webnovel

Istri Kecil Raja Setan (10)

Di bawah tuntunan Kresna, Raina mulai membuat ramuan tingkat fana. Kresna masih tidak mau mengajarkan cara membuat ramuan bleutea yang baru Raina ketahui bahwa itu adalah ramuan tingkat abadi sebelum dia menjadi alkemis peringkat enam.

Di dunia ini, ramuan dan pil yang dibuat oleh alkemis dibagi menjadi enam tingkatan. Terendah adalah tingkat fana, bumi, langit, abadi, dewa, dan yang paling tinggi adalah tingkat surga.

Sedangkan alkemis dibagi menjadi sembilan peringkat. Umumnya, peringkat satu dan dua hanya bisa membuat ramuan tingkat fana, peringkat tiga dan empat bisa membuat ramuan tingkat bumi, peringkat lima dan enam bisa membuat ramuan tingkat langit, peringkat tujuh bisa membuat ramuan tingkat abadi, peringkat delapan bisa membuat ramuan tingkat dewa, dan yang peringkat sembilan yang tertinggi bisa menciptakan ramuan surga.

"Guru, apa peringkatmu?" Raina bertanya.

Kresna yang tidak pernah dipanggil dengan sebutan "guru" merasa aneh dengan panggilan tersebut. Tetapi, karena dia sudah melihat bakat Raina dan membawanya sebagai muridnya, dia mungkin harus segera membiasakan diri dengan panggilan ini.

"Tebak," ucap Kresna dengan senyum main-main di wajahnya.

"Tujuh?"

Senyum di wajah Kresna hampir runtuh. "Kenapa kamu berpikir seperti itu?"

"Karena kamu menciptakan ramuan tingkat abadi, maka seharusnya kamu menjadi peringkat tujuh. Guru, apa peringkatmu sudah naik?"

"Huh, aku menciptakan bleutea sekitar dua ribu sembilan ratus tahun yang lalu. Sekarang aku seorang alkemis peringkat delapan." Kresna berkata dengan dagu yang terangkat tinggi-tinggi.

"Sudah dua ribu sembilan ratus tahun dan kamu hanya naik satu peringkat?"

"..." Kresna merasakan sesuatu yang tidak terlihat menusuk jantungnya.

Dia melihat tatapan aneh Raina dan mulai menjelaskan dengan sedih. "Gadis, ini semua terjadi saat aku menciptakan bleutea. Setelah menciptakannya, aku naik menjadi peringkat delapan sekaligus mengalami penyimpangan energi yang membuatku secara tidak sengaja bergabung dengan tubuh kucing peliharaanku dan menjadi binatang setan seperti saat ini."

"Oh."

"..." Kresna menangis tanpa air mata. Aku sudah berbicara panjang lebar dan kamu hanya mengatakan oh? Nak, kamu membuang-buang nafasku dengan sia-sia.

"Guru, bisa kamu awasi aku?" Raina berkata sambil menatap ramuannya yang mulai berubah.

Kresna mengalihkan perhatiannya kembali ke ramuan Raina dan dengan malas duduk di sampingnya, mengawasi gadis itu dan berjaga-jaga dari penyimpangan energi.

Entah sudah berapa lama waktu yang Raina habiskan di tempat itu. Setelah banyak kegagalan, akhirnya dia berhasil naik ke peringkat dua dan menciptakan pil tingkat fana.

Kresna menatap tiga pil berwarna merah di tangan Raina dengan tatapan ingin tahu. "Apa gunanya itu?"

Raina bermain-main dengan pil itu. "Ini untuk mengubah wujud."

Kresna terlihat tertarik. "Benarkah? Apakah itu benar-benar berhasil? Pil pengubah wujud tingkat terendah yang aku tahu adalah tingkat langit."

"Cobalah." Raina menyerahkan satu pil pada Kresna.

Kresna ragu-ragu untuk menerimanya tapi setelah berpikir untuk untuk beberapa detik, dia memutuskan untuk menelannya. Lagipula apa yang bisa pil tingkat rendah lakukan padanya? Dia yakin murid barunya ini tidak akan mencoba menyakitinya.

Kresna merasakan tubuhnya yang memanas dan sedikit tidak nyaman sebelum dia tiba-tiba merasa bahwa sekelilingnya membesar. Oh, bukan, itu dirinya yang mengecil. Dia menatap tangannya dan melihat cakar kecil yang ditutupi bulu hitam. Eh, ini tidak terlihat asing?

"..." Aku berubah menjadi kucing lagi?!

Kresna berbalik ke Raina dan menatapnya dengan marah. "Aku senang menghabiskan waktu di ruang dimensi karena hanya di sini aku bisa berkeliaran dengan wujud manusiaku tanpa khawatir berubah kembali menjadi kucing. Dan sekarang kamu mengubahku menjadi kucing?! Kamu..."

Kresna berhenti berbicara saat melihat Raina yang menelan pil di tangannya.

"Apa yang kamu lakukan?! Itu pil gagal! Kamu tidak bisa..."

Kresna berhenti berbicara lagi saat melihat anak kucing kecil berbulu putih yang muncul di depannya menggantikan Raina.

"Guru, ini berhasil," ucap anak kucing itu.

