1 Tragedi di antara pesta malam (Bahkan tidak terduga)

2 Mei 2009.

"Selamat untuk pernikahan seorang putri dan pangeran."

Remaja 12 tahun bertepuk tangan menatap kami berdua yang harus menjadi ratu dan raja. Itu aku, di sisi lelaki yang lebih tua dariku.

Kami sungguh konyol! Senang bermain sebuah pernikahan.

Entah kenapa, satu pemuda ini senang bersama kami.

Permainan yang kami tunjukkan sebagai nostalgia masa lalu, yang biasa dimainkan oleh anak-anak kecil.

Pada dasarnya, kami semua memang terlalu tua untuk memainkannya. Bahkan lapangan basket dibuat sepi karena ulah kami. Yang kuingat sekarang, mereka anak SMA bermain bola basket dan berakhir di antara kami.

Kepalaku dihiasi dengan lingkaran bunga rampai yang dibuat oleh sekumpulan teman.

Aku dan pemuda itu dipaksa untuk saling bergandengan tangan oleh teman-temanku. Tiba-tiba seorang pria memekik pemuda ini yang sebagai pangeran.

"Ex, cepat pulang!! Kita harus berangkat sekarang juga!!" Seruan itu mengejutkan kami yang akhirnya menyelesaikan permainan. Pemuda yang lebih tua dariku mengendurkan dan melompat ke sumber suara.

Begitu pun kami ikut terkinjat dan lari berhamburan, termasuk aku mengibrit. Tak sadar kalau lingkaran bunga rampai masih lekat di kepalaku. Dua tanganku melindungi hiasan rambut ini.

Tin!! Tin!!!!

Mobil tiba-tiba saja berlalu, hingga mengentakkan tubuhku yang berusaha menghindar.

Aku terempas, tubuhku terdorong terjal mengudara lalu terpelanting ke sudut jalan. Sakit bahkan tak terasa lagi bagiku. Mobil itu berhenti dan menuntaskan segala pikiranku dari dunia ini.

Bunga rampai itu terlepas dari kepalaku, jatuh dan menetap tak jauh dari posisiku berada. Mataku redup, lalu terpejam.

Hilang.

Kecelakaan itu membuatku hilang ingatan selama berminggu-minggu. Mereka berusaha membuatku untuk mengingat lebih baik, tapi hanya satu nama yang tidak aku ketahui, atau aku sengaja melupakannya.

Dia, kenangan masa kecilku.

***

13 tahun kemudian.

2 Mei 2022.

Tap! Tap! Tap!

"Hati-hati, Ocha!!" pekik dari salah satu pelayan di ruangan berkelas.

Ruangan yang dipenuhi oleh jiwa bersantai dan berpesta. Minuman berwarna-warni tersaji di antara meja bulat. Sisi meja panjang dengan sajian makan malam tersusun rapi nan elegan.

Pantulan cahaya remang dari kelap-kelip lampu berwarna putih dan kuning menyilaukan. Kakiku tidak memedulikan seseorang yang memekik ke arahku. Telingaku menjadi pembangkang sambil memapah tatakan berisi satu buah cangkir kopi hitam panas dan kental.

Aku, gadis yang memiliki nama Ocha Qabila, berusia 26 tahun bekerja di hotel Bintang Lima ini. Penampilanku yang langsing, seksi, berambut lurus bak model ternama, berwajah mungil bagaikan barbie. Tinggi badanku berkisar 170 sentimeter.

Mereka menerimaku karena memenuhi kriteria yang dicari. Tadinya aku ingin menjadi bintang film, namun sayang semua hanya cerita belaka.

Teriakan temanku mengembalikan kesadaranku, dan ….

Seseorang mengaitkan kakiku, tubuhku tak seimbang hingga tersandung olehnya.

Sial!!

Gerutuku dalam hati melihat tatakan kopi menubruk ke jas seorang pria kaya bertampang bengis. Tepat di hadapanku, sedangkan tubuhku hampir terjengkang akibat terantuk. Beruntung, tubuh langsing ini membantuku bangkit dengan tegak.

Mulutku ternganga lebar, melihat apa yang tidak aku inginkan. Pria kaya itu menggeram, menahan napas sembari melirik pelan ke arah jas yang terpasang apik. Kemudian pria itu mulai mengibaskan sesekali jas miliknya yang terlihat mempesona.

Dia mendatangiku, dengan jarak yang memang tidak terlalu jauh. Hanya sekitar beberapa sentimeter saja, dia menyalang tatapan tajam kepadaku. Wajahku yang terpesona karena jas itu memiliki merek yang tidak aku kenal.

Ini pasti buatan Paris biasa dipakai oleh kalangan atas, buatan terkenal dan ternama, aku menebak-nebak. Pria itu menatapku, kemudian meraih daguku dengan tatapan sengit.

Tanganku spontan menepis kesal dan malu.

