1 Murid Pindahan

Liburan sudah selesai, saatnya kembali ke kesibukan yang menjadi rutinitas. Saat masuk ke dalam ruang guru, Nadira melihat berkas yang sudah ditunggunya sejak kemarin.

Itu adalah berkas murid baru yang masuk ke sekolah ini. Dua murid sekaligus karena mereka adalah kembar. Entah dia bisa membedakan mereka atau tidak.

"Semangat Bu Nad. Murid baru itu ganteng kok, apalagi bapaknya." goda salah satu rekan sesama guru.

Ya, Nadira adalah seorang guru, dia juga merangkap menjadi wali kelas. Ini adalah tahun ketiganya menjadi wali kelas, sebelumnya dia adalah seorang guru mata pelajaran matematika.

Pukul 06.45 Nadira mendapat tamu, yang tak lain dan tak bukan adalah murid barunya. Seperti dugaan, mereka kembar dan berwajah sama. Mungkin yang membedakan hanya tinggi badan mereka.

"Selamat pagi, saya Bu Guru Nadira, wali kelas 8." Nadira memperkenalkan diri.

"Selamat pagi, Bu. Saya Daniel Sebastian, ini Alex dan yang disampingnya Ali."

Oh, jadi murid kembarnya bernama Alexander dan Alistair Sebastian. Dan ketiga pria yang ada di ruangan ini adalah tipe pria yang bisa menarik perhatian banyak kaum hawa. Seperti gosip yang beredar belakangan ini.

"Halo Alex dan Ali. Senang bertemu dengan kalian." Nadira menyapa kedua murid barunya.

"Alexander Sebastian." itu adalah anak yang lebih tinggi dari yang lainnya, tapi dengan suara yang lembut.

"Alistair Sebastian." dan yang ini adalah anak yang bersuara tegas.

Semudah itu membedakan mereka berdua?

Setelah mengantar berkeliling sekolah, Nadira membawa kedua murid barunya masuk kelas. Tepat ketika bel tanda masuk kelas berbunyi.

Kelas yang awalnya riuh langsung menjadi tenang ketika Nadira memasuki kelas. Ditambah lagi ada dua anak yang memakai seragam sekolah menengah pertama tapi memiliki tinggi diatas rata-rata.

"Anak-anak, hari ini kita mendapat teman baru." ucap Nadira bersemangat. "Ayo perkenalkan diri kalian." Nadira mempersilahkan dua anak kembar itu memperkenalkan diri kepada teman sekelas mereka yang baru.

"Alexander Sebastian, Alex."

"Alistair Sebastian, Ali."

Hanya itu.

"Oke, silahkan duduk di kursi kosong yang ada. Kalian nggak masalah duduk terpisah?" keduanya menggelengkan kepala, lalu duduk di kursi yang tersedia.

Kedatangan dua murid baru itu memang menarik perhatian banyak orang. Kebanyakan dari mereka, terutama murid perempuan, penasaran dengan wajah si kembar. Banyak yang bilang kalau Ali dan Alex adalah murid laki-laki paling tampan yang ada di sekolahan ini.

Itu tidak sepenuhnya salah, karena mereka berdua memang berbeda. Tubuh tinggi dan tegap, kulit putih, warna bola mata yang lain, benar-benar berbeda dari kebanyakan murid yang ada.

Bukan bermaksud rasis atau membedakan, tapi penampilan Ali dan Alex sangat-sangat mencolok. Itu tak lepas dari gen yang menurun dari orangtua mereka.

Menurut data yang diisikan di formulir murid, ayah mereka adalah pria berkebangsaan Australia, Daniel Sebastian. Pantas kan kalau mereka memiliki warna kulit dan tinggi khas bule?

Hal yang menarik lainnya adalah mereka menjadi penyumbang dana pembangunan sekolah dengan nominal tertinggi. Sebelum si kembar masuk, ada seorang yang menjadi the one and only penyumbang terbesar dana pembangunan selama beberapa tahun berturut-turut.

Kalau dari segi pihak sekolah, besaran dana sumbangan itu adalah rejeki. Yang berarti mereka bisa memberikan fasilitas terbaik untuk para murid. Tapi disisi lain, akan ada ketimpangan sosial karena range nominal yang terlalu berbeda jauh.

***

Kadang Nadira mengeluh dengan keadaan. Kenapa dulu tidak belajar mengendarai motor ataupun mobil. Alhasil sekarang Nadira terpaksa menunggu ojek langganan atau harus menunggu jemputan untuk bisa pulang.

Ditambah lagi, siang ini matahari terlalu berkilau. Membuat kulit Nadira yang sudah gelap semakin menggelap.

[Naik ojek aja ya, kerjaanku banyak]

Begitulah pesan yang masuk ke ponsel Nadira. Dari siapa lagi kalau bukan kakak tersayang.

Wajahnya yang sudah kusut dan kucel karena keringat, kini semakin tidak sedap dipandang karena pesan yang masuk dari Nadiem tersebut.

Tahu gini kan tadi bilang iya sewaktu ditawari untuk bareng sama Bu Ami, batin Nadira dengan mulut manyun.

Tangan Nadira hampir melambai ketika melihat taksi mendekat kearahnya, namun terhenti begitu saja ketika melihat dua murid kembar yang duduk agak jauh darinya.

