8 Kesadaran Itu

Operasi cangkok hati pak Wibisena berjalan lancar , Kini pria paruh baya itu masih tertidur setelah berhasil melewati masa kritis selama 48 jam di ruang ICU .

Reinald tampak duduk disofa dikamar inap papanya . Pria itu sedikit heran tidak menemukan sosok wanita yang mulai akrab dimatanya ,kemana gadis itu .

Biasanya dia tidak pernah absen mengunjungi papanya bahkan saat papanya menjalani operasi pemasangan stenr jantung gadis itu yang menungguinya . Sementara dirinya sendiri sibuk dengan urusan yang dicari-cari, dan adiknya juga sibuk dengan kehidupan sosialitanya.

" Apa Melia tidak pernah kesini ?." tanya Rei pada Pramu yang baru datang , Pria berusia lima puluh tahun itu hanya melirik sesaat sebelum ikut duduk disofa lainnya .

" Kok nanyanya kesaya . bukannya dia istrimu . Memangnya kalian ngga tinggal serumah ?." pak Pramu malah balik bertanya sebenarnya dia sudah tau dari cerita Baskoro tentang rumah tangga anak bossnya ini .

Namun dia hanya orang luar yang tidak punya hak untuk ikut campur.

" Beberapa hari ini aku pulang ke apartemen tidak pulang kerumah ."

" Cobalah telphone dia . Jangan bilang kau tidak menyimpan nomor ponsel istri sendiri ." sahut Pramu setengah mengejek .

Reinald mendengus dan beranjak kearah ranjang papanya .

" Paman tau, siapa pendonor hati buat papa ."

" Tidak . Karena dokter merahasiakannya ."

Reinald menatap Pramu tajam mencoba mencari kebenaran dari perkataan pria yang sudah bekerja dengan papanya selama tiga puluh tahun itu, dan selama bekerja menjadi sekretaris pribadi papannya , pak Pramu tidak pernah sedikit pun berbohong , walau dalam kondisi sulit sekali pun kecuali untuk urusan pribadinya, pak Pramu menutupnya rapat.

" Paman tidak sedang berbohong kan ?."

" Apa keuntunganku berbohong ?."

Reinald mengangkat bahunya acuh , baru saja dia akan melangkah menjauh dari ranjang papanya, suara berat papanya menahannya..

" Papa sudah bangun . bagaimana perasaan papa ?." Reinald memegang tangan tua itu dan menciumnya .

" Ya ,papa sudah bangun dan perasaan papa baik ." jawab pak Wibisena lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan ," Mana Melia ? apakah masih bekerja ?."

Ada nada tak suka dalam suara Reinald, ketika bangun kenapa gadis itu yang ditanyakan papanya, bukan dirinya atau adiknya yang notabenenya adalah anak kandungnya.

" Kenapa pa ? memang ada apa dengan Melia."

" Tidak , papa hanya merasa ada yang kurang saja . Biasanya gadis itu akan duduk dikursi ini sembari membaca buku atau bermain game tampa suara tapi wujudnya selalu ada menemani papa, walau hanya diam namum Lia adalah seorang pendengar yang sangat baik dan menyenangkan ."

Reinald menghela nafasnya berat ,dia tau papanya pasti akan mencari istrinya karena memang dia yang menemani papanya selama sakit .

" Sepertinya papa sangat menyukai Melia. "

" Tentu saja . Hanya laki-laki bodoh yang tidak menyukai gadis secantik dan sebaik Melia. Jika saja papa dipertemukan dengam dia lima puluh tahun yang lalu, sudah pasti papa yang akan menikahinya. " Wibisena terkekeh pelan, dia hanya menggoda putranya saja.

" Kenapa dengan lima puluh tahun yang lalu? kalau papa suka kenapa tidak papa saja yang menikah dengannya. "

" Dan jadi ibu tiri cantik buat kamu dan Reina? Papa masih waras Rei, untuk menikahi gadis yang lebih pantas menjadi anak daripada istri. Tapi papa senang, menantu yang papa pilih sangat tepat, dia sangat cerdas, dia diam namun berbicara melalui kecerdasan otaknya juga EQnya yang tinggi menjadikan dirinya berbeda , dia mengedepankan logika dan realita, gadis yang lebih mengedepankan perasaan orang lain dari pada dirinya sendiri, dia berbicara berdasarkan apa adanya bukan dengan perasaan apalagi egonya. Seorang gadis yang sangat jarang ada ." puji Wibisena, sangat terlihat rona bahagia diwajah tua itu.

Dan Pramu sendiri menyetujui penilaian majikannya itu terhadap menantu perempuannya.

