24 Keputusan (2)

"A-apa?!" membakar habis? Itu artinya sama saja membunuh semua orang yang ada di desa itu? Tidak! Ini tidak boleh terjadi! Ini sama saja pembunuhan masal! 

Orion memberitahuku bahwa sudah lebih dari seratus orang meninggal sejak kemarin. Ini adalah hari ke sepuluh sejak pertama kalinya wabah itu menjangkit desa Silla. Tak hanya desa Silla, kini dua desa lainnya yang berda dekat dengan desa Silla juga telah di karantina oleh pihak kerajaan karena mungkin saja tanpa disadari wabah itu telah menyebar ke sana.

 "Tidak! Aku yakin Yang Mulia Raja tak akan memutuskan hal sekejam itu! Aku yakin ia adalah orang yang sangat menyayangi rakyatnya seperti dirimu." Bantahku yakin seraya menenangkan Orion dengan menepuk-nepuk punggungnya pelan.

"Tapi, tak ada cara lain lagi selama kita belum menemukan obatnya." Balas Orion melepaskan pelukannya seraya menatapku khawatir, kemudian kembali berdiri gelisah.

"Pasti ada cara lain, aku yakin itu!" kataku menatap Orion dan sebuah pemikiran terlintas di kepalaku.

"Tunggu! Ada satu cara untuk menyelamatkan mereka!" seruku tersenyum lebar. 

"Apa itu?" ekspresi Orion berubah curiga.

"Kekuatan sihirku." Jawabku tersenyu. Aku sudah mengetahui semuanya. Kekuatan sihirku adalah sihir medis dengan elemen cahaya yang dapat menyembuhkan penyakit apa pun di dunia ini. Tak ada yang tak bisa disembuhkan oleh sihirku, karena itulah semua orang mengincar kekuatan ini.

"Tidak!" bentak Orion dengan wajah tegang. "Tidak! Aku tidak akan membiarkanmu melakukannya!"

"Orion, ini satu-satunya cara. Aku bisa menyelamatkan mereka dengan kekuatanku."

"Tidak, Luna! Inilah yang hal paling diinginkan oleh para Dazard, memancingmu keluar dengan menyebarkan wabah ini. Hanya Dazard yang bisa melacak keberadaan Rezard dengan menggunakan dark magic! Aku tak akan membiarkanmu jatuh ke dalam perangkap mereka. Lagi pula kau hanya bisa membuka segel itu jika …"

"Aku tahu kau berbohong, ibu telah memberitahuku bagaimana cara membuka segel itu." Potongku sebelum ia meneruskan kalimatnya. 

Ibu memberitahuku kalau aku tak membutuhkan suatu pemicu seperti yang dikatakan Orion untuk membuka segel ingatan serta kekuatanku ini. Yang kubutuhkan untuk membuka segel ini hanyalah sebuah upacara sihir sederhana yang bisa kulakukan dengan bantuan seseorang. 

"Pikirkan ini baik-baik Orion." Aku membujuknya perlahan seraya menggenggam tangannya erat-erat. "Kau mau membiarkan rakyatmu mati begitu saja? Kau tega melakukan hal sekeji itu?!"

Orion menggeleng pelan seraya bergumam gelisah. "Tidak, aku tidak mau membuatmu dalam bahaya. Apa yang harus kulakukan?" Aku tahu ia ragu dan kebingungan untuk memutuskan hal besar ini. 

Ia kembali berdiri membelakangiku dengan gerak gerik gelisahnya. Perlahan aku mendekatinya dan melingkarkan tanganku di sekitar perutnya, memeluknya dari belakang, "Tenanglah Orion, percayakan saja padaku. Aku akan berusaha menyelamatkan mereka dengan kekuatanku. Janganlah ragu untuk menyelamatkan nyawa rakyatmu selagi ada kesempatan. Karena itu, bantu aku untuk melepaskan segel di tubuhku."

