6 Temu Janji

Sepanjang karirnya menjadi wali kelas, Nadira tentu sudah menemui berbagai tipe orangtua. Mulai dari yang sangat peduli dengan pendidikan anaknya, sampai yang tercuek. Ada juga orangtua yang seperti belum siap ketika memiliki anak yang sudah beranjak remaja, sehingga membutuhkan pendampingan. Kali ini Nadira bingung harus dimasukkan kemana tipe orangtua si kembar.

Daniel Sebastian adalah sosok orangtua tunggal yang bertanggung jawab. Dia memang sedikit kesulitan membagi waktu antara pekerjaan dan anak. Dia juga kesulitan membangun komunikasi yang baik dengan dua remaja yang mulai berani memberontak. Tapi Nadira yakin kalau seorang Danny Sebastian adalah ayah yang baik.

Sedikit terkejut ketika mendapat telepon dari Mr. Sebastian, Nadira berusaha agar tidak gugup. Wajar sebenarnya jika dirinya merasa gugup. Karena meski jarang berkomunikasi ataupun bertemu, pikiran liar nan nakal selalu menyertai Nadira ketika dua murid kembarnya itu membahas sang ayah.

"Bagaimana kalau di sekolah saja, Sir?" tanya Nadira sopan.

Hal yang tak diduga adalah Nadira diajak untuk bertemu diluar area sekolah. Ini tidak biasa, karena semua orangtua wali muridnya selalu mendatangi sekolah untuk berkonsultasi. Kenapa sekarang malah diajak bertemu di luar?

"Maaf, Miss, bukan bermaksud buruk. Saya tidak ingin mengganggu waktu istirahat anda. Hanya saja, untuk menyingkat waktu karena saya harus keluar kota setelah ini." jawaban dari telepon seberang membuat Nadira mulai berpikir lagi.

Sebenarnya bukan masalah besar juga kalau Nadira menemui orangtua wali murid di luar area sekolah, selama mereka bertemu di tempat umum yang ramai. Tapi Nadira tetap tidak mau ada masalah dibelakangnya atau semacam itu. Tahu kan maksudnya. Netizen sangat jeli dan bisa sangat mengerikan kalau membahas hal yang tidak mereka sukai.

Pada akhirnya Nadira mengalah. Dia sadar kalau Mr. Sebastian adalah orang yang sangat sibuk. "Baiklah. Tolong berikan alamat dan jam untuk pertemuannya."

"Hari ini di restoran XX pukul 7 malam. Apa itu tidak masalah?"

"Tidak. Saya akan datang kesana." jawab Nadira sopan.

"Terima kasih, Miss." suara diseberang sana terdengar sangat lega.

Ketika sambungan telepon dimatikan, Nadira langsung meletakkan ponselnya di meja dan memegangi kepalanya yang tiba-tiba saja terasa pusing.

"Kenapa? Pusing?" tanya Ami, rekan guru yang dekat dengan Nadira.

"Hamil muda?" pertanyaan ini sukses membuat semua guru yang ada di ruangan menoleh kearah Nadira.

"Malam pertama aja belum, gimana mau hamil muda?" Nadira menjawab dengan nada ketus.

"Lebih pusing dari hamil muda? Berarti ditanya kapan nikah nih." selorohan Ami berhasil membuat Nadira semakin memajukan bibirnya.

Memiliki teman yang cablak itu kadang terasa menyenangkan karena bisa berucap apa saja tanpa ada yang merasa tersinggung. Tapi kadang menyebalkan karena apa yang mereka ucapkan selalu tepat. Tidak kali ini, meski memang pertanyaan tentang kapan Nadira akan menikah itu sudah sering dia dengar.

Sekedar informasi saja, tahun ini Nadira berumur 29 tahun dan belum memiliki kekasih. Setelah putus dari kekasihnya 2 tahun yang lalu, Nadira memutuskan untuk fokus mengajar saja.

But life must go on. Sepening apapun kepalanya, nanti jam 7 malam dia tetap harus datang dan bertemu dengan orangtua wali muridnya. Jadi lebih baik dia bersiap-siap agar tidak tampil memalukan.

Seperti biasa, dua murid kesayangan Nadira sudah menunggu di gerbang sekolah. Lengkap dengan supir dan mobil.

Bukan tidak menyadari, Nadira hanya berusaha mengabaikan omongan yang berdengung disekitarnya. Sering diantar pulang oleh murid membuat banyak orang berasumsi kalau Nadira memiliki maksud lain. Memang ada, menghemat ongkos pulang kan?

"Kalian menunggu lama?" tanya Nadira begitu dia sudah mendekati kedua muridnya.

"No. Kami baru selesai mengerjakan tugas." jawab Alex yang ramah.

"Tapi kami menemukan kesulitan." tambah Ali.

"Boleh kami berdiskusi dengan Miss Nadira di rumah?"

Nadira sudah hapal maksud dan tujuan keduanya berkata seperti itu. Entah kenapa, setiap hari mereka selalu memiliki alasan untuk bisa berlama-lama di rumahnya.

"Maaf, Anak-anak, hari ini Ibu ada janji. Jadi kita tidak bisa berdiskusi. Bagaimana kalau besok di sekolah?" tawar Nadira, tak lupa senyum yang terkembang.

