webnovel

Pernikahan Yang Tak Diinginkan

Satu Tahun Lalu......

"Mami mohon Raline. Menikahlah dengan Kevan. Hanya kamu harapan kami satu-satunya agar Kevan kembali ke jalan yang benar. Mami yakin jika kamu bisa mengubah tabiat jelek Kevan. Mami enggak mau punya cucu dari wanita nakal dan murahan. Mami pengen cucu mami lahir dari wanita baik-baik seperti kamu." Intan menangis tergugu di depan Raline. Wanita paruh baya itu memohon pada Raline agar menikah dengan putranya.

Raline tak bersuara. Shock mendengar permintaan Intan. Tak pernah menyangka jika Intan memintanya menikah dengan Kevan. Raline tak sanggup membayangkan jika menikah dengan pria itu.

Kevan playboy yang haus akan cinta. Setiap malam berganti pasangan, dari satu wanita ke wanita lainnya. Kevan playboy sejati. Brengseknya natural, tidak dibuat-buat. Benar-benar seorang pecinta wanita. Tak bisa bertahan dengan satu wanita. Ia cepat bosan, makanya Kevan tak pernah punya pacar. Toh tanpa jadi kekasih, ia bisa menikmati tubuh para wanita. Hanya bermodal wajah tampan, hadiah mahal, para wanita bertekuk lutut. Kevan sangat tampan dengan sejuta pesonanya. Bagaimana perempuan tidak bertekuk lutut. Pria itu CEO perusahaan iklan ternama di Jakarta, PT. Geolano Angkasa.

Dulu perusahaan itu milik sang ayah, setelah ditangan Kevan perusahaan itu makin besar bahkan sudah punya anak perusahaan. Anak perusahaan di kelola sang ayah karena pria tua itu sudah tak mampu memimpin perusahaan besar. Ia memberikan kepercayaan pada Kevan. Toh Geolano Angkasa besar setelah dipimpin Kevan.

"Kenapa kamu diam Raline?" Intan masih terisak. Berharap Raline menyetujui permintaannya.

Raline masih bungkam. Mana mungkin ia menikah dengan pria brengsek seperti Kevan. Otaknya masih lurus. Tak ingin menggadaikan masa depannya. Raline hanya ingin menikah satu kali. Ia tak akan mau menikahi pria bajingan seperti Kevan. Meski mereka tidak pernah bertatap muka, hanya tahu dari medsos Intan, namun ia tahu siapa Kevan dari cerita Intan dan Arbi, suami Intan.

Intan dan Arbi adalah orang tua asuh Raline. Kedua orang itu yang membiayai hidup Raline. Sejak kecil Raline dicampakkan ibunya karena frustrasi. Orang tua kandung Raline berasal dari keluarga yang tak mampu. Sang ibu frustrasi karena tak sanggup jadi istri ayah Raline lagi. Sudah hidup dalam kemiskinan, sang ayah suka berjudi dan mabuk-mabukan. Ibu Raline tidak tahan meninggalkan ayahnya. Ibunya membuang Raline di panti asuhan. Sang Ibu hanya membawa adiknya.

Raline sangat kecewa karena sang ibu meninggalkannya di panti asuhan. Sejak saat itu Raline kecil ingin menjadi orang sukses dan membuat ibunya menyesal karena telah meninggalkannya.

"Bicaralah Raline!" Pinta Intan menyentuh pipi Raline. "Apa Kevan terlalu buruk untuk kamu?"

Raline menghela napas berat. Susah untuk mengatakannya. Ia masih waras. Memilih jadi istri Kevan, maka ia harus siap makan hati. Raline bahkan bergidik ngeri membayangkan menghabiskan sisa hidup dengan Kevan. Pria itu terlalu banyak meniduri perempuan. Tidak pernah tahu jika salah satu perempuan itu memiliki penyakit. Raline mengangkat bahu.

"Bukan begitu Mi." Raline berkilah, tak mau menyakiti perasaan ibu asuhnya.

"Lantas?"

"Mami ingin aku bicara jujur atau bohong?"

"Tentu saja jujur." Intan menghapus air matanya.

"Aku masih waras mami. Mana mungkin aku menikah dengan pemain? Kevan memadu cinta dengan wanita berbeda setiap malam. Bagaimana bisa aku menikah dengan pria seperti itu? Setiap wanita pasti menginginkan pria baik-baik jadi suaminya. Sebagai kepala rumah tangga dia harus memberikan contoh yang baik untuk istri dan anak-anaknya? Kevan bukan pria yang mau berkomitmen. Lagian aku tidak pernah bermimpi jadi istrinya. Aku tahu jasa mami dan papi sangat besar padaku, tapi membayarnya dengan menikahi Kevan, aku rasa itu tidak mungkin."

"Mungkin kamu bukan jodoh Kevan. Mama salah menilai kamu. Mama kira kamu akan senang jadi menantu mama ternyata tidak. Ternyata benar, berharap itu pada Tuhan bukan pada manusia. Jika berharap pada manusia kita akan kecewa." Intan meninggalkan Raline seraya menangis.

"Ma." Raline mencegat kepergian. Tak tega melihat tangisan wanita yang telah memberinya kehidupan.