"Tapi …"

Aku menggeleng pelan membuat Orion kembali menghentikan kalimatnya, "Aku akan baik-baik saja selama kau ada di sisiku. Kau pasti akan melindungiku kan?"

"Aku bersumpah akan melindungimu dengan nyawaku."

***

"Kau siap?" tanya Orion saat aku telah berdiri di tengah-tengah lingkaran pola sihir yang di buat menggunakan tinta hitam. Kami langsung memutuskan untuk membuka segel sihir yang membelenggu tubuhku keesokan paginya dengan Zelya, Ersy, Elsy dan Lena yang menunggu di luar untuk menjaga agar proses upacara pelepasan segel ini berjalan dengan semestinya.

Baru saja aku akan menjawab terdengar suara gaduh dan teriakan Indine dari luar yang membuatku tersenyum kecil saat mendengar ia terus meneriakkan namaku dengan khawatir. 

Cklek!

Seseorang yang kutahu pasti adalah Indine itu membuka pintu dengan paksa, "Luna! Jangan melakukan hal aneh! Aku bisa gila kalau… Hmppphh! Hmmmmp!!"

Zelya langsung membungkam mulut Indine dan langsung menunduk sekilas ke arahku dengan rasa bersalah. Ia menyeret paksa Indine untuk keluar dari ruangan tempatku berada. Setelah keadaan kembali tenang, aku kembali memandang Orion yang berdiri tepat di hadapanku, yaitu di luar lingkaran. "Aku siap. Kita mulai sekarang."

"Mungkin ini akan sedikit menyakitkan, jadi tahanlah." Pinta Orion dengan ekspresi tak tega.

"Tenang saja, aku akan berusaha menahannya. Jangan memasang wajah seperti itu."

Orion menatapku lalu mulai membaca mantra sihir di buku yang ia pegang untuk membuka segel yang membelenggu tubuhku. Awalnya aku sama sekali tak merasakan hal aneh karena tak terjadi apa pun padaku, tapi beberapa saat kemudian banyak suara muncul di kepalaku.

Tidak ini bukan suara. Tapi ini adalah ingatanku, ini kenangan yang kulupakan selama ini!

Lingkaran pola sihir yang ku duduki mulai bersinar terang, bersamaan dengan diriku yang menjerit tertahan ketika merakan tubuhku memanas seperti terbakar, dan kepalaku yang sakit seperti terhantam sesuatu dengan keras.

Deg! Deg Deg!

Jantungku semakin berdetak cepat ketika penglihatanku mulai kabur saat menatap Orion yang masih terus membacakan mantra di hadapanku. Sekilas aku bisa melihat wajah penuh khawatirnya saat melihatku. 

Bruk!

Kakiku kehilangan kekuatannya dan membuatku jatuh terduduk. Aku berusaha menumpu tubuhku dengan kedua tanganku saat tubuhku hampir saja menghantam lantai. 

Tidak! Tidak boleh! Aku tidak boleh kehilangan kesadaranku sebelum Orion selesai membacakan mantranya, atau semuanya akan gagal. Aku menggigit kuat-kuat bibir bawahku agar kesadaranku tak hilang

Setelah lebih dari sepuluh menit akhirnya Orion  berhenti membaca mantra, lingkaran pola sihir yang tadinya bersinar kini telah menghilang tak berbekas. Aku tak bisa lagi menopang tubuhku dan terkulai lemas di lantai seraya mengatur napasku.

"Luna!" Orion bergegas menghampiriku lalu mengangkat dan menggendong tubuhku ke atas kasur. "Kau baik-baik saja?" wajahnya pucat pasi dengan tangannya yang terus menggenggam erat tanganku.

Aku mengangguk lemah dengan sisa kesadaranku. Dengan keadaan setengah sadar aku masih bisa mendengar suara teriakan Indine yang memanggil-manggil namaku di luar pintu ruangan tempatku berada, dan setelah itu semuanya gelap …

***

avataravatar