1 Guru dan Murid Terlalu Cerdas

Aku berdiri di atas gedung 50 lantai sambil bermandikan cahaya rembulan.

Walau cuman sinar, badanku tetap basah kuyup. Ya karena aku lumayan ketakutan! Ini yang dirasakan penderita Deathphobia! Takut mati....

Aku, Ariel Naoh, bukan maksudku namaku Kara Wila.

Nama ini diambil dari nama buah di pulau Kalimantan. Entah mengapa orang tua ku memberikan nama itu.

Sebagai pendekar berusia 150 tahun, aku harus tetap pura-pura tenang sambil menampakkan bayangan gagah bak pendekar rajawali di dunia modern.

Makanya aku sengaja mengenakan pakaian yang longgar agar saat tertiup angin kencang pakaian ku berkibar, biar menambah kesan eksklusif.

....

Berpikir tentang aksi ekslusif semestinya adegan ini direkam. Sayangnya aku tidak punya uang membeli kamera.

Tapi jelas momen ini harus dinikmati. Walaupun aku benar-benar ketakutan saat ini.

Aku menyapu keringat dengan jari.

Sejurus kemudian mengeluarkan gelas dari lengan baju, meletakkannya di depan mulut dan mulai bersenandung.

(Berapa kali ku harus katakan cinta? berapa lama ku harus menunggumu? Di ujung gelisah ini aku... tak sedetikpun tak ingat kamu... namun dirimu masih begitu... acuhkanku tak mau tahu...) Ini lagu melow grup band favorit ku sebenarnya... hehehe D'Bagindas!

Suara di balik gelas plastik tiba-tiba ikut bersenandung. "Luka-luka yang pantas kau rasakan... Menungging... nungging... menangis semalaman..."

Merasa tidak senang karena moodku terganggu, Aku mengeluarkan tenaga listrik pada benang kawat yang terkait di gelas plastik.

Zzzttttt.....

Seketika cahaya samar-samar terlihat di bawah gedung. Tepat di ujung lainnya benang kawat, seorang remaja 13 Tahun mendapat kejutan listrik. Tubuhnya menyala seperti lampu. Terang. Memperlihatkan guratan tengkorak jika dilihat dari dekat melalui kaca mata imajinasi.

Itu murid pertamaku, Monke D. Untung. Hobi membaca manga menginspirasi ku memberikan nama itu padanya.

"Orang tuanya tidak marah kau mengubah nama semau mu?" Seekor burung beo berbicara padaku.

"Harusnya marah memang. Tapi sejak bayi anak ini aku yang mengasuh!"

Secepatnya ku raih sayap burung itu lalu ku patahkan lehernya!

*Praak!* Beres!

"Berhentilah membeo! Sudah banyak uang yang ku habiskan untuk memeliharanya."

"Aku memang burung beo..." dengan lidah tejulur Burung Beo masih bisa membeo.

.....

"Ampuun... ganteeeeeng!" Gelas plastik yang ku pegang kembali mengeluarkan suara. Kata-kata yang keluar cukup membuai perasaan ku. Meski jelas ini kata-kata penjilat.

Aku menghentikan kejutan listrik.

"Sekarang bagaimana kondisi di sana?"

"Sejak sore hingga tengah malam ini masih banyak nyamuk. Kakek harus membayar biaya pengobatan ku jika terkena demam berdarah!"

"Jika Kau mati maka aku akan menikmati hasil curian kita malam ini! Ha-ha-ha! Berhentilah bercanda. Aku tidak bisa menahan tawa."

.....

Aaaarrrggh....

tiba-tiba aku tersetrum serangan listrik dari murid semata wayang! Saat ini aku baru menyesali keputusan ku mengajarkannya tenaga dalam.

"Setelah misi ini selesai aku akan membunuhmu!"

"Apa yang Kakek katakan? Telinga ku tiba-tiba tuli!" Untung jelas sedang bermain-main.

"Baiklah... ampun ganteng!!!" Akhirnya aku juga harus menjilat muridku sendiri.

....

"Kenapa kita tidak menggunakan telepati saja, kek? Kakek pendekar nomor satu di Kota Samarinda, bukan?" Untung terus mengoceh di gelas plastik.

"Masalahnya bukan dari aku, tapi kamu yang terlewat pandai jadi murid. Padahal kemampuan telepati ku benar-benar semudah buang angin!"

(terlewat pandai=bodoh)

"Tiap hari aku harus mengerok badan kakek yang masuk angin. Begitu keluar angin kakek baru merasa lega. Semudah itukah buang angin? Kakek jelas kesulitan buang angin."

Anak ini semakin pandai berkata-kata. Bahkan aibku dibongkar kepada pembaca.

"Sudahlah, bagaimana kondisi gedungnya sekarang?"

"Masih utuh kek..."

"Maksud ku para pegawainya."

"Oh, itu. Sejak kita datang di gedung ini sudah sepi, hanya beberapa penjaga saja yang nampak." Untung sudah mulai serius.

"Sepi? sejak dari pagi sudah sepi?! Kenapa tidak bilang dari tadi?!"

"Bukankah Kakek yang merencanakan? Mencuri saat hari libur. Hari ini sedang pemilihan presiden, bosku!"

Benar juga. Karena tidak mendapat formulir C-6 aku tidak dapat mencoblos. Parahnya lagi mulai tadi pagi aku berdiri di atas gedung seperti orang bego.

