webnovel

Istri Kecil Raja Setan (2)

Jadi, ketika Ganesha kembali untuk menemukan Raina, dia juga menemukan satu sosok tambahan di sampingnya.

"Uh, Amelia, siapa dia?" Ganesha mengamati pria itu dari atas ke bawah. Rambut perak yang mencolok, kulit putih pucat, iris mata semerah darah, jubah hitam...

Dia... ehem, cukup tampan dan sedikit tidak asing.

"Uh, Ganes, ada apa?" tanya Raina sambil mengedipkan matanya dengan polos.

Ganesha tersenyum lembut. "Siapa pria ini?" tanyanya sambil melirik pria di samping Raina.

"Dia?" Raina melirik Geni. "Dia temanku."

"Teman?" Ganesha menatap pria itu dengan penuh keraguan. "Kenapa aku tidak pernah melihatnya?"

"Itu..."

Raina tidak bisa melanjutkan ucapannya karena terkejut.

Geni yang sejak tadi hanya menjadi penonton di samping tiba-tiba merangkul Raina dengan posesif. Dia menatap Ganesha dengan tatapan setajam pisau. "Kenapa kamu harus mengetahui dengan siapa dia berteman?"

"Itu karena..."

"Apa hakmu?" Geni memotong ucapan Ganesha.

Ganesha membuka mulutnya untuk berbicara tapi tidak bisa mengatakan apapun. Benar, apa haknya?

Geni tersenyum puas saat melihat Ganesha yang terdiam.

"..." Raina menatap Geni dengan mata menyipit. Pria ini benar-benar pengganggu.

"Geni, hentikan omong kosongmu!" Raina memarahi pria itu tapi tetap berusaha untuk tidak OOC di dekat pemimpin utama pria sehingga dia tetap mempertahankan nada manjanya.

Geni menyipitkan matanya saat melihat sikap manja dan tak masuk akal Raina.

Mata Raina berkedip dengan cahaya peringatan.

Geni tertawa. "Baik, baiklah," ucapnya sambil menampilkan senyuman menggoda. "Aku akan pergi terlebih dahulu. Nanti malam aku akan datang ke kamarmu. Sampai jumpa~"

Detik berikutnya, ruangan dipenuhi asap hitam tebal. Ganesha langsung panik dan segera menarik Raina ke dalam pelukannya dengan cepat.

Raina hampir secara refleks ingin menjauh dari Ganesha tapi menahannya saat mengingat bahwa ini terkait dengan misinya.

Tidak sampai tiga menit, ruangan kembali ke keadaan semula seakan-akan tidak pernah ada asap yang muncul di sana.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya khawatir.

Raina mengangguk lemah. "Tidak masalah."

Ganesha menatap mata Raina dengan penuh perhatian. "Bagaimana bisa kamu berteman dengan orang seperti itu? Dia terlihat kuat dan berbahaya. Apa kamu tidak takut dia akan melakukan sesuatu yang buruk terhadapmu?" ucapnya dengan lembut. "Aku mengkhawatirkanmu."

Raina balas menatap Ganesha. "Aku yakin dia tidak akan menyakitiku."

"Sungguh?" Ganesha tak percaya.

"..." Tidak.

"Apa kamu tahu darimana asal usulnya? Keluarga mana dia?"

"..." Raina menundukkan kepala. "Aku tidak tahu."

Ganesha menarik napas dalam-dalam. "Dan kamu mengundangnya ke dalam kamarmu di malam hari?" tanyanya. "Apa kamu gila?"

Raina terdiam sebentar sebelum bertanya dengan pelan, "Tapi tidakkah kamu merasa bahwa dia tampan?" Meskipun sebenarnya aku tidak mengundangnya ke kamarku...

Ganesha: "..."

Sistem: "..."

Sistem bertanya dengan nada hati-hati, "Tuan, apakah kamu baik-baik saja?"

Raina mendengar suara sistem dalam benaknya dan melirik Ganesha yang masih menatapnya dengan tatapan kosong.

"Aku berusaha masuk ke dalam karakterku sebagai nona muda yang bodoh dan tidak masuk akal. Apa ada yang salah?" Dia bertanya pada sistem dengan nada datar.