*****

Kevan menatap dingin perempuan cantik di depannya. Mencoba menakar apa yang ada di kepala sang wanita kenapa mau menikah dengannya? Apakah demi balas budi atau demi harta? Raline….nama wanita sering ia dengar dari mulut Intan dan Arbi karena kedua orang tuanya selalu membanggakan anak asuh mereka. Kadang Kevan merasa tersisih sebagai anak kandung karena Intan dan Arbi terlalu membanggakan Raline.

"Lo nekat menerima tawaran mama menjadi istri gue. Lebih baik lo mundur. Jika tidak, selamat datang di neraka. Lo tidak akan betah menjadi istri gue." Kevan menatap Raline sinis. Untung saja mereka hanya berdua di dalam ruangan VIP kafe sehingga tidak ada yang mendengar percakapan mereka. "Berapa uang yang diberikan mama sama lo?" Kevan malah menghargai Raline dengan uang.

"Apa maksud kamu?" Raline meradang. Tak terima tuduhan Kevan

"Lo nikah sama gue karena harta. Jika bukan karena alasan itu mana mungkin lo mau menikah sama gue? Asal lo tahu gue seorang pemain. Berganti teman tidur setiap harinya. Gue badboy. Asal celup. Setelah tahu kejelekan gue, masih mau jadi istri gue?"

"Tidak." Raline tetap dengan keputusannya. Tujuan menikah dengan Kevan untuk merubah kelakuan buruk pria itu. Demi Intan dan Arbi.

"Jangan menyesal dan menangisi keputusan lo menjadi istri gue. Kevan tidak pernah main-main dengan ucapannya." Pungkas Kevan mengepalkan tangan. Semakin kesal pada perempuan yang ada di depannya. Menurutnya Raline keras kepala dan ambisius. "Jangan pernah atur hidup gue. Jangan pernah mengaku pada orang-orang jika lo istri gue. Anak angkat kayak lo, asal-usul enggak jelas pasti mengharapkan menyandang nama besar Hadiyaksa. Jika bukan demi harta enggak mungkin lo mau nikah sama gue."

"Jangan hina aku Van. Aku melakukan ini demi mama dan papa. Jangan pernah berpikiran buruk tentangku, Aku sudah menolak pernikahan ini. Aku enggak mau melihat mama menangis dan kecewa. Kamu menerima pernikahan ini demi kebahagiaan mama bukan?"

Bukan Kevan namanya jika percaya begitu saja dengan ucapan Raline meski wanita itu berkata benar. Betapa pun keras Kevan menolak pasti pernikahan mereka akan terlaksana. Intan sangat bersemangat dengan pernikahan mereka. Kevan tak bisa menolak, takut sang mama tak mengakuinya sebagai anak. Seburuk-buruknya Kevan pria itu sangat santun pada kedua orang tua.

Raline dan Kevan pun melaksanakan pernikahan yang sangat mewah dan megah. Tamu undangan mereka terdiri dari para pengusaha, politisi, dan pejabat negara. Raline hanya mengundang teman-teman dekatnya. Mereka tahu alasan Raline menikah.

Kevan hanya tersenyum palsu di atas pelaminan. Setengah hati duduk di atas pelaminan bersama Raline. Meski status mereka telah berubah namun baginya Raline hanya orang asing, Wanita asing yang mencoba merebut semua miliknya. Sejak dulu Kevan sangat membenci Raline karena kedua orang tuanya selalu membanggakan wanita itu. Kevan merasa iri dengan kasih sayang keduanya begitu berlimpah pada Raline.

"Gue ingatkan sekali lagi. Lo jangan berpikir akan jadi istri gue dalam arti sebenarnya. Tolak tinggal bersama mama. Gue udah siapkan rumah untuk kita berdua. Gue enggak mau mama dan papa tahu tentang kita. Pernikahan ini dari awal sudah rusak. Selamat menikmati neraka karena nekad menjadi istri gue."

"Selamat pangantin baru." Goda salah satu partner bisnis Kevan.

"Eh Bar apa kabar?" Sapa Kevan ramah pada Bara.

"Woww bahagia sekali lo."

"Bahagia dong. Udah ada yang urus." Kekeh Kevan melirik Raline. Keduanya berakting bak pengantin baru yang sangat bahagia. "Ini Dila istri lo?" Kevan melihat perempuan cantik yang bersama Bara. Perutnya membuncit karena berbadan dua.

Cantik juga! Bisik Kevan dalam hati.

Pantas saja Bara bucin banget. Udah punya anak tiga tapi body istrinya masih kayak anak gadis. Wajah Dila lebih muda dari umurnya. Pantas Bara begitu memuja istrinya.

"Iya dong. Istri kesayangan gue. Istri paling cantik se-dunia." Bara tidak sungkan mengecup puncak kepala istrinya di depan umum.

"Ya wajar istri kesayangan. Istri lo cuma satu Bar." Kevan malah mencibir Bara. Keduanya tertawa terbahak-bahak. Tak lupa mereka foto bersama.

Setelah resepsi selesai. Kevan meninggalkan Raline seorang diri di kamar hotel yang telah dipersiapkan untuk malam pertama mereka. Raline tertunduk lemah di dalam kamar. Air matanya menetes tanpa ia sadari. Sakit rasanya…. Suatu penghinaan bagi seorang istri yang ditinggal suami di malam pertama.

"Jangan pernah bermimpi gue akan menyentuh lo. Gue tidak sudi punya istri yang enggak jelas asal-usulnya," ucap Kevan sebelum meninggalkan Raline.

Next chapter