" Tapi namanya perempuan akan tetap saja sama pa, bila dihadapkan pada perasaan cinta dan kekayaan. Mereka akan rela bertekuk lutut untuk bisa mendapatkan keduanya. "

" Oh ya? kalau begitu. papa ingin kamu bisa membiktikannya, apakah pendapatmu itu berlaku juga untuk Melia. "

" Oke, akan Rei buktikan, dan bi.. " belum juga Reinald menyelesaikan kalimatnya , tiba-tiba pintu ruang rawat inap terbuka menampilkan sosok gadis cantik bertubuh semampai dan seksi dengan rambut blondenya , dia Reina Wibisena , anak kedua Wibisena .

" Hello papa , Nana datang . Papa pasti rindu pada nana kan. ." Reina langsung memeluk dan mencium papanya .

" Kemana saja kamu Reina ? bibi Tanti bilang sudah seminggu ini kamu tidak pulang . Kamu juga tidak pergi kekantor papa , untuk membantu pak Pramu dan aku, dan juga kamu tidak ada menjaga papa disini ."

" Kata siapa aku tidak mengunjungi papa, aku hampir tiap hari kesini bersama Sandra dan asal kakak tau, Sandra yang menemani papa disini. "

" Buat apa Sandra menemani papa? Kekayaan yang mana lagi yang dia incar. "

" Sandra tidak mengincar kekayaan kak. "

" Lantas buat apa dia kesini? mau tebar pesona? "

" Dia hanya ingin mengurus papa dan kembali dekat dengan kakak, Sandra masih mencintaimu kak. Bahkan dia rela meninggalkan karier modelnya di Milan demi untuk bisa dekat dengan kakak lagi, tapi kakak malah menikahi gadis kampung itu . "

" Tak perlu kamu mencampuri kehidupan pribariku , apa kehidupanmu sudah jauh lebih baik dari aku? Berhentilah bersenang-senang, kamu perempuan. Sudah waktunya memikirkan masa depan yang baik untuk diromu sendiri. "

" Sejak kapan kakak perduli padaku Bukannya kakak hanya perduli pada istri kakak saja ."

" Tentu saja aku perduli karena dia istriku dan kamu adikku ."

" Lalu kemana istri kakak sekarang ? setiap aku kesini tidak pernah bertemu

dengannya ."

" Tentu saja dia , selalu kesini. Tapi istriku bukan gadis pengangguran sepertimu yang hanya menghabiskan waktu sesuai keinginanmu . Istriku memiliki tanggung jawab terhadap pekerjannya , tidak seperti dirimu ." sahut Reinald sedikit ketus .

"Aku hanya bertanya soal istri kakak ,kenapa tidak ada disini . Bukan ingin mendengar kutbah dari kakak . "

Reinald hanya mendengus kesal mendengar tanggapan adiknya . Dia kesal karena dirinya sendiri tidak tau kemana dan dimana istrinya saat ini . Ponsel wanita itu tidak bisa dihubungi . Sementara Reinald sama sekali tidak mengetahui siapa saja teman istrinya . Karena dia sama sekali tak perduli dan istrinya pun terlihat selalu menyendiri , yang dia tahu , wanita itu selalu berada dikamarnya atau duduk digazebo taman belakang rumah menghabiskan hari libur dengan membaca atau asik dengan laptopnya .

Dan ada sedikit sesal dihati Reinald ketika mengingat sejak dirinya menikahi gadis itu empat bulan yang lalu hingga sekarang dia belum pernah mengajak istrinya untuk menikmati waktu walau sekedar makan atau jalan-jalan , dia bahkan tidak pernah mengajak istrinya untuk ngobrol atau menanyakan sesuatu . Apa yang dia jalani bersama Melia seperti air yang mengikuti alurnya, tidak ada gejolak apalagi sentuhan apapun . Selain hal gila yang pernah dia lakukan pada wanita itu.

Yang dia tau, pasti sangat melukai hati wanita pendiam itu.

Ahhh.. jika mengingat kejadian malam itu , ingin rasanya Reinald menenggelamkan dirinya kedalam lubang . Jujur dia sangat menyesalinya , menyesali kenapa dia melakukan hal yang tak pantas diterima wanita itu . Memperlakukannya sama seperti saat dia melakukan dengan kekasih sejenisnya .

Gerakan tiba-tiba dari pak Pramu membuat Reinald yang sedang duduk sembari bersandar di sofa dengan memejamkan mata terbangun dan menatap pria itu .

Dilihatnya seorang dokter ditemani dua asisten perawatnya dan dua orang dokter residen memasuki kamar inap papanya dokter itu masih muda , mungkin setahun dua tahun diatasnya .

