13 Rinai Di Antara Pelangi

Meremat tangannya untuk kesekian kali, menghirup napas panjang guna menetralkan rasa cemasnya. Michelle rasa ia bisa bertahan dengan luka di tangannya hingga pulang. lagipula ia sudah melalu kesulitan yang lebih besar dari pada hanya sekedar goresan benda tajam.

"maaf aku lama yah" ujarnya begitu sampai di depan Eugene.

Si gadis berdimple bertingkah cemberut walau tak cocok dengan badan bongsornya. "ku kira kau meninggalkanku" Sikap sok imutnya membuat siapapun yang melihat akan bergidik ngeri.

Lain halnya dengan Michelle, gadis itu malah menepuk-nepuk kepala Eugene dengan lembut. "Aku minta maaf yah"

'DEG'

Perasaan ini datang lagi, Eugene tak bisa berkata-kata seakan suaranya hilang dalam sekejap. Sebuah hal langka ketika Michelle tak memukulnya, dan malah bersikap lembut padanya. Eugene tak salah lihat kan ? Bagaimana mungkin kepribadian gadis itu berubah 180° begitu keluar dari toilet. Apakah Michelle yang sekarang bukanlah dirinya yang asli melainkan doppleganger seperti film yang ia tonton walau hanya setengah jalan. baiklah dia terlalu banyak menonton film sehingga khayalannya sedikit berlebihan.

Tak ambil pusing lagi, Eugene berdiri dari bangkunya "baiklah ayo pergi lagi". Michelle langsung mundur untuk menghindari jangkauan tangan Eugene yang hendak meraihnya. Dan bergegas menyembunyikan kedua tangannya di balik tubuh.

Menyadari gadis itu berusaha menghindarinya, Eugene tersenyum canggung. "a—ayo kita ke stand makanan disana" dan berjalan lebih dulu sembari menenteng boneka Llama.

Menghela napas begitu berhasil menolak genggaman tangan eugene. Bukannya Michelle tak suka, ia bahkan tak bisa bohong jika merasa nyaman dan aman jika di dekat gadis jangkung itu. Hanya saja, lukanya belum tertutup sempurna dan ia tak punya plaster luka.

"kau mau ku tinggal ?" pekik Eugene begitu menyadari gadis dibelakangnya masih terdiam tanpa pergerakan.

"iya iya bawel"

Eugene terseyum samar, masih menggenggam boneka Llama di tangannya. Ia mendekatkan boneka itu tepat disebelahnya pipi Michelle, sedangkan gadis itu hanya menatap bingung.

"di lihat-lihat ternyata kau mirip dengan Llama yah, hahahaha— aduuuhh!"

Eugene merintih kesakitan karena kulit pinggangnya di cubit dengan sangat gemas oleh Michelle. "rasakan" tersenyum dengan sangat puas dan Michelle berlalu meninggalkan Eugene yang kesakitan di belakangnya.

.

"ini takoyaki nya"

"terimakasih paman" Eugene menyerahkan beberapa lembar uang setelah menerima takoyaki yang baru saja di angkat dari penggorengan. Uap panas mengepul di sekitar takoyaki itu. aroma tercium membuat siapapun pasti akan langsung tergiur. begitu juga dengan Michelle yang menatap tak berkedip sesaat setelah Eugene membawa seporsi besar takoyaki menuju meja yang mereka pesan.

Udara kian terasa dingin dengan awan hitam yang betah bertengger di atas langit. Beberapa orang memilih pulang dan yang lainnya memilih menghangatkan diri dengan menyicip makanan lezat yang tersedia di stand makanan.

"silakan tuan putri" gadis yang lebih tinggi mempersilahkan Michelle untuk mencoba lebih dulu. Tatapan Michelle seperti seekor Hyena yang menatap lapar mangsa di depannya. Eugene pikir itu sangat menggemaskan.

Melahap dalam ukuran besar dan sukses membuat Michelle berakhir meraup udara sebanyak-banyaknya. Uap mengepul keluar dari mulut kecil gadis itu. Eugene tak bisa menahan tawanya lagi, gadis didepannya terlihat konyol jauh berbeda dari yang selama ini ia kenal.

"hahahaha.. ini, ini minum dulu"

Menyodorkan botol mineral setelah puas menertawakan aksi ceroboh Michelle. "haduuuh pipiku" memijat pelan kedua pipinya yang terasa kebas akibat tertawa. Sedangkan Michelle kembali menatapnya datar walau tak bisa di pungkiri pipinya memanas menahan malu.

Gadis yang sudah menetralkan dera tawanya kembali fokus pada makanan di hadapan. mengangkat bola lezat dengan isi tentakel gurita dan lumuran mayonaise. kepulan asap masih menyelimutinya menandakan makanan itu terlalu panas untuk dapat masuk ke tenggorokan. Dengan telaten Eugene meniup takoyaki itu sebelum mengarahkan ke hadapan Michelle.

"ayo buka mulutmu" perintah Eugene lembut. Mengerjap berkali-kali dan Michelle hanya menatap Takoyaki di depannya. "ayo aaa~" Eugene sekali lagi sukses membuat pipi Michelle merona.

