4 Harapan yang Sirna

Udara sejuk yang berhembus di sela-sela rumah, cahaya mentari pagi menyinari wajah Leo yang masuk melalui celah jendela kayu, Leo kini terbangun dari tidur lelapnya, rasa pusing di kepalanya masih terasa.

"Aku di mana? Pa ... Papa di mana?" Suara Leo memanggil ayahnya dengan wajah kebingungan melihat kamar yang asing.

'Aiden.' yang merupakan paman Leo dan 'Laela' Bibinya, langsung menghampiri Leo yang baru terbangun, "Leo kamu sudah bangun nak?" Kata Aiden yang langsung menggendong Leo.

"Paman siapa? Dimana aku?" Tanya Leo kebingungan, "Aku Aiden, pamanmu, dan dia Laela, bibimu." Jelas Aiden memperkenalkan dirinya, dia juga sudah tahu perihal kecelakaan Leo yang duhalu membuat ingatannya hilang.

"Ayah kamu ada urusan pekerjaan beberapa hari di luar kota, jadi untuk sementara kamu tinggal di rumah paman dan bibi." Sambut Laela yang membuat alasan untuk meyakinkan Leo agar tetap tenang dan tidak sedih.

Leo yang tahu ayahnya tidak ada di sana langsung memberintak, meminta pamannya untuk mengantarkannya pulang, "Aku mau pulang, aku mau bersama papa". Teriak Leo yang ingin berlari keluar.

"Leo ... Leo tenang dulu." Aide berusaha menenangkannya, "Nanti ayah kamu pasti akan datang menjemputmu lagi." Sambungnya penuh khawatir.

Selang beberapa waktu Leo mulai tenang, Laela pun sudah menyiapkan sarapan untuknya, "Leo sayang, sarapan dulu ya, bibi suapin." Ucap Laela dengan perasaan sedih melihat Leo yang terlihat murung.

Sementara di sisi lain Marvin sibuk mempersiapkan semua perlengkapan untuk acara pernikahannya, jam dinding menunjukkan pukul 17.00, seseorang tiba-tiba datang ke rumah Marvin.

"Selamat sore." Suara yang terdengar dari balik pintu, Marvin bergegas membukakan pintu untuk tamunya, melihat yang datang ke rumahnya adalah seorang pengusaha besar dan tersohor akan kesuksesannya, dia segera mempersilahkannya untuk masuk.

"Pak Marvin, bagaimana kabar anda? Sudah cukup lama kita tidak bertemu." Ucap Maikel dengan tenang dan santai, "Baik, pak Maikel, kalau boleh tahu ada keperluan apa? sudah lama bapak tidak berkunjung kemari." Jawab Marvin dengan sopan.

"Oh ya pak ... Kedatangan saya kemari ingin menawarkan bapak untuk menjadi direktur di perusahaan yang sedang saya buat di luar kota." Jawab Maikel yang langsung membahas maksud kedatangannya.

Mendengar itu Marvin langsung terkejut, "Direktur? Bapak serius?"

"Haha tentu saja, apa saya terlihat berjanda?"

"Bukan begitu, tapi rasanya itu adalah posisi yang terlalu berlebihan.

"Haha, pak Marvin jangan terlalu merendah, dengan kemampuan bapak, saya yakin itu adalah posisi yang paling tepat." Maikel dengan cepat merespon sambil melepas senyuman tipis.

Setelah sekian lama membahas bisnis tersebut, akhirnya Marvin menerima tawaran yang diberikan Maikel, namun dengan syarat dia akan mulai bekerja setelah pernikahannya selesai, dan akhirnya mereka sepakat.

"Saya sangat yakin, perusahaan ini akan menjadi perusahaan terkemuka jika ditangani oleh bapak." Lanjut Maikel dengan semangat dan penuh harap, sambil berjabat tangan dengan Marvin.

karena pekerjaan barunya Marvin pun menghubungi Aiden yang berada di desa, lalu mengabarkan tentang tawaran bisnis yang sudah diterimanya itu, dia meminta Aiden untuk menjaga Leo lebih lama lagi.

"Aku tidak tahu kapan akan kembali, jadi aku sudah kirimkan sedikit uang untukmu." Ucapnya dengan santai.

"Tapi Leo menunggumu di sini, kenapa kamu tidak membawanya ikut ke kota tempatmu bekerja, dia terlihat sangat murung dan ..." Jawab Aiden dnegan cepat, tapi, tiba-tiba terhenti karena Marvin sudah memutuskan panggilannya.

Sesaat kemudian, uang sebesar 5 ribu dolar masuk ke rekening Aiden.

Aiden hanya mengerutkan kening ketika melihat saldo dihandphonnya. Dia benar-benar tidak menduga kakaknya akan meninggalkan anaknya begitu saja.

Beberapa bulan telah berlalu, Leo setiap harinya duduk murung di bawah pohon yang berada di depan halaman rumah pamannya, menunggu ayahnya datang menjemputnya, namun dia tidak tahu sampai kapan ayahnya akan datang menjemput.

Paman dan bibinya tidak bisa melakukan apa pun, mereka pun tidak berani memberitahukan Leo bahwa ayahnya sudah menikah dan entah sampai kapan ayahnya akan datang untuk menjemputnya.

Laela sudah tidak tahan melihat Leo yang setiap harinya seperti itu, dia pun menyuruh suaminya untuk menghubungi Marvin, "Pa ... apa kamu tidak kasihan melihat Leo seperti itu terus, sebaiknya kamu hubungi ayahnya sekarang." Tutur Laela dengan wajah sedih dan sedikit kesal.

