6 #06 | DEVIL IN WHITE

Malam dihari berikutnya, Angela mengenakan pakaian dress berwarna abu-abu dengan motif bunga-bunga kecil, sebenarnya ia enggan mengenakan pakaian itu karena sepertinya tidak sopan, dress itu memiliki belahan hingga setengah pahanya, apalagi ia akan bertemu dengan pria yang akan menjadi atasan Ryan di masa depan.

Sayangnya Angela benar-benar malas untuk mengganti pakainnya. Ia menyiasatinya dengan mengenakan blazer warna putih dan sepatu boot kulit warna hitam. Rambutnya? Jangan ditanya, Angela hanya menggulungnya.

Ia benar-benar terlihat seperti seorang pengasuh yang sibuk mengurus anak-anak panti hingga tidak memperhatikan cara berpakaian.

Angela tiba di seberang restoran Il Servizio, restoran itali mewah yang sepertinya akan membuat Angela menghabiskan setengah dari tabungannya. Restoran itu penuh dengan orang-orang eksekutif. Nyalinya menciut saat ia merasakan banyak pasang mata yang menatapnya dengan tatapan aneh.

Angela menghentikan langkah kakinya saat seorang pria bertubuh besar dengan mengenakan setelan rapi berwarna hitam mendatanginya dan memberikan salam. Wajahnya terlihat dingin dengan luka sayatan pada matanya.

Pria itu adalah Marcus, sekretaris Lucas. Angela tersenyum dan membalas salam Marcus.

"Tuan Scorgia telah menunggu anda di lantai lima." Kata Marcus dengan menunjukan jalan kepada Angela. "Mari saya antarkan kesana."

Angela menangguk pelan, "tentu." Jawabnya santai.

Angela dan Marcus masuk ke dalam lift. Hanya ada keheningan diantara keduanya saat lift membawa mereka ke lantai lima. Setelah tiba, keduanya berjalan keluar dan lurus melewati koridor.

Sebelumnya Angela pernah mendengar bahwa Il Servizio memiliki tempat privat yang harga sewanya sangat tinggi perjamnya dan hanya beberapa orang penting saja yang biasanya memesan tempat privat ini. Tidak ia duga, Angela akan menemui seseorang di tempat yang seperti ini.

Keduanya berjalan melewati lorong yang sepi, lalu belok ke kiri dan berhenti di ujung lorong. Marcus mengetuk pintu dan terdengarlah Lucas dari dalam ruangan. Angela di persilakan masuk.

Ruangan itu benar-benar mewah. Begitu Angela masuk, ia bisa merasakan kakinya yang langsung terasa empuk.

Karpet tebal nan hangat terbentang luas menutupi lantai yang dingin, ruangan itu terdiri dari meja makan berbentuk bulat dengan kursi untuk enam orang, ruangan itu terlihat terang dengan lampu gantung besar di tengah-tengah ruangan, Angela bisa melihat lukisan-lukisan dan pajangan mahal bertengger di dindingnya, dan yang terakhir adalah jendela besar yang menyuguhkan pemandangan indah kota saat malam hari.

Angela tertegun. Ada juga tempat seindah ini. Tidak heran sewanya sangat mahal.

Lucas berdiri membelakangi jendela dengan memasukan satu tangannya di saku celananya. Ia tersenyum saat melihat Angela masuk, pria ini hanya mengenakan kemeja merah berdasi hitam, dengan rompi abu-abu muda senada dengan celananya. Rambut peraknya ditata dengan rapi. Penampilan Lucas saat sepulang kerja sukses membuat Angela menarik nafasnya.

Disisi lain Angela jadi malu tidak mengganti pakaiannya.

"Selamat datang, Nona Vernon." Kata Lucas yang berjalan mendekati Angela. Ia mengulurkan tangannya.

Angela tersenyum. "Terima kasih, Tuan Scorgia. Bagaimana hari anda?"

"Menyenangkan, terima kasih." Lucas tertawa kecil. "Bagaimana dengan anda? Saya rasa anda nampaknya terlihat sangat sibuk hari ini." Lucas menatap Angela dengan tatapan mendominasi, meneliti Angela dari ujung kaki ke ujung kepala.

Mata merah itu benar-benar menusuk tiap inchi kulit Angela, rasanya ia seperti sedang di telanjangi oleh pria itu. Jantung Angela berdebar-debar, Angela meremas tasnya.

