" teriak wanita yang tadi terjatuh sambil mencoba merebut ponsel milik Nindy.
"Dasar wanita tak tahu malu!" teriak Nindy sambil mendorong wanita tersebut hingga kembali terjatuh.
Laki-laki yang ada di depan Jiya pun langsung merebut kembali handuk yang ada di tangan Jiya dan memakainya dengan cepat.
"Dasar wanita tak tahu diri," ujar laki-laki tersebut sambil menatap tajam ke arah Jiya.
"Aku tak tahu diri," geram Jiya sambil memicingkan matanya. "Otak kamu di dengkul?," imbuhnya dengan tatapan menghina.
"Mbak jangan nyalahin Mas Hendra, ini semua aku yang salah," ucap wanita itu sambil berjalan mendekat ke arah Jiya dan laki-laki tersebut terlihat mencoba menengahi.
Jiya pun menatap sinis ke arah wanita tersebut. "Sherly … Sherly, kamu itu murahan sekali," ujar Jiya dengan santai.
Sherly pun menatap Jiya dengan tatapan bersalah. "Kak, aku tahu aku salah tapi kamu—" Sherly pun tak meneruskan kalimatnya dan langsung menempel pada Hendra dengan air mata yang mulai menetes di pipinya.
'Dasar rubah,' batin Jiya sambil menatap Sherly dengan sinis.
"Ji kamu jangan keterlaluan, hati Sherly itu tidak seperti kamu yang—"
"Yang apa?" teriak Jiya menyela kalimat Hendra hingga para pengunjung hotel yang ada di dekat kamar itu berkerumun di dekat pintu kamar tersebut. "Apa kamu tahu berapa banyak laki-laki yang menjadi kekasihnya? Apa kamu tahu—"
"Cukup!" Bentak Hendra. "Kamu itu tidak pantas menjadi istriku, hanya gadis seperti Sherly yang pantas."
Jiya pun menggelengkan kepalanya pelan. "Dasar laki-laki goblok, aku ini berusaha nyelametin kamu," sahut Jiya dengan santai. "Lagi pula siapa yang pengen banget jadi istri kamu, ha? Jangan Pede."
"Kamu …" geram Hendra sambil mengepalkan tangannya.
"Kenapa, kamu ingin menampar aku lagi? Ayo tampar! Mumpung ada banyak orang di sini," tantang Jiya dengan penuh percaya diri karena tahu ada banyak pengunjung hotel yang merekam hal itu.
"Lihat saja kamu nanti," ancam Hendra sambil menunjuk wajah Jiya.
"Apa kamu pikir aku takut, ingat aku bukan dia," tandas Jiya sambil menunjuk Sherly yang kini membenamkan wajahnya di pelukan Hendra seolah sedang bersembunyi ketakutan.
"Kamu—" Kalimat Hendra terhenti, ketika Jiya berjalan menjauh seolah tak perduli pada apa yang akan dikatakannya.
Namun setelah berjalan beberapa langkah, Jiya pun berbalik dan berkata dengan santai, "Aku hanya berharap setelah ini kamu tidak tertular penyakit kelaminnya." Sebuah senyum tipis pun tercetak di wajahnya mengakhiri kalimat tersebut.
Mendengar ucapan Jiya, Hendra pun langsung menatap ke arah Sherly dengan penuh tanda tanya.
"Tidak Mas, aku tidak memiliki penyakit," ujar Sherly membela dirinya sendiri.
Jiya pun menimpali, "Jangan lupa, satu minggu yang lalu aku yang mengantar kamu ke dokter."
Mata Hendra pun terbelalak mendengar perkataan Jiya. "Jadi kamu itu—" Tapi kalimat Hendra terhenti seketika, saat Sherly dengan cepat berlutut di kakinya.
"Mas aku benar-benar tidak seperti itu, aku bersumpah," ujar Sherly sambil terisak dan memegang kaki Hendra dengan kuat.
"Kamu—" Hendra pun menjadi tak tega saat melihat Sherly yang terlihat menyedihkan dan seolah sedang tak berdaya itu.
Kemudian …
"Dasar anjing," celetuk Jiya dengan santai.
"Apa kamu bilang?" geram Sherly sambil melirik ke arah Jiya dengan tajam.
Jiya pun tak menyahut dan seolah acuh dengan Sherly, ia lalu menarik tangan Nindy yang masih ada di dalam kamar itu. "Ayo Nin kita pergi, ngapain ngelihatin Guk-guk lagi kawin kaya gak ada bokep yang bagus aja." ucapnya dengan santai.
