7 Guru Les

Tidak ada waktu yang lebih menyenangkan dibandingkan dengan menghabiskan waktu dengan Miss Nadira. Ali dan Alex rasanya ingin membawa guru favorit mereka ke rumah dan tinggal bersama.

Itu terdengar seperti ide yang bagus. Kalau mereka tinggal bersama, tentu mereka bisa bertemu dengan Miss Nadira setiap hari. Rasa rindu yang mereka rasakan ketika berpisah dengan Miss Nadira tentu akan menghilang.

"Gimana caranya?" tanya Ali. Bahkan ketika Alex belum mengatakan ide yang ada di kepalanya.

Begitulah koneksi antara anak kembar. Entah itu bisa dijelaskan dengan ilmiah atau tidak, yang jelas mereka terkadang bisa berkomunikasi tanpa perlu mengeluarkan suara.

"Miss Nadira menikah dengan Dad. Tapi, apa Dad akan suka dengan Miss Nadira?" kata Alex.

Mendengar itu, keduanya lalu menatap jendela dari kamar Ali. Keduanya sedang menikmati weekend mereka dengan bermain game di kamar Ali. Sang ayah tentu saja sedang bekerja di ruang kerjanya.

"Kita coba?" bagi Ali dan Alex, ini terlihat seperti tantangan. Keduanya mengangguk dan tersenyum secara bersama.

Ini pertama kalinya bagi si kembar untuk mengajak ayah mereka mengobrol. Sejak mereka adu argumen beberapa minggu lalu, ayah dan anak itu seolah tidak ingin terlihat terlibat pembicaraan. Bahkan untuk sekedar menyapa dan menanyakan kabar.

"Dad sibuk?" Ali, sebagai kakak, berinisiatif membuka obrolan.

Tentu saja Danny merasa keheranan dengan tingkah putra sulungnya itu. Setahu Danny, Alistair adalah tipe anak yang kekeh dengan pendiriannya. Kalau dia sudah memutuskan untuk marahan, dia akan terus melakukannya sampai si lawan menyerah dan mengalah. Dalam kasus sekarang ini, baik Danny maupun Ali sama-sama masih berada di status perang.

"Nggak. Ada yang bisa Dad bantu?" akhirnya Danny mengalah juga.

"Kami ingin membuat kesepakatan baru dengan Dad." ucap Alex dengan wajah seriusnya.

"Kami akan les, dengan catatan Miss Nadira yang menjadi guru lesnya." Ali menyampaikan kesepakatan itu.

"Kalau Dad menolak?" pancing Danny. Dia ingin tahu sejauh apa kedua putranya itu akan bertindak.

"No problem. Kami tetap tidak akan les dengan guru yang sudah Dad pilihkan."

Oke, seperti yang sudah Danny duga kalau kdua anak remaja itu sangat terobsesi dengan sang guru. Terlihat Danny memikirkan ucapan kedua putranya dengan serius. Hanya pura-pura, karena Danny sendiri sudah membuat kesepakatan dengan Miss Nadira.

Perlu diketahui, bahwa Miss Nadira bisa dianggap gagal untuk menasehati dua remaja itu. Nyatanya, mereka tetap lebih memilih guru favorit mereka daripada les tambahan.

"Let's see." hanya itu jawaban Danny.

Jawaban sang ayah membuat keduanya curiga. Jelas Danny sengaja bermain teka-teki dengan mereka berdua kan.

Sampai tiba waktunya mereka les tambahan, belum ada tanda-tanda dari Danny untuk bertindak sesuatu. Ini sangat tidak biasa.

Ditambah lagi, Miss Nadira sekarang tidak pernah mau diantar pulang oleh mereka. Membuat Ali dan Alex merasa sedih. Hal itu berlangsung selama seminggu, dimana Miss Nadira selalu pulang lebih awal tanpa memberitahu mereka.

Ini adalah puncaknya. Ali dan Alex yang merasa tidak mood karena diabaikan oleh guru favorit mereka, ditambah dengan sang ayah yang juga bersikap penuh misteri.

"Kalian baru pulang?" tanya sang ayah ketika melihat dua remaja itu masuk ke dalam rumah dengan lesu.

"Kok Dad ada di rumah?" Alex bertanya dengan penuh keheranan.

"Ini rumah Dad. Masalah kalau Dad disini?" Danny masih mempertahankan sikap menyebalkannya. Membuat dua putranya terlihat semakin jengkel.

"Maksud Alex, seharusnya Dad masih ada di kantor jam segini." jelas Ali penuh bijaksana.

"Oh itu." Danny meletakkan laptopnya. "Dad cuma ingin memastikan kalau kedua anak Dad bertanggung jawab dengan apa yang mereka ucapkan."

Baik Ali maupun Alex paham betul kalau yang dimaksud ayah mereka adalah tentang les tambahan.

Tanpa menjawab ataupun menyangkal, si kembar langsung berjalan masuk ke kamar mereka. Mengabaikan sosok perempuan muda yang sedari tadi melihat perdebatan ayah dan anak itu.