"A... Amelia?"

"Ya, guru?"

"Kamu benar-benar berubah menjadi kucing?!" Bulu-bulu di tubuh Kresna berdiri. "Kenapa kamu menciptakan pil bodoh semacam itu?!"

"Kenapa?" Raina berkedip. "Tentu saja karena kucing terlihat bagus."

"..."

Kresna berjalan melingkari 'anak kucing' di depannya dengan tatapan menyelidik. "Jangan bilang kalau kamu membuatnya karena merasa bahwa wujud kucingku bagus."

Raina mengangguk. "Tepat."

"..." Apa yang sebenarnya ada di dalam otak gadis ini ah?!

"Guru?" Raina menatap kucing hitam di depannya yang terlihat murung.

"Berapa lama wujud ini bertahan?"

"Seharusnya sekitar tiga puluh menit...?" Raina menjawab dengan ragu.

Kresna menyeringai jahat. "Ayo kita kembali. Kita sudah menghabiskan terlalu banyak waktu di sini."

"Guru, sudah berapa lama ini?"

"Tiga tahun."

"... Apa?"

"Kamu bisa tenang." Kresna melihat anak kucing di belakangnya yang terlihat hilang dalam pikirannya sendiri dan menjelaskan, "Satu tahun di sini hanya satu jam di dunia nyata. Itu berarti kita baru pergi selama tiga jam."

"Itu terdengar hebat," komentar Raina.

Kresna mengangkat dagunya dengan sombong. "Kamu bisa menciptakan ruang dimensimu sendiri saat kamu mencapai peringkat delapan."

Raina mengangguk sebagai tanggapan dan mulai mengikuti Kresna ke tempat awal mereka datang ke sini yang ternyata merupakan lokasi susunan sihir dimana dia bisa keluar masuk dimensi ini.

"Pegang tanganku," ucap Kresna sambil menyodorkan cakarnya.

"..." Uh, itu terlihat cukup menggemaskan.

Raina menutup matanya dan detik berikutnya dia mendengarkan suara robot yang tidak asing lagi di dalam benaknya.

[Ding! Peringatan! Target misi dalam bahaya. Misi terancam gagal.]

"Huh?" Raina kebingungan saat mendengar suara yang terus berdengung di telinganya.

"Tuan! Cepat hentikan mereka!~" ucap sistem dengan nada bersemangat.

Raina membuka matanya dan melihat dua orang pria yang sedang bertarung dengan pedang di luar rumah.

"Dimana Amelia?!" teriak seseorang yang mengenakan jubah biru muda dengan mata memerah.

"Apa pedulimu?" Geni balas bertanya dengan senyum main-main di wajahnya.

"Kamu... Apa yang kamu lakukan padanya?!"

"Tebak."

"Sialan!" Pria dengan jubah biru yang tidak lain adalah Ganesha langsung mengaum dengan marah.

Geni yang sejak tadi bermain-main dengannya mulai merasa bosan. "Apakah hanya ini kemampuanmu? Membosankan."

"Berhenti!"

Pedang Geni berhenti tepat sebelum menyentuh kulit Ganesha. Geni membeku di tempatnya saat mendengar suara gadis yang tidak asing baginya, begitu pula dengan Ganesha.

"Amelia? Amelia?" Ganesha menatap sekelilingnya tapi tidak bisa melihat wujud gadis itu.

Geni yang lebih teliti menatap anak kucing putih di dekat kakinya lalu mengangkatnya dengan hati-hati. "Hei, ada apa denganmu?" tanyanya sambil menatap anak kucing itu.

Ganesha menatap Geni seakan-akan sedang menatap seorang idiot.

"Apa?" Raina balik bertanya.

"A-amelia?" Ganesha mendengar kucing itu berbicara dengan suara yang tidak asing dan dia terguncang untuk beberapa saat.

"Ganesha, apa yang kamu lakukan di sini?" Raina melirik Ganesha dengan tatapan bertanya.

"Amelia, itu benar-benar kamu?!" Ganesha buru-buru mengambil anak kucing itu dari tangan Geni yang lengah karena terkejut dengan wujud anak kucing itu.

"Sakit," keluh Raina saat merasakan tangan Ganesha yang mencengkramnya dengan erat.

"Oh, oh, maaf," ucap Ganesha dengan gugup sebelum memasukkan anak kucing itu ke dalam pelukannya.

Ganesha berbalik menatap Geni dengan wajah memerah karena marah. "Apa yang kamu lakukan padanya?! Cepat kembalikan wujud asli Amelia!"

"Ganes..."

"Amelia, kamu tidak perlu membelanya. Aku tahu tidak ada setan yang memiliki niat baik." Ganesha memotong ucapan Raina.

Wajah Geni yang mendengar ucapan Ganesha langsung berubah suram. Tangannya mengepal kuat hingga dia tidak menyadari bahwa dia telah melukai telapak tangannya sendiri. Tiba-tiba dia tertawa terbahak-bahak hingga meneteskan air mata.

"Setan tidak memiliki niat baik? Hahaha.. Ya, kau benar. Bagaimana bisa mahkluk jahat semacam kami memiliki kebaikan, huh?"

Next chapter