webnovel

Acara Prom Khusus Para Matematikawan

Editor: Wave Literature

Kakak Luo Wenxuan berdiri di depan pintu kamarnya.

Mereka sudah berjanji untuk pergi bersama-sama ke ruang utama.

"Sebentar lagi pesta akan dimulai. Kamu butuh waktu berapa lama?"

"Sekarang saja, tidak apa-apa."

Luzhou mengenakan dasinya, menarik kartu kamar, dan berjalan keluar. "Di mana tempat pestanya?"

Kakak Luo tersenyum, "Turunlah dengan elevator, ambillah segelas wine, dan bicaralah kepada orang-orang yang kamu inginkan. Setelah pembicaraan selesai, lupakan saja, tidak perlu terlalu dipikirkan… Santai saja, dan jangan khawatir tentang orang lain, aku yakin pasti ada banyak orang yang tertarik padamu."

… Ini benar-benar memalukan.

Memang ia merasa tampan, tetapi sebaiknya tidak perlu pamer ketampanan di sini…

Luzhou tersenyum malu.

Kakak Luo tidak tahu apa yang sedang Luzhou pikirkan. Akhirnya, setelah mereka sampai di ruang utama tempat pesta, Kakak Luo memberitahunya apa yang harus ia perhatikan dalam pesta seperti ini.

"Jika kamu ingin belajar hal baru, cobalah berdiskusi dengan orang-orang ternama dalam bidang yang kamu inginkan. Jika orang itu tertarik dengan topik riset-mu, dia mungkin mau menjadi editor makalah, sehingga kemungkinan mendapatkan izin publikasi semakin besar. Jika kamu hanya ingin membaca saja, carilah dosen yang cocok dengan bidang yang kamu inginkan. Lebih baik bicara kepada dua orang secara langsung, ketimbang bicara dengan banyak orang secara tidak langsung…"

Setelah keluar dari elevator, mereka pergi ke tempat pesta bersama-sama.

Kakak Luo terdiam, sebelum tiba-tiba mengulurkan tangannya kepada seorang pria tua yang berdiri di sisi kanannya, "Ah, Profesor Wang! Kebetulan sekali!"

"Haha, kamu ada-ada saja." Profesor Wang menjabat tangan Kakak Luo dan tersenyum, "Sudah lama tidak berjumpa… Ah, ini siapa?"

"Luzhou, salah satu murid terbaik Profesor Tang." Kakak Luo berkata seraya menepuk pundak Luzhou. 

"Profesor Wang!"

Sosok berpengaruh!

Mendengar nama yang sering dibacanya dalam buku-buku tersebut, Luzhou seketika merasa hormat.

Walaupun pria itu tidak terlalu terkenal, ia memang adalah sosok hebat yang bersahaja. Kebanyakan riset-risetnya diterbitkan saat ia masih muda, pada masa di mana tidak ada internet dan hanya ada poster-poster. Semua itu adalah bukti kehebatan pria tersebut.

Tuan Wang Lao telah mendapatkan banyak sekali pencapaian dalam bidang akademik selama hidupnya. Luzhou mengenali beberapa subyek makalah yang ditulis sosok tersebut, termasuk salah satu cara untuk menyelesaikan soal matematika tipe Waring tentang integer polinomial, soal yang ditulis oleh Bapak Hua Luo Geng. Makalah itu membuktikan bahwa hipotesis Bollobas mengenai kelompok Abelian…

Memang sih, soal itu tidak seterkenal Hipotesis Zhou, namun bobot akademik-nya juga cukup berat.

Di Universitas Yanjing, Teori Angka bukanlah prioritas, dan Bapak Wang sudah dianggap sebagai sosok yang sangat berpengaruh.

"Ah, tidak juga, jangan terlalu memuji." Bapak Wang Jiuping menjabat tangan Luzhou dan tersenyum, "Lu, tolong ucapkan salam untuk Profesor Tang. Aku sudah tua, dan masa-masa terkenal-ku sudah jauh berlalu. Masa depan negara ada di tangan kalian, maka dari itu, bekerja keraslah!"

Luzhou lalu berkata dengan hormat, "Baiklah, pak."

"Belajarlah dengan rajin di bawah bimbingan Dosen Tang, dan jangan terlalu menghiraukan Bapak Qin." Bapak Wang tertawa dan melambaikan tangannya, sebelum memperkenalkan seorang pria muda di sampingnya, "Ini muridku, namanya Wei Wen."

Wei Wen menyalami Luzhou, sambil tersenyum dan menyapa, "Halo, kita bertemu lagi."

"Halo," Luzhou membalas senyuman itu seraya berpikir.

Sepertinya pernah bertemu…?

Di mana, ya…

Aku benar-benar lupa…

Setelah berbincang-bincang, Profesor Wang segera pergi bersama muridnya tersebut.

Kakak Luo lalu menepuk pundak Luzhou dan segera pergi.

Luzhou memegang gelas champagne di tangannya seraya memandang orang-orang yang sibuk berbincang-bincang di ruangan tempat perjamuan tersebut.

Siapa bilang murid-murid teladan tidak pandai bersosialisasi?

Memang sih, sepertinya ia harus memperbaiki kemampuan berbicara-nya.