Wajah keduanya merah karena kepanasan, sangat berbeda dengan dirinya. Mereka berdua juga tampak diam saja tanpa banyak interaksi. Sepertinya mereka juga sedang menunggu jemputan.

Tergelitik oleh rasa penasaran, akhirnya Nadira mendekati kedua murid barunya itu.

"Kalian menunggu jemputan?" tanya Nadira ramah.

Keduanya menoleh begitu mendengar suara Nadira. Lalu mengangguk bersamaan.

"Papa telat jemput karena ada pekerjaan." itu Alex yang menjawab.

"Ibu juga menunggu jemputan." Nadira sedikit berbohong.

"Oh ya? Wah, beruntung sekali. Menunggu jemputan bersama Ali menyebalkan. Dia diam saja dari tadi." ocehan Alex membuat Nadira ingin tertawa.

Siapa sangka ternyata si kembar itu tidak begitu akur. Wajar sih, karena keduanya sepertinya memiliki sifat yang sangat berbeda. Lihat saja Alex yang dengan mudahnya mengobrol dengan Nadira. Berbeda dengan Ali yang sedari tadi hanya diam saja dan mengamati interaksi kembarannya dengan sang guru.

Dari obrolan itu, Nadira bisa mendapatkan banyak informasi dari keduanya. Tentang mereka berdua yang terpaksa pindah karena pekerjaan sang ayah, tentang sekolah mereka dahulu, tentang keluarga mereka. Bahkan Alex tidak segan menceritakan tentang ayah dan ibu mereka yang sudah lama berpisah.

"Bagaimana dengan keluarga Miss Nadira?" pertanyaan Alex membuat Nadira kebingungan.

"Keluarga Ibu baik. Ayah dan Ibu di rumah, mereka pensiunan. Kakak Ibu bekerja di perusahaan biasa, dan Ibu adalah guru honorer." jawab Nadira.

"Bagaimana rasanya memiliki keluarga utuh?"

Pertanyaan itu mengejutkan Nadira. Bukan karena pertanyaannya, melainkan orang yang mengajukan pertanyaan. Ali akhirnya bersuara, setelah sekian lama kehadiran Nadira disana dan hanya mendengarkan.

"Kalau dari kacamata Ibu ya." Nadira menjeda, dia menyusun kalimat yang akan disampaikannya kepada kedua muridnya itu. "Terkadang menyenangkan, tapi terkadang juga menyebalkan. Semua hal punya dua sisi kan?"

"Apa hal yang menyenangkan?" Alistair.

"Apa yang yang menyebalkan?" Alexander.

"Hal yang menyenangkan ketika kita berkumpul dan bercanda bersama. Rasanya dekat dengan anggota keluarga." Nadira seperti bisa membayangkan saat-saat seperti itu. "Hal menyebalkan ketika kita dilarang padahal sangat ingin, dimanfaatkan oleh kakak."

Nadira bisa melihat wajah yang sedih sekaligus berbinar dikedua muridnya itu. Dia tidak tahu kehidupan macam apa yang mereka berdua jalani, jadi Nadira tidak bisa menebak bagaimana perasaan mereka saat ini.

Yang jelas, Nadira bisa melihat bahwa mereka kesepian. Hanya mendengarkan cerita tentang keluarganya saja mereka sudah terlihat bersemangat.

"Maaf, terlambat. Terima kasih, Miss Nadira, sudah menemani Ali dan Alex." Daniel Sebastian menghampiri mereka bertiga. Ketiganya mendongakkan kepala melihat sang penyapa.

"Ah, bukan masalah. Kebetulan saya juga menunggu jemputan." ucap Nadira sedikit kagok, karena melihat orangtua muridnya dari dekat ternyata sangat berbeda.

"Miss Nadira mau bareng kami pulang?"

"Papa bisa mengantar Miss Nadira dulu."

Lagi, si kembar kompak berucap.

"Ah, nggak usah. Sebentar lagi jemputan Ibu datang. Kalian pulang dulu." tolak Nadira lembut.

"Sebagai ucapan terima kasih karena sudah menemani Ali dan Alex." ucap Daniel Sebastian lembut.

Tanpa menunggu jawaban Nadira, Alex langsung menarik tangan Nadira dan membukakan pintu mobil disebelah pengemudi. Sempat ingin menolak lagi, tapi ketika melihat wajah Alex yang sepertinya memohon, akhirnya Nadira masuk ke dalam mobil juga.

Selama perjalanan menuju rumah Nadira, mereka berempat diam saja. Tidak ada suara yang keluar kecuali suara radio yang sengaja dinyalakan sejak tadi. Dalam hati Nadira bertanya-tanya, seperti apa kehidupan ketiga pria ini? Apakah sempurna seperti rupa mereka atau sama saja seperti kehidupan pada umumnya?

"Terima kasih sudah mengantar saya." ucap Nadira ketika mobil sudah berhenti di depan rumahnya.

"Rumah Miss Nadira sepertinya homy. Boleh kami mampir?" Alex dengan bersemangatnya bertanya.

"Alex." Daniel langsung memanggil anaknya dengan tegas. "Kami akan mampir kalau lewat disekitar sini. Terima kasih, Miss Nadira." ucap Daniel dengan ramah.

Mobil langsung melaju meninggalkan Nadira.

avataravatar
Next chapter