" Selamat malam pak Wibisena, apa ada keluhan pak ?." tanya dokter muda itu . Dibaca dari tagnamenya dokter itu bernama Dr. Ignasius Irvandi Sanjaya, Sp.PK

" Hanya sedikit mual dan sesak dok ."

Dokter itu mengangguk lalu menjelaskan kepada dua dokter residen yang mendampinginya terkait penyakit yang diderita pak Wibisena .

Dan kesempatan ini digunakan oleh Wibisena untuk menanyakan tentang identitas pendonor livernya .

" Jangan khawatir pak . Pemilik hati yang separuhnya diberikan ke anda , adalah orang baik yang berhati tulus dan yang paling penting dia sangat sehat . Sehingga proses verifikasi dan pemeriksaan pendonor berjalan lebih cepat dari waktu yang dijadwalkan ."

" Apakah saya boleh mengetahui siapa dia ? Saya ingin sekali mengucapkan terima kasih padanya ."

" Maaf , sebenarnya pasein berhak untuk mengetahuinya namun sayang pendonor sangat berpesan untuk merahasiakan identitasnya dan kami harus menjalankan amanah dari pendonor tersebut , jangan khawatir pak , pemilik hati yang ada ditubuh bapak saat ini adalah seorang wanita cantik yang lembut selembut hatinya . " Dokter Irvandi menepuk punggung lengan pak Wibisena sembari tersenyum , ditolehnya sebentar kearah pak Pramu yang menatapnya khawatir lalu mengangguk hormat.

Sementara itu, pak Pramu sedikit panik ,dia takut dokter itu akan keceplosan menyebut nama Melia sebagai pendonor , namun akhirnya pria itu menghela nafas lega karena sang dokter sangat memegang amanah .

Tapi tidak dengan Reinald . Pria itu sedikit menyipitkan matanya saat dokter Irvandi mengatakan ciri fisik pendonor hati buat papanya , lalu saat dokter tampan berwajah Tiongkok itu menoleh ke arah pak Pramu .

Walau sebenarnya dia tak perduli tapi entah kenapa saat dokter itu menyebut pendonor hati buat papanya adalah seorang wanita cantik yang lembut , hatinya langsung tertarik untuk mencari tahu .

Wanita bodoh mana yang mau mendonorkan organ vital untuk kehidupannya pada orang lain . Pasti pendonor itu memiliki maksud tertentu . Apalagi kalau bukan harta papanya .

Ahhh , jaman sekarang dimana ada hati yang benar-benar tulus. Sebagian besar semuanya itu berlatar belakang materi saja .

Reinald kembali melihat kolom chat aplikasi berwarna hijau itu . Chat darinya sama sekali tidak direspon oleh istrinya alias centang satu .Begitu pula dengan sms dan panggilan telphonenya . Tak ada satu pun yang direspon.

" Kemana kamu Mel ? ." gumam Reinald sembari menghela nafasnya berat .

*********

Melia baru saja menyelesaikan sarapan dan meminum obatnya , ketika dokter Irvandi dan dokter Kinan datang menjenguknya .

" Gimana menu sarapan paginya, enak ?." sapa dokter Irvandi yang memang sangat care dan ramah ke setiap pasien. Dokter bertubuh jangkung yang murah senyum itu menjadi dokter idola dirumah sakit ini , sementara istrinya juga bekerja dirumah sakit sebagai dokter spesialis kandungan .

" Kurang kecap sama sambalnya dok ." jawab Melia sedikit mengeluarkan candaan walau terdengar garing .

" Tunggu sampai dua minggu , anda baru bisa menikmati kecap juga sambal ." balas Kinan Dokter spesialis bedah jantung dan toraks yang juga istri dari presdir rumah sakit internasional ini .

" Apakah selama dua minggu saya harus berada disini. dok ."

" Tidak , bila esok kondisi anda tetap stabil seperti ini , dua hari lagi anda bisa meneruskan istirahatnya dirumah , dan selama dirumah tetap menjalankan pola hidup sehat secara baik agar pertumbuhan jaringan organ hati bisa cepat dan pemulihan seratus persen bisa teratasi ."

Dokter Kinan menuliskan beberapa catatan di lembaran rekam. medis pasien, dan terlihat berdiskusi singkat dengan dokter Irvandi selaku dokter spesialis penyakit dalam, tampak dokter Irvandi mengangguk dan tersenyum tipis.

" Untuk keluarga bagaimana? apakah wali anda akan datang hari ini, nona? "

Melia tampak diam dan menghela nafasnya saat dokter cantik itu bertanya, namun senyum hangat dari sang dokter yang terkenal dingin itu membuat Melia sedikit merasa lega.