"Kamu—yang udah numpahin kopi busuk ini ke jas milikku?! Apa kamu tahu harga dari jas ini?! Kamu mau ganti rugi." Pria itu menyipitkan kelopak matanya.

Pria ini lebih tinggi lima senti dariku, kurang lebih sekitar 175 sentimeter.

"Pak, maafin saya. Saya nggak sengaja." Aku gemetar, dengan nada meringis dengan penampilanku yang berpakaian lengan panjang dengan rok pendek ketat. Seorang pelayan hotel berbintang lima harus terlihat menarik.

"Pak, Pak, emang saya bapak kamu?! Kamu pikir dengan minta maaf maka jas saya bisa balik kayak semula? Kamu tahu harganya berapa, Hah?!!" Pria itu langsung menaikkan nada emosinya.

Aku tertahan oleh emosiku bergelut takut, dia menatapku seolah-olah meraih tangkapan lezat. Apa aku akan dipenjara olehnya hanya karena kopi hitam yang tumpah di jas miliknya?

Aku sedikit ragu dan meloyo karena tatapan pria itu begitu sipit dan nanar dalam nyata. Akhirnya aku kehilangan akal, lalu membungkukkan tubuhku di hadapan pria itu, berdekam runtuh dan tak berdaya.

Aku sudah tidak peduli dari sekian banyak orang telah menyaksikan kebodohanku. Malam ini benar-benar dibodohi oleh seorang pria kaya. Dia pasti orang kaya yang memiliki perusahaan ternama.

Namun, pria itu malah membungkuk dengan salah satu ujung tumitnya menegak. Tangannya meraih daguku agar terangkat dan menatap ke arahnya.

"Jangan takut! Kamu kan pelayan cantik. Saya bisa maafin kamu hanya satu malam saja." Pria itu mengedipkan matanya sekali ke arahku.

Tanganku sontak menepis tangannya hingga terlepas dari daguku. Mataku meloncat, tidak seperti sediakala yang harus jatuh dan berdekam hormat, kali ini tak sudi karena tangannya sudah menyentuh bagian tersensitif.

Keringat dinginku seketika geloyor dari samping kening hingga ke seluruh tubuh, rasanya ingin muntah di saat itu juga. Pria macam apa dia ini? Beraninya dia berkata seperti itu kepadaku! Perasaanku mulai tidak karuan, jantungku berdebar kencang hingga berulang-ulang cepat.

Kepalaku sontak menggeleng, yang berarti menolak ajakannya. Keputusan itu seperti mencekikku di saat itu juga.

"Wah, ni cewek sok suci juga ternyata!" Pria itu bangkit, menggoyangkan salah satu tumitnya di hadapanku sambil bersedekap tangan.

"Ayo, sepertinya kamar spesial bakal kita siapin nih buat lo, Bro!"

"Wah, dia cantik banget ya? Kenapa harus kerja jadi pelayan di hotel ini?"

"Mending, jadi pacarku aja biar nggak usah kerja. Hahaha." Mereka, ketiga rekannya tertawa terbahak-bahak.

"Nggak, jangan! Saya mohon, saya bisa mencucinya jika perlu. Saya mohon!!!" jeritku akhirnya melengking sambil menunduk dengan dua telapak tangan saling mengusap.

Kekesalan ini berubah panik.

Pria itu menjatuhkan tangan dari sedekapnya sambil menatapku membungkuk. Semua orang mulai terkekeh melihat tingkahku yang konyol. Rasanya aku ingin menikam mereka semua.

"Ah … Bapak-bapak sekalian, mohon maafkan pelayan kami. Dia nggak tahu apa-apa karena masih jalanin magang di sini." Seorang pria sedikit gemulai menengahkan keadaan.

"Hei, ini urusan saya dengan pelayan kalian!" cegah pria tadi menyipitkan matanya. Lalu tangan pria itu melepaskan jas kotor ke atas kepalaku dengan kasar.

Aku sontak menyambut bodoh jas tersebut.

"Minggir!" usir dari salah seorang pria mengarah mereka.

Semua terlonjak, ketika mata-mata mulai memperhatikan seorang pria tampan melewati kerumunan ruangan hotel yang megah. Kakinya memakai sepatu mengilap terkesan arogan serasi dengan wajahnya yang dingin.

Aku ikut terdongak menatap kedatangan pria itu. Tangannya merampas jas dari tanganku kemudian dilemparkan ke arah pria tadi. Dia menjulurkan tangannya mengarahku. Aku terlonjak ketika menatapnya. Aku takut dan ragu, akhirnya dia memaksaku untuk bangkit. Pria itu langsung memelukku di samping tubuhnya.

"Jangan ganggu dia! Dia istriku," ungkap pria itu.

DEG!

Apa-apaan ini? Pikiranku dikejutkan karena ucapan pria di sampingku yang ternyata lebih aneh dari pria tadi. Mereka saling menatap visus dan serius. Pria yang sudah aku kotori dengan ampas kopi kental membalas tatapan bersaing.