"Yah, kakek baru sadar!" Untung ternyata mendengar gumaman gurunya.

Tiba-tiba palu Thorr jatuh ke kepala Untung. Meninggalkan benjolan di payudara eh.. kepala Untung.

Jika ia masih bercanda mau tidak mau aku akan menjatuhkan bulan ke kepalanya! Jurus ini ku pelajari dari Infinity War, Thanos!

"Segera beri kode jika ada orang yang datang! Jangan main-main lagi!"

Sudah jelas aku membuang-buang waktu hari ini. Membawa si Untung tidak membuat ku beruntung!

(Jurus Membelah Batu)

Dengan satu pukulan silat lantai beton berhasil ku pukul.

Berhasil terpukul memang, tapi tidak ada retakan sedikitpun!

Hehehe... Aku baru ingat kalau aku lupa jurus membelah batu! Aku lewat jendela saja ya... maaf ya pembaca!

*Suiitt..* *suiit...*

Begitu aku hendak membuka satu jendela di lantai 50, Untung tiba-tiba bersiul nyaring! Ini kode morse via siulan yang menandakan aku sudah ketahuan!

Secepatnya aku meloncat ke bawah. Aku lebih memilih mati daripada tertangkap! Betapa malunya jika pendekar mulia seperti ku viral di medsos gara-gara mencuri!

Tapi tentu saja semua sudah ku persiapkan. Aku tidak akan mati.

Pakaianku yang besar terbuka lebar! Berubah menjadi parasut!

Aku tidak bisa berhenti memuji diri ku yang pintar ini.

Cuma satu yang aku terlupa. Sekarang aku hanya mengenakan celana dalam!

Setelah melihat tanah yang sangat dekat aku memutuskan untuk kembali mengenakan pakaian.

Kemampuan silat tingkat tinggi harus ku gunakan di sini!

(Jurus Pakai Baju Satu Detik)

Sekarang pakaian telah terpakai. Tapi kenapa aku belum mencapai tanah?

Oh, tidak. Di umur setua ini mataku sudah mulai rabun.

"Kakeekkk... tanahnya masih jauh!" Untung berseru kepada ku. Lalu berlari untuk menyelamatkan ku.

Saat ini aku tidak bisa menahan desiran angin di telinga dan mataku. Rambut panjang ku berkibar kencang. Mataku terpejam. Gigi palsu ku terlempar.

Ah, itu Untung! Anak ini walau nakal tapi berbudi luhur!

*Gubrakkk*

Setaaann...! Aku tidak tahan untuk tidak mengutuk! Si Untung tidak menangkap ku saat terjun.

Berapa banyak tulang ku yang patah?! Rasa nyeri menyerang seluruh tubuh ku sekarang...

"Apakah kau baik-baik saja kek?"

Anak jahanam ini masih pura-pura perhatian denganku. Tapi tidak apalah. Setidaknya ia masih ada hati nurani.

"Kakek! Sebelum kau mati, wariskan seluruh hartamu padaku! Termasuk gigi emas ini..." Untung menangis di samping tubuhku.

"Oh, kau mau warisan? Dalam keadaan seperti ini aku tidak dapat membuat surat wasiat!"

"Tenang, Kek. Aku sudah menulis surat ini beberapa bulan yang lalu. Ini surat wasiat. Kakek tinggal tanda tangan." Untung memberikan surat pada ku tanpa dosa.

Keparat kecil! Bisa jadi inisial D pada tokoh Luffy itu berarti Devil! Setan! Aku salah memberi nama kepada calon penerus perguruan silat ku!

"Cepat bawa aku lari! Jangan sampai kita tertangkap!"

Dalam kondisi patah tulang aku masih butuh bantuan Untung untuk kabur. Setelah aku sembuh akan ku bunuh dia. Mayatnya akan ku jadikan pakan ayam!

"Untuk apa kita kabur, kek?" Untung terlihat kebingungan.

"Bukankah kau memberikan kode bahaya barusan?"

"Oh, siulan tadi? Itu aku hanya melakukan percobaan, Kek! Takutnya saat kakek dalam bahaya siulanku malah buntu." Untung tersenyum tanpa dosa.

Semua kata umpatan tidak bisa menenangkan hatiku yang sedang marah! Anak yang ku besarkan sendiri sangat terlewat pintar! Bahkan hampir membunuh ku!

"Tenanglah kek! Biar aku saja yang menyelesaikan misi ini. Bekal ilmu yang Kakek berikan ku rasa sudah cukup untuk menghadapi masalah seperti ini."

Mataku berair saat mendengarkan kata-kata Untung. Aku merasa terharu.

"Pembagian nya kita ubah ya kek. Aku 90 persen, kakek 10 persen!"

Perutku terasa mual saat ini. Anak ini sangat cepat merubah suasana. Jika aku bisa kembali ke masa lalu akan ku jual anak ini ke Pasar Pagi!

"Pergilah sana! Dapatkan harta curian yang banyak!"

"Siap kek!"

Untung kemudian berlari ke arah gedung.

Aku hanya bisa mengamatinya dari bawah.

*Tiitt*

Untung menekan tombol di samping pintu lift. Lift ini berada di luar gedung, memudahkan Untung naik ke atas tanpa banyak energi!

Kurang ajar! Jika tau ada lift aku tidak akan merangkak menaiki gedung 50 lantai! Kenapa ia tidak memberitahuku dari awal! Raja Setaaann!!!

...

avataravatar