"A—aku bisa sendiri" menyambar sumpit dan melahapnya sendiri.

Eugene menatap tanpa berhenti tersenyum. Ia menemukan sesuatu yang baru dari diri Michelle. Sosok pemalu yang selalu bersemu. rasanya ia ingin selalu menggoda agar gadis itu tersipu karenanya. rasanya sangat menyenangkan. begini kah rasanya jatuh cinta ?

'apa yang kau pikirkan Eugene ?! dia tak mungkin suka pada mu'

Kembali monolognya pada diri sendiri. pemikiran yang bertolak belakang, rasa ingin menyetujui namun pikiran logisnya menolak mentah-mentah. Eugene sendiri terheran bagaimana ia merasa debaran aneh ketika bersama Michelle, hal yang tak ia rasakan walau sudah berganti pasangan lebih dari puluhan kali saat masih menjadi laki-laki. Terbesit rasa menyesal kenapa ia tak bertemu Michelle sebelum kejadian mengerikan yang menimpanya.

Namun semuanya hanya pengandaian tak terwujud. Angannya menciptakan delusi sebagai pelampiasan kekecewaannya. Takdir seperti menertawakan hidupnya yang tidak jelas. Entah karena Tuhan sedang menguji atau malah mengutuknya.

'JEDERR'

'BRRSHHH~'

Nampaknya Tuhan mendengar gerutuan hatinya. Membalas semua cemooh Eugene dengan Hujan yang mengguyur seluruh tempat bermain, dari seberapa derasnya buliran air terjatuh bisa di pastikan separuh kota sudah terhujani.

"sial !" gumam Eugene dengan wajah panik. mencoba teliti namun ternyata tak berhasil. Mengutuk dirinya yang sangat ceroboh.

"ada apa ?"

"Maaf, aku tak bawa payung"

"HAH ?!"

Alis Michelle berkedut. Kemalangan seperti tak ingin melepaskannya bahkan ketika ia ingin melepaskan beban yang melilitnya. Padahal sedari awal dirinya sudah bertanya, mengantisipasi kemungkinan terburuk dihari yang mendung. Dan benar saja, kecerobohan Eugene membuat keduanya terkena tetesan air hujan yang kian deras.

Seperti emosi yang tertumpah ketika tak cukup lagi di tahan. Langit yang sedari pagi sudah menampakkan wajah murung seakan menjadi penanda bahwa hujan akan mengguyur dalam waktu yang lama.

Kedua gadis itu tergopoh-gopoh mencari tempat berteduh. Cukup lama hingga mereka berhenti di depan pertokoan yang sudah tutup. Tubuh mereka hampir basah kuyup untung saja Eugene telah mengamankan boneka yang tadi ia dapatkan kedalam ransel.

Menoleh pada gadis disebelahnya, tubuhnya juga basah. Merasa bersalah karena tindakannya yang ceroboh. jika saja ia tak percaya diri dan kembali mengecek isi ranselnya, mungkin mereka tak akan berakhir seperti ini. Kebasahan tanpa pakaian ganti di depan toko seperti orang bodoh.

Michelle nampak melipat tangan di dada. berusaha menghalau dingin yang menelusup masuk melewati kaosnya yang tipis. Eugene menatap dengan iba, ia lalu melepaskan cardigannya memasangkan dengan telaten pada tubuh Michelle.

"apa yang kau—"

"aku minta maaf.. ujar Eugene nadanya terdengar sangat menyesal. "jangan di lepas, anggap saja sebagai permintaan maaf ku"

Michelle mengangguk mengiyakan "terimakasih" mengeratkan cardigan agar lebih membuatnya hangat. melihat bagaimana Eugene mulai kedinginan dari bagaimana gadis itu menggertakan giginya menggigil. Bersikap sok keren padahal dirinya sendiri juga membutuhkan cardigan itu.

"bodoh" celetuk Michelle samar. Untungnya deras hujan menutupi umpatannya yang bukan dalam makna sebenarnya.

Michelle menggosokan kedua telapak tangannya sedikit lebih lama hingga kedua kulitnya memanas. "lakukan seperti ini dan kau akan merasa hangat" ujar Michelle meletakan kedua telapak tangannya pada permukaan pipi Eugene.

Gadis berambut sebahu terdiam membeku. Membulatkan matanya pada apa yang Michelle lakukan. Bisa-bisanya gadis itu dengan gambang menyentuh pipinya sedangkan ia sendiri susah payah menyembunyikan degupan jantungnya. Berdebar sangat keras layaknya sebuah genderang peran. Eugene rasa ia akan mati jantungan jika ini terus-menerus terjadi.

"I—iya aku bisa melakukannya sendiri" Ucapnya terbata-bata.

Eugene langsung menarik wajahnya dari tangkupan tangan Michelle. Membalikan tubuh agar tak menatap wajah yang entah kenapa terlihat sangat indah seakan menghipnotisnya untuk masuk kedalam ilusi. Eugene menggosokkan tangannya sendiri. melakukan seperti yang Michelle lakukan padanya. Hal itu berhasil membuat pipinya memanas. Namun ia sadar bahwa bukan tangannya yang membuat pipi nya panas.

Melainkan tangan Michelle.

avataravatar
Next chapter