"Hei, beraninya kamu ngaku pelayan rendahan ini istri kamu?!" dengus pria tadi dengan juluran tangan seolah-olah menolak. "Hahaha." Mereka malah meledek dengan tawa yang lantang.

Apa?!! Mulutku melebar, hendak menolak dari kegilaan yang terjadi begitu singkat. Pria yang tidak aku kenal malah merangkul pundakku seolah-olah aku selayak istrinya. Pria ini menatapku sambil menyunggingkan seulas senyuman aneh.

"Lihatlah! Kamu bakal jadi istri saya dan nggak usah kerja di tempat ini lagi." Pria tampan berpostur tubuh tinggi lebih lima senti dari pria tadi menawarkan seulas senyuman

"Heuh! Dasar orang kaya sok hebat!!" Pria yang sudah kukotori dengan kopi malah mendekati pria yang ada di dekatku sekarang ini. Matanya membeliak tegang, kedua tangannya masuk ke saku celana hitamnya. Jas yang dipeluk malah dibuang ke arah tiga rekan di belakang.

"Mungkin gue belum tahu rencana e lo. Tapi lain kali, gue masih berurusan sama cewek ini." Pria berengsek itu menoleh ke belakang, ke arah banyak pria yang mendukungnya. Lalu dia kembali melirik ke arahku sambil mengedipkan mata genitnya.

Aku jijik! Apa lagi harus mendengar ucapan yang dia lontarkan barusan. Sungguh! Malam ini aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Muak!

Pria itu berkirai bersama tiga rekannya yang masih seumuran. Duh, di kota besar yang begitu banyaknya orang kaya muda dan arogan. Aku menghela napas panjang, kemudian semua orang berakhir untuk tidak mengacuhkannya. Begitu juga dengan rekanku yang sedikit banci.

Aku mengendurkan tubuhku dari sisi pria yang baru aku kenal ini. "Makasih, Pak. Tapi, saya nggak mau jadi istri bapak." Aku menunduk lalu berbalik.

Namun sayang, dia menangkap pergelangan tanganku. "Jangan panggil saya bapak!"

"Siapa bilang kamu nggak mau jadi istri saya? Saya udah ngerencanainnya." Pria ini memaksa pergelangan tanganku dan ikut bersamanya.

Semua orang terkagum melihat kejadian ini, hingga timbul penuh tanya. Aku yang menjadi penduduk asli kota Jakarta memang sangat resah. Apalagi ini pusat kota yang dipenuhi dengan kisah serupa.

"Saya nggak mau karna saya nggak ngenalin bapak," kelitku.

Pria itu malah berhenti, memutar kepalanya tegak, "Bapak lagi?!" risaunya. Dia menambah, "Kalo gitu, kamu bakal saya serahin ke pria tadi," putus pria di depanku.

Dia menunjukkan kartu identitasnya kepadaku. Mataku langsung memfokuskan pada nama yang tertera di depan. Jose Martin Axel, pria berusia 32 tahun. Berbeda dariku hanya enam tahun. Tinggi badannya berkisar 180 sentimeter. Benar-benar pria idaman para wanita.

Sialnya, aku malah terjebak.

Kami berdua sudah berada di depan pintu keluar, sedangkan dia masih menatapku. Kali ini lebih serius, tidak seperti kehangatan yang dia tawarkan kepadaku.

Kepalanya turun, lalu mulutnya ternganga pelan.

"Malam ini, kamu akan menandatangani kontrak pernikahan kita,"

"di besok malam, kamu sudah jadi orang kaya mendadak."

Bagaimana dengan cerita selanjutnya?

Jangan pernah berpikir, kalau cerita ini hanya mengandung unsur romantis dan alur yang mudah ditebak. Jika kau merasa kurang puas, saya akan menguji anda supaya bisa mengikuti cerita ini setiap babnya.

Sesuatu yang tidak anda duga dan bertanya-tanya. Berani coba? Jika anda bisa menemukan plot twist dalam cerita ini, saya acungkan jempol dan gift untuk anda.

Berikan semangat kepada penulisnya, tunjukkan bahwa kalian adalah pembaca yang cerdas dan kompeten dalam menemukan jawaban serta teka-teki dalam cerita ini.

Bisa jadi, anda telah melewatinya.

Klik terus yuk!

Dukung ceritaku ya, Kawan!

Jangan baca apa lagi taruh ke rak!

Anda suka berarti menambahkan ke rak. Saya tunggu review dari semuanya ya.

Tak kenal maka tak sayang, kayak cerita di atas.

Jangan lupa kirim batu kuasa setiap hari. Ini wajib!

Follow IG @ochy_redrose

Kirim saran dan kritik lewat link di bio Instagram di atas.

KIRIM BATU KUASA SEBANYAK-BANYAKNYA!!!

Buku ini wajib disimpan ke perpustakaan ini/tambahkan ke rak.

Terima kasih.

avataravatar
Next chapter