"..." Tuan, kamu terlihat begitu alami hingga aku berpikir bahwa tuan asli mengambil alih tubuhnya kembali! Hiks... Tuan, kamu membuatku ketakutan sampai mati~

Raina mengabaikan tangisan rendah sistem lalu kembali memfokuskan dirinya pada Ganesha.

"Apa aku tidak tampan?" tanya Ganesha dengan nada suram.

Raina meneliti wajah Ganesha. Mata persik yang menatapnya dalam, alis pedang hitam legam yang tegas, hidung mancung, bibir tipis kemerahan yang menggoda, dan kulit kecoklatan yang membuatnya terlihat seksi. Um, jika ini dinilai dengan kriteria masyarakat umum... "Kamu tampan," ucap Raina setelah beberapa saat.

"Tapi dia lebih tampan," tambahnya saat teringat sosok pria tadi.

Wajah Ganesha malah semakin memburuk. Kenapa kamu membutuhkan waktu lama hanya untuk mengatakannya? Apa kamu ragu-ragu untuk memujiku? Ganesha ingin bertanya pada Raina tapi menahan diri karena takut gadis di depannya itu bersedih. Hn, mengingat betapa sensitif dan polosnya dia, dia mungkin akan menangis karena mengira aku marah padanya.

"Amelia, dengarkan aku!" perintah Ganesha sambil menahan kedua bahu Raina.

"Kamu tidak bisa membiarkan pria memasuki kamarmu," ucapnya.

"Tapi kamu melakukannya," sahut Raina. Dia baru saja melihat ke dalam ingatan Amelia.

Ganesha meringis. "Aku berbeda. Kamu tidak boleh hanya berduaan dengan pria lain di suatu ruangan."

Raina menatap sekelilingnya dengan ragu. Bukankah sekarang mereka hanya berdua? Dan di dalam suatu ruangan...

"Aku berbeda," ucap Ganesha ketika membaca apa yang Raina pikirkan. "Semua pria adalah serigala. Kamu harus berhati-hati!"

Raina menatap Ganesha dengan tatapan aneh.

"Aku ber... Ah, ya, aku juga."

Ganesha memejamkan mata. Dia merasa ingin menampar dirinya sendiri. Apa yang sebenarnya sudah dia katakan?!

"Intinya, jangan hanya berduaan dengan pria lain!"

Raina mengerutkan bibir. "Kenapa kamu begitu cerewet?"

"Karena..." Ganesha mengalihkan pandangannya. "Aku peduli padamu."

[Ding! Misi sampingan telah dipicu. Apakah Anda ingin menerimanya?]

Raina: "..."

[Ding! Misi sampingan diterima.]

[Memuat misi sampingan...]

[Ding! Misi sampingan telah dimuat.]

[Misi sampingan: <Selamat Tinggal, Kekasih Masa Kecil> Mematahkan hati pemimpin utama pria.]

"Sistem, bukankah kamu mengatakan bahwa pemimpin utama pria hanya menganggap Amelia sebagai saudara perempuan?" Raina bertanya pada sistem. Dia juga melihat ke dalam ingatan Amelia dan berpikir bahwa Ganesha memang memperlakukannya dengan baik tapi itu tidak cukup baik hingga bisa disebut cinta.

"T-tuan, dengarkan aku~" Sistem berkata dengan suara yang bergetar. "Alur cerita yang diberikan sistem utama diambil dari buku-buku novel di ruang sistem dan tidak semua buku ditulis dengan sempurna. Jadi..."

".Jadi, tidak semua yang ditulis sama dengan apa yang sebenarnya terjadi?" potong Raina.

Sistem mengangguk lemah.

"..." Sampah.

Sistem: "T-tuan~"

( QAQ )

Raina tidak lagi memperhatikan sistem. Dia sekarang menatap Ganesha dengan mata melebar. "Kamu peduli denganku?"

Sistem bernapas lega ketika melihat ini. Apakah ini berarti tuannya tidak marah? Hn, dia memang tidak memiliki emosi nyata.

Wajah Ganesha memerah. "Apa yang salah dengan itu? Kita berteman sejak kecil. Saling peduli adalah hal yang wajar!" serunya.

Raina berkedip polos. "Yah, itu benar."

Ganesha menatap Raina sejenak. "Ini sudah tengah hari. Ayo, kamu harus makan siang," ajaknya sambil menarik tangan Raina.

"Tapi buku..."

"Kamu bisa mengambilnya nanti," ucap Ganesha dengan tegas.