" Saya, tidak punya orangtua juga saudara kandung dok. "

" Bagaimana dengan keluarga lainnya ?"

Melia hanya bisa menggeleng, bukan karena dia tidak memiliki keluarga namun dia hanya tidak ingin menyusahkan paman juga bibinya.

" Tidak ada dok. "

Baik dokter Kinan Ervano Reiner maupun Dokter Irvandi Sanjaya hanya mengangguk dan tersenyum, mereka paham dan sangat profesional dengan pekerjaannya.

" Istirahatlah, pulihkan tenaga. " pesan dokter Irvandi sembari menepuk punggung tangannya. Hari ini Melia sudah tidak membutuhkan infus lagi karena kondisinya yang mulai stabil.

Melia mengangguk menjawab pesan dokter tampan itu, dan dokter Kinan sebelum melangkah mengikuti dokter Irvandi sempat berkata dengan pelan.

" Kalau anda butuh teman untuk bercerita, anda bisa hubungi saya . Nanti asisten perawat saya akan memberikan nomor kontak saya ke anda. Dan bila anda ingin menyendiri, saya punya rekomendasi tempat yang cocok dan aman untuk menyendiri. "

" Oh ya? boleh tau dok, dimana tempat itu? " Melia menatap wajah dokter cantik itu dengan penuh harap, dia saat ini memang butuh waktu untuk sendiri.

" Tidak jauh, anda hanya masuk kedalam lift, lalu tekan diangka lantai 25 , setelahnya anda masuk kembali ke lift khusus direksi untuk bisa naik ke lantai 28 , anda cari pintu keluar tapi bukan pintu emergency, disitu anda akan menemukan tempat yang anda cari. "

" Baik dok, terima kasih sarannya. " Melia tersenyum dan mengangguk, tanpa diduganya dokter cantik itu memeluknya.

Melia tentu saja terkejut namun sekaligus senang, bisa dipeluk seorang wanita hebat yang dia tau adalah dokter spesialis bedah jantung dan toraks terkenal, lulusan universitas di Jerman dengan predikat terbaik dan termuda juga istri pemilik rumah sakit internasional ini yang terkenal tampan juga kaya raya.

" Apapun itu, jangan anda pendam sendiri, berbagi ceritalah pada Tuhan diatas saja, dan jadikan Dia sebagai tempatmu berkeluh kesah. "

" Baik dok, sekali lagi terima kasih banyak. "

Dokter Kinan menghapus airmata di pipi Melia dan kembali tersenyum, lalu dokter cantik itu pun keluar dari ruang rawat Melia untuk mengunjungi pasien lainnya.

Tak lama seorang perawat cantik yang dia tau bernama Citra, tertulis di tagname juga id card yang dia pakai.

" Maaf, nona Melia. ini ada titipan dari dokter Kinan. " Citra menyerahkan sebuah kartu nama dan kartu akses ke Melia.

" Ini, kartu akses untuk apa ya sus? "

" Itu kartu, untuk nona bisa ke lantai 28 tanpa dihentikan oleh petugas keamanan yang berjaga didepan lift direksi. "

" Kalau boleh tau sus, sebenarnya ada apa di lantai 28. hingga dokter Kinan merekomendasikannya ke saya. "

" Setau saya, dilantai 28 ada rootop dengan taman bunga yang indah dan lapangan basket mini, dan semua itu adalah tempat pribadi milik dokter Kinan hadiah dari suaminya. "

" Luar biasa ya, ternyata masih ada pria seromantis itu. "

" Mungkin ke dokter Kinan iya, tapi keorang lain jangan berharap bisa melihat senyum pak presdir, karena menurut kami. Pak Ervano itu tak ubahnya seperti patung lilin yang terbungkus beton, sangat tampan tapi sangat dingin dan kaku. "

Melia tertawa lirih mendengar seorang perawat mengomentari atasannya , dia pikir hanya Reinald pria tampan dan dingin ternyata masih ada yang lebih tampan dan dingin dari suaminya itu.

Ahhh, suami ! satu kata yang indah sekaligus menyakitkan. Kata suami yang hanya bisa dia pandangi saat membuka buku nikah miliknya dan menatap cincin bermata berlian di jari manis tangan kirinya , selebihnya dia tak yakin apakah mereka benar-benar berstatus suami dan istri .

Melia hanya tersenyun kecut, lalu menyimpan nomor kontak dokter Kinan ke ponselnya dan menyimpan kartu akses kedalam tas.

*******

avataravatar
Next chapter