Sepanjang perjalanan menuju rumah Nadira, kedua remaja kembar itu terus bertanya kemana dia akan pergi dan apa tujuannya.

"Ini urusan orang dewasa." jawab Nadira, yang juga sebagai penegas kalau dia tidak ingin ada pertanyaan yang berhubungan dengan perginya Nadira.

Sampai di depan rumah, Nadira langsung turun. "Langsung pulang ke rumah ya. Persiapkan bahan diskusi kalian untuk besok."

"Baik, Miss." keduanya menjawab dengan serentak.

***

Hampir 2 jam Nadira berkutat di depan cermin, memilih pakaian mana yang akan dia kenakan untuk pertemuan nanti malam. Sayangnya dia tidak menemukan pakaian yang tepat. Entah itu terlalu resmi atau malah terlalu santai. Berulang kali membuka internet untuk mencari referensi, nyatanya tidak membantu Nadira sama sekali.

"Oke, ini bukan acara formal, jadi pakai pakaian yang biasa aja." putus Nadira setelah kelelahan memilih baju.

Pada akhirnya Nadira memilih denim overall bermodel v-neck yang dipadukan dengan kaos bergaris. Untuk alasnya, Nadira mengenakan sneaker yang nyaman karena dia berencana untuk mengelilingi mall terlebih dahulu.

Masih ada waktu satu jam ketika Nadira sampai di mall. Keputusannya tepat untuk berkeliling mall sebelum bertemu dengan Mr. Danny Sebastian. Anggap saja ini sebagai bagian dari waktu pribadinya.

Saking asiknya berkeliling, Nadira hampir saja lupa waktu. Terima kasih kepada mereka yang menciptakan alarm, kalau tidak, tentu Nadira akan sangat malu datang terlambat untuk temu janjinya. Dan terima kasih juga karena dia mengenakan sneaker, yang membuatnya bebas berlari.

Restoran XX tidak begitu ramai. Ada sedikit rasa menyesal kenapa Nadira hanya mengenakan pakaian yang terlalu santai. Di meja yang sudah di janjikan, terlihat Mr. Sebastian duduk dengan pakaian yang sangat formal. Setelan jas yang sangat rapi dan mahal. Membuat Nadira merasa minder dan menyesal kenapa dia tidak menggunakan pakaian yang sedikit bagus.

"Maaf, saya terlambat." ucap Nadira. Dia berusaha keras menetralkan napasnya agar tidak terengah-engah.

"Ah, bukan masalah. Saya juga baru sampai." balas Mr. Sebastian ramah.

Keduanya memutuskan untuk makan malam sembari membahas apa yang menjadi agenda mereka. Apalagi kalau bukan tentang Alistair dan Alexander.

Mr. Sebastian mengungkapkan bahwa Ali dan Alex tidak pernah menghadiri les tambahan mereka karena mengantarkan Nadira pulang. Terdengar menyalahkan Nadira, tapi segera disanggah oleh Danny Sebastian.

"Saya tidak menyalakan ataupun mengadu domba Miss Nadira. Toh saya juga tidak keberatan mereka mengantar anda pulang. Saya hanya ingin mereka disiplin dengan waktu yang sudah disepakati." begitu ucap Mr. Sebastian.

"Saya minta maaf, karena mengantar saya pulang, twins jadi terlambat les. Mereka tidak pernah membahas soal les tambahan itu." suara Nadira terdengar penuh penyesalan.

"Jangan meminta maaf, karena itu keinginan mereka." sekarang Danny Sebastian merasa tidak nyaman. "Saya ingin meminta bantuan Miss Nadira. Itu juga kalau tidak merepotkan."

"Apa itu?"

"Tolong nasehati Alistair dan Alexander agar mereka mau les tambahan. Saya khawatir mereka kesulitan mengejar pelajaran, itu sebabnya saya ngotot mereka harus les tambahan."

"Pada dasarnya mereka anak yang cerdas. Dan ketika mereka mampir ke rumah pun terkadang mereka berdiskusi tentang pelajaran. Jadi saya merasa mereka bisa mengikuti pelajaran dengan baik." jelas Nadira, juga memberi penjelasan bahwa ada hal lain yang mereka lakukan ketika mengantarnya pulang.

"Syukurlah kalau mereka memang bisa mengikuti pelajaran dengan baik."

Membahas tentang anak didik memang tidak akan ada habisnya. Kesadaran para orangtua untuk mencari informasi tentang anak mereka sangat diperlukan. Juga harus dipaksakan, agar mereka tahu perkembangan anak mereka.

"Kalau memang tidak ada perubahan, bagaimana kalau Miss Nadira yang menjadi guru les mereka?" tawar Danny sedikit ragu.

"Kita coba dulu untuk memberi nasihat kepada mereka." ucap Nadira. Jelas dia tidak mau dianggap mengambil keuntungan dari kasus ini.

"Baik, saya akan menunggu. Kalau memang tidak bisa, saya berharap anda mau menerima tawaran untuk menjadi guru les Ali dan Alex."

Ini adalah tawaran yang sangat menggiurkan. Kalau boleh memilih, tentu Nadira akan memilih menjadi guru les si kembar. Entah kenapa rasanya sangat menyenangkan bisa meluangkan lebih banyak waktu dengan mereka.

avataravatar
Next chapter