6 Memendam

Suatu malam, Leo mendengar suara aneh di luar rumah, dia mengintip melalui jendela, dan melihat pamannya sedang berlatih bela diri sendirian.

Leo yang penasaran segera keluar. "Leo, kamu belum tidur?" Tanya Aiden yang melihat Leo membuka pintu, "Mmm, aku belum ngantuk." Jawab Leo santai, walaupun sebenarnya dia terbangun oleh suara yang sedikit berisik dari pamannya.

Aiden pun segera berhenti berlatih, dan mendekat ke arah Leo, dia duduk di dekat Leo yang sudah berada di teras rumah.

"Apa yang sedang paman lakukan di tengah malam seperti ini?" Leo bertanya heran.

"Oh, itu, paman hanya berolahraga, itu tidak terlalu penting. apakah paman mengganggu tidurmu?" Jawab Aiden sambil bertanya balik.

"Tidak, aku baik-baik saja, tapi, sepertinya aku sedikit tertarik dengan yang di lakukan paman, sepertinya itu bukan olah raga biasa." Leo tersenyum pahit.

Haha, sepertinya paman tidak bisa menyembunyikan apa pun padamu.

"Baiklah, paman akan jujur, paman sedang berlatih bela diri, ini adalah bela diri yang di wariskan dari keluarga kita, bagaimana pun bela diri sangat di butuhkan, kita tidak tahu kapan hal buruk terjadi." Aiden berkata jujur.

"Sepertinya itu menarik, apakah aku juga bisa melakukannya?" Leo merasa sangat tertarik dnegan bela diri, sebelumnya dia memperhatikan gerakan pamannya yang terlihat sangat indah dan kuat.

" Kau? apa aku tidak salah dengar? dulu ayahmu tidak tertarik sedikitpun dnegan bela diri, bahkan kakekmu sering memarahinya karena hal tersebut ..." Aiden berkata dengan cepat tapi segera menutup mulut dengan ekspresi canggung, menyadari dia telah membahas ayah Leo.

"Leo hanya menanggapi dengan senyuman tipis, aku baik-baik saja paman, tidak perlu memikirkan hal itu." Balas Leo, dia tahu apa yang sedang di pikirkan pamannya.

"Baiklah, apakah kita bisa memulainya sekarang?" Lanjut Leo yang terlihat bersemangat sambil menggenggam tinjunya dan mengayunkannya ke depan.

Aiden yang melihat tingkah Leo hampir tertawa lepas, namun dia segera menahan dirinya sendiri dan mulai menatap Leo dengan serius.

"Sebelum kita memulainya, paman ingin bertanya sesuatu kepadamu, bolehkah?"

"Mmm, tentu saja!" Leo menjawab ringan.

"Paman sudah lama memperhatikanmu, paman harap kamu menjawab dengan jujur." Lanjut Aiden dengan ekspresinya yang tetap serius. Leo pun mengangguk, dan mulai serius.

"Apakah ingatanmu sudah kembali?" Aiden bertanya dengan singkat, namun bagi Leo itu sangat janggal.

Mendengar pertanyaan itu, Leo hanya bisa memejamkan matanya, dia pun membenarkan pertanyaan pamannya.

"Sebenarnya, aku sudah mengingat semuanya, bahkan sebelum kecelakaan yang membuat ayahku tidak lagi peduli denganku, dan mulai kehilangan semuanya," Ucap Leo, sorot matanya menunjukkan kebencian yang mendalam.

Aiden yang mendengar itu, menghela napas dan langsung memeluk Leo.

"Baiklah itu sudah cukup, sekarang waktunya berlatih, dan maaf karena paman telah membuatmu mengingat semuanya, meskipun itu sangat sulit untukmu, tapi, paman yakin kamu bisa melalui semuanya." Aiden mengangguk, mencoba mengatakan sesuatu yang baik untuk Leo.

Dia juga tidak ingin membahasnya lebih lanjut, menurutnya itu adalah yang terbaik.

"Aku baik-baik saja, sekarang aku tidak memiliki siapa-siapa, hanya paman dan bibi saja, tapi, bagiku itu sudah lebih dari cukup." Jawab Leo mencoba menguatkan diri.

"Leo, paman dan bibi akan tetap sayang sama kamu dan tidak akan pernah meninggalkanmu, dan satu lagi, paman dan bibimu ini sangat senang dengan keberadaanmu dalam keluarga kami."

Kata Aiden yang langsung bangkit dan mengulurkan tangan untuk Leo.

Leo mengangguk, menyeka matanya yang sedikit berlinang, dan tersenyum lebar, menyambut tangan Aiden.

Keduanya pun mulai berlatih. Leo sangat bersemangat, setiap malam mereka terus melakukannya dengan rutin, di pagi hari Leo menjalankan tugas dari pamannya untuk memperkuat pisik.

sedangkan di malam hari mereka akan berlatih bela diri.

Leo melakukannya dengan serius, seolah itu adalah hal yang menyenangkan dan sangat bermanfaat untuk dirinya di masa depan.

Beberapa bulan kemudian, penerimaan siswa baru di sekolah dasar telah di buka, hari yang ditunggu-tunggu oleh Leo pun tiba, saat ini, dia sudah berumur 6 tahun lebih.

Di hari pertama, Leo di tunjuk sebagai ketua kelas karena memiliki paras tampan dan terlihat berbeda dari teman-temannya, Buk Ani menyuruh Leo untuk memperkenalkan dirinya kepada teman-temannya. buk Ani adalah wali kelas Leo.

"Baik buk!"

Buk Ani yang melihat sikap Leo yang tegas hanya bisa terkejut, Leo masih anak-anak, tapi sikapnya sangat tegas, dan terlebih dia merasa seolah Leo memiliki aura yang tidak biasa.

Leo pun memperkenalkan diri dnegan lancar, dan membuat buk Ani semakin terkesima.

Setelah melangsungkan pelajaran, Buk Ani hanya bisa menggelengkan kepala dengan kecerdasan Leo, buk Ani pun mulai iseng, dia dengan santai memberikan beberapa pertanyaan kelas 2 dan 3 kepada Leo.

Namun betapa terkejutnya buk Ani setelah Leo berhasil menjawab pertanyaan yang bahkan anak kelas 2 dan 3 kesulitan untuk menjawabnya.

"Dari mana anak genius ini berasal, bagaimana mungkin dia bisa menjawab semuanya dengan begitu mudah?" Batin buk ani penuh heran dan tidak berhenti dibuat terkejut oleh anak genius di hadapannya.

Melihat ekspresi buk Ani, Leo menyadari sesuatu, dia tidak seharusnya bersikap berlebihan, dan berpikir seharusnya bersikap seperti anak seusianya.

"Aku belajar semuanya dari pamanku, dia mengajarkanku membaca dan menulis, lalu membelikan banyak buku sebelum aku masuk sekolah." Leo menjelaskan situasinya kepada buk Ani.

Mendengar hal itu, buk Ani bisa bernafas lega, meski demikian dia tetap menganggap Leo luar biasa, sangat jarang ada anak-anak seperti Leo.

Setelahnya, hari-hari Leo berjalan normal, dia juga terus berlatih bela diri dan sekolah dengan giat.

avataravatar
Next chapter