Di kantin, Raina bisa merasakan tatapan permusuhan dari siswa-siswi di sekitarnya. Dia melirik mereka sekilas sebelum menundukkan kepalanya seperti yang biasa Amelia lakukan.

Sekolah Ibukota memiliki tiga divisi utama, yaitu pejuang, penyihir, dan alkimis. Siswa akan diberikan jubah sesuai dengan divisinya. Jubah biru untuk divisi pejuang, jubah merah untuk divisi penyihir, jubah hijau untuk divisi alkemis, dan jubah abu-abu untuk siswa baru yang belum memasuki divisi manapun. Para siswa akan masuk ke salah satu divisi di tahun kedua sesuai dengan hasil tes akhir di tahun pertama.

Raina masih di tahun pertama dan baru bisa masuk ke salah satunya setelah tes akhir yang akan dia jalani nanti. Sedangkan, Ganesha, meskipun juga sama-sama di tahun pertama, sudah masuk ke divisi pejuang karena telah memenangkan pertandingan dengan senior nomor satu dari divisi itu tiga bulan yang lalu. Oleh karena itu, Ganesha bisa memakai jubah biru muda yang sejak dulu diimpikan Amelia.

Ganesha yang berdiri di sampingnya tidak memperhatikan keanehan sekelilingnya dan dengan riang memasukkan beberapa daging favorit Amelia ke piring Riana. "Kamu harus makan lebih banyak. Lihatlah, badanmu begitu kurus hingga aku bisa melihat tulang-tulangmu."

Riana hanya mengangguk lemah sambil mengikuti Ganesha untuk mencari tempat duduk.

Tiba-tiba dia merasakan cairan panas membasahi punggungnya.

"Ah, maafkan aku!" teriak seseorang di belakang Raina, membuat semua orang di kantin mengalihkan perhatiannya ke arahnya.

Raina berbalik dan menemukan seorang gadis dengan jubah biru muda yang sedang menunduk. Saat gadis itu mengangkat kepalanya, Raina sedikit mengangkat alisnya.

"Sistem, bukankah ini Nia?"

"Yup~"

"Apa yang penjahat kecil ini lakukan di sini? Bukankah ini terlalu awal?"

Raina mengingat alur cerita. Di dalam alur yang diberikan sistem, Nia adalah dewi di Sekolah Ibukota sebelum kedatangan pemimpin wanita. Dia dipuja oleh para laki-laki dan dikagumi oleh para perempuan, mereka akan selalu mengelilingi dan melayaninya dengan senang hati. Sayangnya, kedatangan pemimpin wanita dengan jari-jari emasnya merebut perhatian orang-orang yang sebelumnya merupakan miliknya. Apalagi pemimpin wanita semakin dekat dengan pemimpin utama pria yang membuat Nia semakin membencinya.

"Sistem, apakah gadis ini cemburu padaku?"

Sistem bingung. "Kenapa dia cemburu?"

"Aku dekat dengan pemimpin utama pria yang dia sukai. Dia pasti tidak bahagia."

Sistem meneliti alur cerita yang diberikan sistem utama. "Tapi sistem utama tidak menyebutkan bahwa dia menyukai pemimpin utama pria...?"

"Apa kamu pikir aku masih percaya dengan alur cerita bodohmu?"

"..."

( QAQ )

Raina mengalihkan tatapannya ke gadis yang sekarang menatap Ganesha dengan penuh cinta.

"Amelia, apa kamu baik-baik saja?" Ganesha menatap Raina dengan panik. Dia membalikkan tubuh Raina dan menemukan punggung gadis itu dipenuhi cairan lengket berwarna merah.

Dia melotot pada Nia sebelum melepas jubah birunya dan menggunakannya untuk menutupi tubuh Riana. "Ayo, kembali ke asrama."

"Tapi makan siang..."

"Aku akan membawakannya untukmu nanti." Ganesha berkata dengan tidak sabar.

Raina mengangguk lalu memberikan Nia pandangan sekilas sebelum mengikuti Ganesha.

Sistem yang sejak tadi menonton: "Tuan, apa kamu tidak ingin membalas dendam?"

"Kenapa aku harus menyia-nyiakan energiku untuk melakukannya? Pada akhirnya dia juga akan hancur di tangan pemimpin wanita."

"..." Tidak bisa mengalahkan logika tuanku.

Next chapter