20 Saat Pria Pertama Kali Menstruasi

"apa yang kau bicarakan eugene.. kau terdengar seperti menggodanya" monolognya menggema dalam kamar mandi. Ruangan beraksen biru muda menjadi tempat setelah di usir dari dapur. Eugene bermaksud menenangkan degup jantungnya yang tak bisa di ajak kompromi lagi. Bagaimana wajah kesal Michelle, bagaimana Michelle menatapnya. Eugene tak peduli lagi apakah Michelle risih atau bahkan menertawakan ucapannya.

"Sepertinya aku akan mati karena jantungan" ucapnya hiperbola. Bagaimana mungkin seseorang akan mati karena perasaan berdebar di dada. "Sungguh aku akan mati.." ucapnya terdengar putus asa. Siapapun tolong ingatkan eugene agar berhenti menonton film telenovela.

Gadis berdimple itu masih memaku di depan cermin. Wajahnya nampak muram seakan tertutupi awan hitam. Bagaimana perasaannya bercampur aduk di pagi yang indah ini lupakan dulu soal adegan kebakaran barusan. Kala penyesalan dengan dirinya yang berubah menjadi wanita kian membesar. Bagaimana ia bisa melindungi orang yang ia sayangi dengan wujud seperti ini ? Berpikir terlalu keras hingga perutnya jadi sakit, kebetulan yang sangat menyebalkan.

"Ah sialan.. kenapa rasanya sangat sakit~!" Meremas dengan kuat wastafel didepannya, Eugene sedikit merunduk dengan tangan yang lain menahan perutnya.

Dengan cepat gadis itu langsung melepas celana tidurnya dan hendak duduk di closet. Kembali matanya membulat mendapati noda merah tercetak dan masih basah pada celana dalamnya.

"AAAAAA !!!!!"

Jeritan itu sangat keras hingga sampai di dapur. Michelle tentu saja mendengarnya namun mencoba mengabaikan, bersama cukup lama dengan eugene membuatnya sedikit banyak paham bahwa gadis jangkung itu sangat random.

"AAAAA AKU AKAN MATIII !!"

Pekikan selanjutnya berhasil membuat Michelle menghentikan aktifitas memasaknya. Berlari ke arah kamar mandi segera setelah mematikan kompor tentu saja.

"Apa yang terjadi ?!" Tanya Michelle suaranya terdengar panik apalagi pintu kamar mandi terkunci dari dalam. "Eugene ! Apa yang terjadi ?! Cepat buka pintunya !!"

"Michelle~ aku akan mati kehabisan darah.. tolong sampaikan maafku pada ibu ku" Michelle yang mendengar suara lemah eugene tambah panik.

"Cepat buka pintunya dulu hey !! Aku tak mau menjadi tersangka jika kau mati sungguhan !" Bukan ucapan sebenarnya hanya saja Michelle terlalu kalut hingga ucapannya sama randomnya dengan eugene.

Pintu itu akhirnya terbuka sejengkal dengan eugene yang masih menunduk dan jejak air mata menghiasi pipinya.

"Ada apa ?!"

"Aku pendarahan" ujar eugene dengan suara pelan.

"Hah bagaimana ?" Michelle meminta pengulangan, suara Eugene teramat tipis untuk masuk ke telinganya.

"Aku pendarahan" kali ini suara eugene cukup jelas walau sedikit bergetar

"Mananya yang luka ? Katakan !" Sontak Michelle mendorong paksa pintu yang masih terbuka setengah. Memperlihatkan tubuh eugene yang setengah telanjang sembari menutupi organ intimnya.

"Di— disini.." ujar eugene terbata

Tampak perempatan urat di pelipis Michelle. Rahangnya mengeras menahan segala umpatan yang keluar.

"Apa ini pertama kali kau mengalami nya ?"

Eugene mengangguk dengan polosnya.

"Umur berapa kau ?"

"17"

Jawaban singkat yang di berikan gadis didepannya membuat Michelle menepuk dahinya sendiri. Memang eugene yang polos atau berlagak bodoh.

"Bagaimana mungkin gadis berumur 17 tahun baru mengalami menstruasi " gerutu Michelle kesal. Ia yang di buat panik oleh sebuah kejadian alami dari gadis remaja labil.

'ah jadi ini yang namanya menstruasi' batin eugene. Ia tak pernah tahu jika ini yang akan ia alami saat berubah menjadi perempuan.

"Aaaah !! Sakit sekali !!!" Pekik eugene tiba-tiba, mau tak mau Michelle mengalah dan menahan rasa kesalnya.