Setelah beberapa lama berjalan-jalan di ruang pesta, Luzhou ingin bertemu dengan Profesor Deligne, sosok yang meninjau ulang makalah-nya tentang pembuktian Hipotesis Zhou dan berterima kasih. Namun, saat melihat banyaknya orang-orang di sekitar pria itu, Luzhou menjadi ragu.

Kemampuan bahasa inggris-nya masih tidak terlalu baik, sehingga ia tidak ingin mempermalukan dirinya dengan berbicara kepada sosok berpengaruh.

Saat ia akhirnya mengambil keputusan…

Bangsat, dia sudah pergi.

Akhirnya, setelah berputar-putar beberapa kali, Luzhou memutuskan untuk duduk-duduk di sofa ruang pesta.

Seperti saat ia pergi ke kantin kampus untuk makan, ia akan selalu memilih tempat duduk yang sepi dan paling nyaman.

Luzhou menggeleng, bosan karena menganggur. Akhirnya, ia mengambil buku catatan dari kantong jas-nya dan kembali memikirkan jawaban soal yang dikerjakannya di hotel beberapa waktu lalu.

Namun, tiba-tiba, sosok yang tak disangka duduk di depannya.

Luzhou mendongak dan memandang sosok itu, berusaha mengenalinya.

Rambut pirang keemasan gadis itu sedikit bergelombang, dengan wajah yang cantik dan tidak terlalu dewasa dan alis yang tebal. Aura gadis itu sangat mirip dengan murid teladan dari film Harry Potter.

Gadis itu mengenakan baju pesta berwarna hitam dengan rok panjang, hitam yang sangat kontras dengan kulit lehernya yang putih. Mode pakaian yang sangat konservatif itu membawa misteri tersendiri, seperti wanita cantik bertopeng pada pesta-pesta zaman Victoria.

Saat ia menunduk…

Yah, memang sih, tidak semua wanita asing punya dada yang besar…

Menyadari bahwa menatap dada wanita terlalu lama adalah kelakuan yang tidak sopan, Luzhou hanya memandang gadis itu selama beberapa saat sebelum kembali berkonsentrasi kepada soal di dalam bukunya. Namun, saat ia memutuskan untuk menyapa gadis itu, gadis itu angkat bicara lebih dulu.

"Kamu tidak mau ikut berdansa?" Tanya Molina.

"Tidak, aku tidak suka keramaian…" Luzhou terdiam, tidak bisa melanjutkan, "Oke, tidak juga, aku tidak bisa berdansa. Bagaimana denganmu?"

"Sama." Balas Molina lalu tertawa.

Luzhou memandang gadis itu dengan heran, "Bukankah kebanyakan orang Prancis pandai berdansa?"

"Yah, sama." Molina tersenyum, "dulu, saat aku pertama kali datang ke Amerika Serikat, kukira semua orang China adalah pekerja keras."

"Kalau itu sih… Itu sih kesalahpahaman yang besar…" Jawab Luzhou lalu terdiam.

"Aku ingin menanyakan sesuatu."

"Apa?"

"Kenapa kamu bisa fokus sekali kepada soal matematika walaupun ada seorang gadis cantik duduk di depanmu?"

Bangsat!

Gadis ini bisa baca pikiran orang lain, ya?"

Apa orang-orang barat semuanya suka berbicara seperti ini?

Luzhou memandang Molina, tidak menjawab, namun bertanya kembali. "... Kenapa kamu berpikir seperti itu?"

Molina menatap Luzhou dan menyunggingkan senyum, "Mata seseorang lebih jujur dari bibir mereka."

"Oke, kalau begitu mataku ini ember sekali."

Luzhou lalu berdehem.

Memang sih, wanita itu tidak salah, ia benar-benar sedang memikirkan soal matematika.

Sampai sekarang juga…

Pembicaraan mereka pun segera berakhir.

Luzhou memandang orang-orang yang berdansa di sana, jari telunjuknya bergerak sesuai dengan irama waltz yang bergema di ruangan itu.

Memang ya, inspirasi itu datang dan pergi dengan misterius…

Seperti kenyataan yang terkubur dalam lautan angka, inspirasi yang tidak ditangkap akan hilang.

Sudah berkali-kali ia ingin marah kepada Sistem bobrok-nya.

Di sisi lain, prinsip awal menyelesaikan sebuah soal adalah mengetahui apa yang ia harus lakukan. Tanpa mengetahui hal sederhana itu, ia tidak akan bisa melakukan apa-apa, dan Sistem tidak akan bisa membantu.

Untuk mendapatkan jawaban Hipotesis Bilangan Prima Kembar, ia membutuhkan lebih banyak poin dari yang ia miliki saat ini.

Ini selalu saja terjadi…

Luzhou mengepalkan tangannya.

Tiba-tiba, ia teringat inspirasi 24 jam Sistem yang ia dapatkan sebagai hadiah misi, dan ia segera berdiri dari kursinya.

Molina yang terkejut memandangnya dengan heran, "Ada apa?"

Luzhou menarik nafas dalam-dalam, matanya tampak berbinar-binar karena gembira, "Aku baru saja mendapatkan inspirasi."

Molina mengernyitkan alisnya dan tersenyum, "Inspirasi yang lebih penting daripada bicara dengan seorang gadis cantik, dan lebih penting daripada acara makan malam ini?"

"Lebih penting dari makan-makan bersama artis sekalipun!"

Luzhou lalu berlari ke elevator tanpa menoleh ke belakang.