Awalnya Nindy memasang ekspresi aneh ketika mendengar ucapan Jiya yang terdengar cukup fulgar di telinganya, tapi akhirnya ia pun mengikuti langkah sahabat baiknya itu melewati kerumunan orang-orang yang sedang mengarahkan kamera ponsel pada mereka.
Jiya dan Nindy pun terus berjalan dengan cepat hingga keluar dari hotel tersebut. Tapi saat sampai di depan hotel tersebut tiba-tiba …
DUARRRR!
"Eh copot-copot-copot!" ucap Nindy terkejut mendengar suara guntur yang menyambut mereka di depan pintu hotel itu.
Kemudian Jiya pun melangkah. "Aku ing—"
Tapi Nindy dengan cepat menarik sweater yang dikenakan Jiya, hingga membuat Jiya berhenti seketika. "Jangan macam-macam ini bukan film Dilan, kalau kamu sekarang hujan-hujanan di sana," ujar Nindy sambil menunjuk halaman hotel. "Kamu bukannya ketemu jodoh tapi yang ada ketemu Tuhan."
"Hahahaha …" Jiya pun tertawa menanggapi kalimat sahabat baiknya itu.
"Malah ketawa lagi," gerutu Nindy sambil memijat keningnya.
"Ayolah Nin, aku kan baru patah hati masa kamu nggak ngebolehin aku main hujan," ucap Jiya menggoda sahabatnya itu.
"Asal pulang jangan sama aku," tukas Nindy lalu berjalan menjauh dan menuju parkiran lewat teras hotel itu.
Jiya pun menghela napas lalu mengikuti langkah Nindy. "Kalau gak sama kamu, terus aku sama siapa dong," ucap Jiya lalu merangkul sahabatnya itu.
"Mangkannya jangan macem-macem. Lagian kamu baru aja ngelihat calon suami selingkuh kenapa nggak ada sedih-sedihnya sih jadi perempuan," omel Nindy.
"Ngapain aku sedih, aku bahagia dong … jadi paling tidak, aku sudah tahu kebusukan tentara ganteng itu," ujar Jiya dengan santai sambil meregangkan badannya ke kanan dan ke kiri.
Nindy pun menatap Jiya dengan aneh. "Positif sekali ya otak kamu itu,"
"Tentu saja, lagi pula aku juga tidak begitu menyukainya. Jadi biarin aja di ambil adik sialan itu," sahut Jiya dengan santai.
"Aku pikir kamu suka Hendra, sia-sia dong aku marah-marah kalau gitu," komentar Nindy.
"Hahahha."
Mereka pun terus mengobrol sambil berjalan ke parkiran, hingga meninggalkan hotel itu dengan motor matic Nindy dengan kecepatan sedang.
**
Dan di tengah perjalanan …
"Nin, nanti di depan kita mampir ke warung dulu ya aku lap … awass!" teriak Jiya.
BRAKKKK!
Akhhh! teriak Jiya dan Nindy bersamaan.
Dan beberapa saat kemudian, Jiya dan Nindy pun segera bangun dari tempat mereka terjatuh saat ini.
"Untung selamet," ucap Nindy sambil mengelus dada.
Sedangkan Jiya langsung berjalan ke arah pengendara motor gedhe yang tadi menabrak mereka.
"Hey Mas, kamu pikir kamu itu Boy yang ada di sinetron, naik motor seenak jidatmu," omel Jiya sambil menarik kerah pakaian orang yang menabrak tadi.
Dan sesaat kemudian terlihat beberapa mobil yang berhenti di sekitar tempat itu.
"Pak, apa yang terjadi?" tanya orang-orang yang baru keluar dari dalam mobil tersebut.
Lalu orang itu pun melepaskan helmnya dengan santai.
'Cih dipikir film FTV kali, sok ganteng banget,' batin Jiya sambil menatap aneh ke arah laki-laki itu.
"Lepaskan tangan kamu," ucap laki-laki itu.
"Kalau tidak mau?" tantang Jiya dengan matanya yang membulat.
Lalu laki-laki itu pun memberi tanda pada orang-orang yang naik mobil tadi.
Dan …
"Hei, apa yang kalian lakukan?" teriak Jiya ketika orang-orang itu menarik tangannya.
"Ji!" jerit Nindy yang juga di tangkap oleh orang-orang tersebut
"Hei Brengsek lep … em, em…