webnovel

Awal Kecewa

"Takdir, aku sama sekali tidak menduga jika akan terjebak dalam situasi rumit seperti ini," gumam seorang wanita cantik sambil memijat keningnya.

"Huft ... Kanaya! Ayo semangat," gumam wanita cantik itu sambil memandang langit lepas. Ya, dia sedang menegur dirinya sendiri.

Dia merasakan penat di kepalanya, Kanaya duduk di atas mobil bagian depan dia menikmati banyak bintang berkeliaran di tempat yang sunyi dan sepi.

Dia mendengar suara tertawa dia pun segera bangun, suara khas tertawa nya orang yang sedang mabuk. Dia lalu melihat kesana kemari hingga pandangannya terhenti disatu titik, pemuda dan pemudi sedang asyik berpacaran.

Kanaya mengambil nafas panjang dengan malas kemudian dia segera turun. Pemandangan yang hebatnya luar biasa sedang di hadapannya.

Kanaya menyalakan senter ponselnya kemudian dua pasang sijoli tahu kalau ternyata ada yang mengawasi mereka sedang bermesraan.

"Kalian boleh melakukan sesuka kalian! tapi jangan di tempat ini! ini adalah tempatku. Kalau kalian tidak bergegas pergi dari sini, aku akan memanggil ketua RT, biar orang tua kalian tau, agar kalian bisa memahami dan tahu etika. Cepat pergi dari sini!" teriak wanita itu dengan lantangnya.

Si pria berniat bangun namun dengan cepatnya Kanaya memberikan tinjuan ke wajahnya, satu pasangan lain segera memakai baju.

"Pergi!" Kanaya menunjukan jurus silat, dan mereka pun akhirnya bergegas pergi sambil mengenakan pakaian.

Kanaya melihat kobaran api di gedung yang sedari tadi dia tatap, Kanaya lalu segera berlari ketika melihat matreal terbakar. Dia sampai, matanya terbelalak, langkahnya terhenti, saat dia melihat dua pemuda sedang tertawa puas.

Seakan tidak percaya hingga membuatnya merasa lemas dengan keadaan itu.

Kanaya dengan beraninya mengepalkan tangan berjalan cepat.

Bugh!

Dia memberi tinjuan dua kali ke pipi pemuda itu, sampai pemuda itu tersungkur. Sementara pemuda satunya terlihat takut dengan wanita itu.

"Apa maksudmu!" teriak Kanaya penuh kemarahan.

Ia bertanya lalu melepas jasnya untuk memadamkan api, pemuda itu bangun, mengetahui itu Kanaya menyabitkan jasnya dengan cepat kepada pemuda itu, lalu dia menendang ke arah terlarang milik pemuda itu, jelas saja pemuda itu sangat kesakitan, benda pusaka yang memiliki kelemahan.

Sementara pemuda salah satunya hanya diam tanpa kata.

Kanaya tidak mempedulikan dia terus berusaha memadamkan api sebelum meluas, dengan menyabitkan jasnya berkali-kali ke api. Percikan api itu mengenai lengannya, lengannya terluka, dia tidak memperdulikan, dan terus berusaha memadamkan api, pemuda yang tadi diserangnya menyatukan tangan hendak memukul punggungnya.

Bugh!

"Jangan Mas Fian!" teriak pemuda penakut.

Kanaya menahan, pemuda itu menghantamkan pukulan berkali-kali ke punggung Kanaya, sampai Kanaya terjatuh berutut peluh keringat berjatuhan, karena wajah terkena panas bara api. Pemuda itu terus memukuli Kanaya, dia tidak melawan. Pemuda itu menghentikan setelah melihat Kanaya yang pasrah.

"Apa sudah selesai? Kalau belum puas teruskan! Aku sama sekali tidak mengerti maksud dan tujuanmu! Aku tidak butuh penjelasanmu! Selama ini aku menganggapmu sebagai adik, Fian! Kali ini aku sangat kecewa. Aku menghentikan bangunan ini untuk mengumpulkan dana agar bisa jalan lagi, namun kamu malah membakar dan merusak ini. Kamu tidak akan mengerti. Jika kamu ada masalah lebih baik kamu siksa aku, seperti ini, pukulanmu tidak akan membuat aku menangis, kecewa dan hancur, asal jangan bangunan ini, ini semua harapan Almarhum nenek kita dan Ibuku," perkataan Kanaya membuat pemuda itu lemas dan berhenti.