***

Seperti dugaan, Ali mengurung diri bersama Alex. Keduanya bahkan tidak tertarik ketika ayah mereka mengajak makan siang bersama.

Tok tok tok.

"Kami udah bilang kalau nggak mau makan siang bareng Dad." teriakan Alex terdengar dari dalam kamarnya.

Tok tok tok.

Ketukan itu membuat keduanya menghela napas jengkel.

"Jangan repot-repot Dad." kini giliran Ali yang berteriak.

Tok tok tok.

Jengkel, sebal, marah. Emosi apa lagi yang dirasakan oleh si kembar? Kenapa ayah mereka sangat tidak peka dan tahu aturan sih?

Dengan jengkelnya Alex berjalan keluar kamar. Niatnya ingin mengusir sang ayah yang menjengkelkan itu. Kalau bisa, dia akan berteriak sangat kencang agar sang guru les tahu kalau mereka tidak akan pernah mau menghadiri les itu.

"Dad jangan ..." suara Alex langsung menghilang begitu melihat sosok yang ada di depannya.

Matanya membulat dan keterkejutan jelas tergambar di wajahnya.

"Miss? Ngapain Miss ada disini?" suara terkejut Alex menarik perhatian Ali.

"Miss? Ngapain Miss ada disini?" pertanyaan yang sama persis dari Ali.

"Miss menunggu kalian. Kalau kalian memang tidak mau les tambahan, maka Miss akan pulang dan nggak akan pernah datang lagi." jawab Nadira.

"Tunggu. Jangan. Kami mau." kedua remaja itu langsung berlari masuk ke kamar masing-masing dan mengambil buku pelajaran.

Memang masih terkejut, tapi ancaman Nadira membuat mereka tetap tersadar.

Danny yang melihat hal itu hanya bisa menggeleng keheranan. Bagaimana bisa dua remaja itu begitu patuh terhadap orang asing yang dianggapnya sebagai guru favorit?

Danny juga merasa tidak menyesal telah meninggalkan kantor agar bisa melihat wajah-wajah berbinar kedua putranya.

Benar saja. Baik Ali maupun Alex langsung duduk diam di tempat yang sudah disiapkan untuk belajar les tambahan. Keduanya terlihat sangat bahagia dan fokus diwaktu yang bersamaan.

"Miss beneran jadi guru les kami kan?" Alex berusaha meyakinkan diri dengan pertanyaan itu.

"Tentu, selama kalian mau." ucap Nadira santai.

Alex langsung mengepalkan tangannya dan meninju udara diatasnya sebagai rasa syukur karena harapannya terkabul. Ali yang lebih kalem hanya tersenyum puas mendengar jawaban Nadira.

Kedua tingkah remaja itu tak luput dari perhatian sang ayah.

Waktu les 2 jam rasanya kurang kalau gurunya adalah Miss Nadira. Bahkan Ali dan Alex akan menerima kalau waktu les mereka ditambah menjadi 4 jam.

Lalu, wajah sedih Ali dan Alex terlihat ketika mereka menyaksikan guru favorit mereka berkemas.

"Apa Miss Nadira mau pulang sekarang?" tanya Ali penuh perhatian.

"Iya. Pekerjaan Miss disini sudah selesai. Mau ngapain lagi?"

"Miss nggak mau makan malam bersama kami? Mumpung ada Dad, nanti kita makan malam di luar." jawab Alex.

Nadira terlihat memikirkan tawaran mereka. Dan keduanya terlihat harap cemas menunggu jawaban Miss Nadira.

"Apa ayah kalian setuju?"

"Tentu aja setuju. Kami bisa memastikannya." Alex terlihat sangat yakin.

Ali langsung berlari ke arah sang ayah dan membisikkan sesuatu. Membuat Nadira penasaran.

"Kenapa nggak masak aja?" Nadira bertanya iseng.

"Masakan Dad rasanya payah. Bibi juga udah pulang kalo sore." jawab Alex.

Mendengar jawaban Alex, mau tidak mau Nadira tertawa. Memang bisa dimaklumi kalau mereka bertiga lebih memilih membeli makanan dari luar.

"Ada bahan makanan di lemari es? Kita bisa memasak kalau ada." usul Nadira.

"Miss Nadira mau masak di rumah ini?" suara Ali terdengar penuh semangat.

"Kalau diijinkan."

"Tapi bahannya terbatas." suara Danny yang menyahut.

Ketiga pria itu menggiring satu-satunya perempuan yang ada di rumah itu. Satu-satunya perempuan yang masuk ke rumah itu selain bibi.

Setelah berdiskusi tentang menu makan malam, akhirnya Nadira mulai memasak. Awalnya Ali dan Alex berniat membantu, tapi karena sadar mereka hanya mengacaukan, akhirnya mereka duduk bersama sang ayah. Memperhatikan Nadira memasak makan malam untuk mereka.

Ada perasaan lain yang merambati hati ketiga pria itu. Intinya, mereka sangat bahagia ada perempuan yang memasakkan untuk mereka. Berbeda dengan Bibi yang memasak karena tuntutan pekerjaan, melihat Miss Nadira memasak rasanya sangat menyenangkan

avataravatar
Next chapter