"Di mana kau taruh pembalut nya ?"

"Di laci penyimpanan... di ruang laundry" terbata eugene menjawab sembari jongkok meremas perutnya. 'sialan bagaimana ini bisa sangat sakit!' racaunya dalam hati.

Michelle berlalu setengah berlari ke arah tempat laundry beruntung semalam ia sudah di beritahu tata letak rumah yang ia singgahi ini. Terkagum begitu memasukin ruangan khusus mencuci, beberapa mesin cuci tampak berjejer rapi bahkan ukuran ruangan ini lebih besar dari rumahnya.

"Beruntungnya kau Ahn" guman Michelle. "Ck... Fokus Michelle jangan terlihat kampungan" membuka beberapa laci gantung dan akhirnya menemukan stok pembalut di laci tengah.

"Eugene.. aku masuk yah" mendekati sosok yang kini terduduk lemas di atas closet. Eugene hanya bisa menatap sayu pada benda yang disodorkan Michelle.

"Ayo pakai.." ujar Michelle sedikit kesal karena gadis didepannya hanya menatap. "Jangan bilang kau tak tahu cara memasangnya.."

Menggeleng. Nyatanya memang begitu adanya. Untuk apa laki-laki sepertinya tahu benda apa itu, bagaimana cara menggunakannya.

"Astaga eugene yang benar saja" dan Michelle di buat kesal sepanjang pagi ini.

.

.

.

Matahari mulai meninggi sedikit demi sedikit.cahayanya menelusup masuk melewati jendela dan beberapa celah ventilasi. Menghangatkan suasana sarapan pagi dua gadis yang betah duduk dalam keheningan canggung.

Satu gadis sibuk makan tanpa mengeluarkan suara. Yang lainnya nampak makan dengan wajah tertunduk. Perasaannya campur aduk namun lebih merasa malu atas kejadian yang baru saja ia alami. Seratus persen kejantanannya sudah hilang tak tersisa.

Eugene menggerakkan kakinya gelisah. Sungguh tak nyaman duduk dengan sebuah benda asing mengganjal kemaluannya. Bagaimana bisa wanita dengan tanpa beban beraktifitas dengan sebuah benda basah menempel pada pantatnya.

"Cepat habiskan dan kita berangkat" putus Michelle. Dia yang pertama menyelesaikan makanannya. Berlalu menuju wastafel setelah mengingatkan eugene untuk cepat bergegas.

"Bagaimana mau cepat.. perutku seperti di remas dari dalam" gerutu eugene. Keadaan nya bisa dibilang tak baik-baik saja. Untuk menelan rasanya tak sanggup karena rasa sakit menyelimuti perutnya.

"Ini minum lah" sebuah air hangat dengan kepulan asap masih menghiasi permukaannya tersodor di hadapan eugene. "Setelah ini kau akan merasa baik-baik saja" jelas Michelle selanjutnya.

Raut wajah eugene seakan tak yakin. Bagaimana mungkin hanya air hangat membuatnya tak lagi merasa sakit.

"Percaya padaku.." tambah Michelle

'demi Michelle.. sekalipun sakit aku akan menahannya'

Menenggak hingga habis tanpa jeda sedikit pun. Cairan hangat mengalir mengisi perutnya dan perlahan rasa sakit mulai pudar. Walau tak hilang sepenuhnya tapi ini sangat membantu.

"Michelle.. kau berbakat menjadi dokter !" Puji eugene dengan kalimat hiperbola andalannya. Namun cukup sukses memunculkan rona kemerahan pada daun telinga Michelle.

"Cepat selesaikan.. aku akan menunggu di luar".

Berjalan terseok dengan beban pada selangkangannya membuat eugene tampak seperti orang konyol.

"Bisakah kau berjalan biasa saja ?" Michelle tentu saja ikut malu saat pasangan mata menatap kearah mereka.

"Bagaimana bisa aku berjalan biasa saja ?! Benda basah ini mengganjal selangkang— hmmpff !!"

Michelle cepat membungkam mulut eugene. "Apa kau sudah tak punya malu ?" Benar saja, bagaimana mungkin seorang gadis dengan gamblangnya memamerkan situasi bulanannya didepan umum dengan suara keras.

"Ish! Iya iya... Duuuhh perutku~" kembali eugene mengerang kesakitan.

"Kita ke UKS, setidaknya kau bisa istirahat sampai jam makan siang" kedua gadis itu berjalan ke arah UKS tanpa menyadari sepasang mata tengah memperhatikan.

"Akhirnya kau berangkat juga Michelle kim"

avataravatar
Next chapter