"Kenapa kamu tidak melawan. Kalian bersaudara kandung kesayangan Opa dan Paman. Sedang aku, heh ... dari dulu Opa selalu membela kalian, hidup bersama kalian. Apa karena aku cucu dari selingkuhan. Aku tidak berhak memiliki harta? Ha!!!" teriak pemuda itu. Lalu duduk dalam tangisan tanpa suara. Kanaya berbalik arah duduk dengan merangkul kedua kalinya.

"Heh ... jadi masalah harta dan kasih sayang Opa dan Paman. Ya Allah ... aku kerja keras, hingga sampai pada kesuksesan seperti ini. Kamu salah jika merasa aku tidak berjuang, setelah orang tuaku meninggal kamu tau sendiri betapa aku sangat bekerja keras. Bahkan sampai Anisya tidak lanjut sekolah dan milih hidup di Pondok karena kekurangan. Tidak mudah Fian, jika ingin sukses butuh kerja keras. Aku menikmati kekayaan ini masih sekitar lima tahun, namun tetap tidak mudah, aku kembali terpuruk karena orang kepercayaan. Aku sudah memberi jabatan kepadamu, agar lebih sukses kamu sendiri yang bisa maju. Kamu salah faham jika aku sayangnya hanya dengan keluargaku. Bahkan aku, selama ini kalau belum mendapatkan hasil, aku gaji pekerja dulu, tapi ... kamu tidak akan mengerti. Jika kamu ingin menjalin kekeluargaan datang saja ke rumah. Opa tidak akan menolakmu!" jelas Kanaya berdiri dia melangkah.

"M, maafkan aku," ujar Fian ikut berdiri, Kanaya menghentikan langkah mengangguk.

"Datang, jenguk Opa dan paman," ucap wanita tangguh itu.

"Aku malu setelah melakukan ini," jawab Fian, Kanaya berbalik badan.

"Tidak perlu malu, aku harap kamu tidak akan mengecewakan aku lagi, aku juga berharap agar kamu bisa aku percaya," ujar Kanaya lalu melangkah cepat.

Akhirnya dia kembali masuk mobil dan menancap gas mobilnya. "Semua terjadi begitu saja, karena salah faham dan keserakahan, hingga keserakahan mengrogoti hati sampai orang tidak peduli, kalau keluarga lebih dari segalanya. heh ...."

Dia pun pulang tepat jam 03.00 pagi. Kanaya mendengar sesuatu yang sedang menyala. Ternyata suara dari game di dalam rumah melihat Bian tidur dengan tingkah yang tidak karuan.

Kanaya pun ingin mandi dia berjalan ke kamarnya, dengan melihat luka di lengannya. Mendengar Azam sedang melaksanakan sholat malam. Kanaya melangkah pelan ke kamar mandi.

"Dari mana?"

"Huft ... tidak perlu kepo," jawab judes Kanaya.

Kanaya masuk ke kamar mandi, Kanaya selesai membersihkan diri lalu berbaring sambil menahan rasa sakitnya.

Tiada percakapan sama sekali, sampai satu jam setengah. Akhirnya suara azan subuh berkumandang, Kanaya bangun kemudian dia segera berwudhu namun dia bersin-bersin selama itu. Dan mendesis keperihan.

Hidungnya yang gatak dan matanya mengeluarkan air, dia tidak henti membuang air bening dari hidung.

Azam membawakan air hangat namun dia tidak berkata apapun kepada Kanaya. Kanaya pun tahu jika air itu untuknya dia segera minum.

"Mama ... ayo salat," panggil seorang anak berusia tujuh tahun. "Mama ... kena apa ini?" tanya Anak manis itu, mendengar itu Azam penasaran lalu mendekat dan membalikkan lengan kanannya Kanaya.

Azam menghela napas lalu menatap.

"Jangan menatapku seperti itu," tegur Kanaya, Azam mengambilkan obat oles. Lalu duduk di depan istriya dan mengobati.

"Sakit ya Ma ...?"

"Jangan bilang sama Opa buyut, nanti Opa buyut menangis. Mama kan bilang, kalau menjadi laki-laki harus kuat. Ya Faris," tegur Kanaya, Anak itu mengangguk.

"Mau ke Ayah," ucap bocah ganteng itu setelah mengerti dengan perkataan Mamanya, Fariz berlari.

"Kenapa Fariz tidur di sini?"

"Dia menunggumu, bagaimana pun dia sangat menyayangimu walau kamu bude nya," kata Azam.

"Emmm. Tapi bisakan kamu Nona, jujur sama aku?" tanya Azam menatapnya, Kanaya memutar bola mata dan tetap diam.

"Heh ... sudahlah, diam saja terus," ujar Azam beranjak mengambil kemeja lalu pergi.

Next chapter