12 Ramalan Nathaniel

"Heei! Gilbert!" sapa seorang laki-laki bermantel senada dari kejauhan, ketika melihat Gilbert baru keluar dari lift di lorong lantai satu. Perangai laki-laki itu kelihatan ceria, dengan fitur kekanakan, mata bulat beriris hazel terbuka lebar dan senyum riang, berjalan dari arah lobi. Gilbert mendengus bertemu rekannya. Kemudian mereka berhenti di tengah jalan saat saling berpapasan. "Kau masih hidup eh?" Bukan kalimat sapaan yang dilontarkan Gilbert pada laki-laki itu, di mana lazimnya orang lama tak berjumpa selalu menanyakan kabar. Justru ucapan bernada angkuh itu tak segan diutarakan.

"Seperti yang kau lihat." Diliriknya Miki di belakang Gilbert. "Kau punya anggota baru heee?" tanya laki-laki bermahkotakan dark choco itu. Alis kanan Gilbert naik, menatap heran pada kameradnya. "Aku juga menanyakan hal yang sama padamu, Aldhen," kata Gilbert. Seorang gadis di sisi laki-laki itu cukup mencuri perhatian Gilbert. Sebab, dia tidak pernah melihat Aldhen membawa-bawa seorang gadis di lingkungan kantor mereka.

"Gadis ini adalah tunanganku," lugas Aldhen. Pernyataan itu kontan mengejutkan benak Gilbert. Dia terhenyak menatap laki-laki yang sepuluh tahun lebih muda ini dengan tatapan setengah tercengang, kemudian mendengus. "Sepertinya banyak hal yang kulewatkan," komentar Gilbert. "Kupikir, setelah berbulan-bulan keliling dunia, kau akan pulang membawa calon," ejek Aldhen. "Ingat, usiamu semakin bertambah."

Gilbert mendecih.

"Lanjutkan tugasmu. Kami pergi," pamit Aldhen sambil meraih tangan lentik gadis di sampingnya lembut dan kemudian berlalu dari hadapan.

"Aku akan mengantarmu ke tim teknisi," ucap Gilbert pada Miki.

***

"Astaga! Aku tidak percaya, sungguh!" teriak Willy heboh sambil membanting gelas besar beer-nya ke meja. Dengan punggung tangan, dia mengusap asal bekas beer di sekitar bibirnya. "Apa aku tidak salah dengar?!!" pekiknya lagi. Matanya memelotot Nathaniel saking tidak percaya apa yang baru saja dia dengar dari pria relijius itu.

"Hey, Willy! Telingaku bisa tuli mendengar oktafmu!" protes Tony, memiringkan tubuh ke lain sisi saat musuh bebuyutannya yang duduk di sebelah ini berteriak-teriak. Suasana sepi bar langganan, tidak membuat meja mereka menjadi pusat atensi mata. Bahkan bartender pria tua di balik meja counter nampak tidak terkejut, dengan tenang terus mengelap gelas-gelas, seolah keributan mereka sudah hal lazim terjadi di sini.

"Coba kau ulangi? Mungkin ada yang salah dengan pendengaranku karena terlalu lama di laut," ujar Willy dengan nada sedikit lebih tenang. Mendapat perintah itu, embusan napas sabar pun keluar dari bibir Nathaniel. Dia tidak suka jika harus mengulang apa yang sudah dikatakan. "Telingamu tidak rusak, Willy!" Lalu melipat lengan di bawah dada. "Aku bertemu dengan tuan muda Aldhen di kantor tadi bersama seorang gadis yang merupakan tunangannya!" sungut Nathaniel, memicingkan mata kesal pada Willy.

"Hei~ kalian semua ada di sini?!" Ketiga pria itu kompak menoleh ke sumber suara feminin. Bukan pemandangan baru bagi Margaret saat menemukan tiga serangkai itu di bar M.Rall. Menghampiri mereka bersama Lua di sisinya. "Kebetulan sekali! Ada berita bagus!" antusianya seraya mengambil duduk di sisi Nathaniel.

"Aku melihat sesuatu yang asing dan tak terduga! Dengarkan, saat di luar kantor, aku sempat melihat Aldhen keluar dari mobil dan menuntun seorang gadis! Sikapnya sudah seperti pangeran saja!" Margaret mengatakannya berapi-api. Namun, dua pria berwajah judes itu menghela napas.

"Kami sedang membicarakan hal itu," ucap Tony datar. "Tapi daripada kabar Aldhen bertunangan, ada hal lain yang jauh lebih penting," sambung Nathaniel.

"Apa ... Itu? Jangan bilang, kita harus segera bertugas?" Willy mengeluh jika mereka harus mendapat tugas ketika belum lama beristirahat, terlebih mereka baru pulang ke perusahaan setelah setengah tahun berkeliling negara.

"Perusahaan kita akan menghadapi krisis besar," pungkas Nathaniel dingin, ucapannya bak mengandung misteri yang membuat tiga rekannya terdiam seketika dan menatap tak mengerti. "Apa ... Maksudmu?" Tony bertanya. Baik Tony, Willy dan Margaret tidak melihat gurat candaan di balik pernyataan barusan. Apalagi mengingat Nathaniel bukan tipe manusia yang lihai melucu.

***

Ig: kastilrinata94

avataravatar
Next chapter