"Aku sudah menghubunginya namun tidak bisa." Jawab Aiden dengan lemah pada istrinya, "Kalau begitu antarkan Leo ke rumahnya saja." Pinta Laela yang sudah tidak tahan.

"Kamu gila ... Aku sendiri tidak tahu Marvin sekarang ada di mana, dia sudah menyerahkan Leo pada kita, apa kamu mau melihat Leo mati sendirian di rumahnya, kamu tahu sendiri ayahnya bekerja di luar kota. Jawab Aziz dengan nada mendalam dan sedikit keras.

Tanpa mereka sadari Leo sudah berdiri di depan pintu rumah dan dari awal mendengar percakapan mereka, "Ayah jahat ... jahat." Kata Leo yang langsung berlari keluar rumah sambil menangis.

"Leo ... Leo ... tunggu." Panggil Aiden khawatir, namun Leo sudah berlari cukup jauh dan tidak mendengarkan pamannya, "Pa ... cepat kejar Leo." Ucap Laela dengan raut wajah cemas.

Aiden pun langsung berlari mengejar Leo, namun dia kehilangan jejaknya, "Leo... Leo ... kamu di mana?" Suara keras Aiden yang terus mencari Leo kesemua tempat, Aiden juga bertanya ke setiap warga yang ditemuinya, namun tak ada yang memperhatikan Leo.

Matahari sudah mulai tenggelam, Aiden mulai lelah namun belum juga menemukan Leo, "Mungkin dia sudah pulang." Gumamnya dalam hati, berharap Leo sudah berada di rumah.

Sesampainya di rumah dia melihat istrinya masih duduk di teras rumah dengan raut wajah cemas, melihat suaminya datang Laela langsung berlari ke arahnya.

"Leo mana? Kenapa kamu tidak bersamanya?" Tanya Laela dengan cemas "Apa dia belum kembali?" Raut wajah Aiden semakin gelisah. "Pulang bagaimana, bukannya kamu yang mencarinya?" Jawab Laela yang semakin risau.

"Aku sudah mencarinya ke semua tempat, namun tidak bisa menemukannya, karena hari sudah sore aku pikir dia sudah kembali ke rumah." Jelas Aiden dengan gelisah.

"Enggak ada ... Leo belum pulang, aku dari tadi nungguin kalian kembali, Laela pun mulai histeris, "Astaga ... Leo kamu pergi ke mana?"

"Kamu tunggu di sini, aku akan meminta bantuan warga." Sambung Aiden yang langsung berlari untuk mencari bantuan kepada warga desa.

Sementara itu Leo yang terus berlari, tersungkur jatuh karena tersandung oleh sebuah ranting pohon yang menancap cukup kuat pada semak-semak, membuat luka yang cukup serius pada kaki kirinya.

Dia pun mulai tersadar di sekitarnya hanya ada pepohonan besar dan suara aliran air sungai yang tidak jauh dari tempatnya, kini, dia hanya bisa duduk terdiam di bawah pohon besar yang ada di sampingnya.

Namun Leo tidak memikirkan keadaannya saat itu, dalam benaknya hanya terlintas percakapan paman dan bibinya, ia sadar bahwa dirinya sudah tidak dibutuhkan dan bahkan sudah dibuang oleh ayah yang selama ini di tunggunya tersebut.

selang beberapa saat, Leo merasa kehausan, namun penglihatannya mulai terbatas karena hari sudah semakin gelap, ia pun berjalan menuju arah sungai dengan mengikuti suara alirannya, berharap bisa mendapatkan air untuk melepaskan dahaga.

Namun sayang sesampainya dipinggir sungai, dia malah terpeleset dan kepalanya terbentur pada kayu besar yang sudah roboh di pinggir sungai, hal itu membuat Leo seketika terkapar pingsan di pinggir sungai.

Hari sudah mulai petang, semua warga sudah berkumpul di depan rumah Aiden, dengan membawa peralatan yang dibutuhkan untuk sama-sama mencari Leo yang belum juga kembali.

"Aku tadi melihat anak kecil berlari ke arah hutan." Kata salah satu warga, "Hutan?" Semua orang terkejut, "Aku sudah memanggilnya, namun dia tidak menoleh sedikit pun." Sambungnya dengan lemas.

Tanpa pikir panjang Aiden langsung mengajak warga untuk membantunya mencari Leo ke hutan, warga mulai berbisik-bisik karena mereka tahu bahwa di dalam hutan sangat berbahaya apalagi hari sudah gelap.

Mendengar bisikan-bisikan tersebut, Aiden langsung membungkukkan tubuhnya, memohon kepada warga untuk membantu mencari Leo.

Melihat permohonan Aiden yang tulus seperti itu, membuat warga simpati dan memantapkan niatnya untuk membantu mencari Leo.

"Leo ... Leo." Teriakan semua warga yang terus mencari Leo, Hari sudah semakin petang dan Leo tak kunjung ketemu, sampai akhirnya salah satu warga pria paruh baya melihat bekas darah di tempat Leo tersandung, ia mengikuti bekas darah tersebut yang menuju ke arah sungai.

"Di sini ... cepat Leo di sini". Teriak keras pria paruh baya itu, dia pun segera mengangkat tubuh Leo yang tidak sadarkan diri, beruntung aliran sungai kecil dan tidak membuat tubuh Leo hanyut.

Pria paruh baya itu terus-menerus berteriak agar warga datang membantunya, Leo terkapar tidak bergerak dengan wajah pucat penuh luka di kepala dan kakinya.

avataravatar
Next chapter