"Ya." Jawab Angela yang mencoba untuk mengeluarkan suaranya.

Tunggu dulu, mengapa aku menjadi gugup? - pikir Angela.

Keduanya duduk berhadapan, Angela duduk menghadap jendela luar. "Maaf membuat anda lama menunggu, Tuan Scorgia." Kata Angela berusaha untuk memecah keheningan keduanya.

"Tidak apa-apa, Nona Vernon. Saya sudah memesan makanan yang enak, semoga pilihan saya tidak mengecewakan anda." Lucas memberikan tanda kepada sekretarisnya agar makan malam mereka dihidangkan.

"Anda terlalu baik, Tuan Scorgia." Kata Angela basa-basi.

Angela tersenyum saat pelayan datang membawakan makanan untuk mereka berdua, dimata Lucas saat ini Angela benar-benar terlihat ramah, nampaknya Angela tidak memiliki kecurigaan apapun terhadapnya. Bahkan perbincangan mereka malam ini benar-benar lancar tanpa adanya reaksi ketakutan Angela seperti kemarin malam.

Itu bagus.

Lucas memperhatian setiap pergerakan Angela, mulai dari tangan kecil dan lentik wanita itu yang mengambil garpu dan pisau, lalu saat wanita itu memotong dagingnya, kemudian saat bibir merah kecil itu mengunyah daging itu, hingga saat Angela berbicara sekalipun Lucas tidak melepaskan pandangannya dari Angela.

Setelah Angela mencicipi anggur yang sengaja ia pilihkan, wanita itu mengelap mulutnya perlahan. Lucas menahan nafasnya, bibir merah itu memang patut untuk dicoba, ia meremas pegangan kursinya.

"Nona Vernon." Panggil Lucas.

Angela mengangkat kepalanya, "ya?"

Lucas mengambil gelas anggurnya. "Boleh saya tahu kenapa anda takut melihat saya kemarin?" tanya Lucas. Pria itu menggoyang-goyangkan gelasnya perlahan lalu menghirup aroma anggur.

Angela terdiam. Dadanya kembali berdebar-debar.

"Jangan bilang ucapan saya salah." Lanjut Lucas. "Soalnya anda benar-benar bertindak berkebalikan dengan jam-jam sebelumnya, sebelum listrik padam anda benar-benar terlihat baik-baik saja."

"Ahh, itu karena listrik kemarin padam dan hujan waktu itu sangat lebat disertai petir." Jawab Angela dengan suara setengah ketakutan. Pria ini benar-benar bisa membaca pikiran Angela. "Saya sangat takut dengan petir dan kegelapan."

"Lalu bagaimana dengan waktu pertama kali bertemu dengan saya saat wisuda?" tanya Lucas lagi.

"Saya menyapa anda, tidak mungkin saya terlihat ketakutan." Jawab Angela tenang.

"Ya, anda terlihat ketakutan."

Deg deg deg deg.

Suara Lucas berubah menjadi lebih berat, suaranya mirip dengan suara pria itu. Angela tidak berani menatap Lucas lebih lama.

"Saya tidak mengerti apa maksud anda." Kata Angela berusaha untuk menutupi debaran jantungnya. Angela bisa merasakan kakinya kini gemetaran.

Lucas tersenyum. "Karena anda selalu saja terlihat ketakutan jika bertemu dengan saya, itu membuat saya penasaran, maafkan atas kelancangan saya."

"Tidak apa-apa, Tuan Scorgia." Jawab Angela. Ia masih menahan kakinya yang telah melemas di bawah sana. "Itu hanyalah kasus yang biasa, lagi pula kejadiannya juga sudah delapan tahun yang lalu. Saya juga sudah melupakannya."

"Anda adalah orang yang kuat, Nona Vernon." Puji Lucas tanpa alasan. "Anda terlibat sebuah kasus sehingga anda menjadi ketakutan setiap kali bertemu dengan orang asing, mohon maafkan saya jika saya mirip dengan si pelaku."

Lagi-lagi ucapan Lucas membuat Angela terdiam. Pria itu mengucapkan kata 'pelaku' seolah-olah mengerti bahwa Angela adalah korbannya.

Angela menelan ludahnya.

"Saya harap anda tidak keberatan dengan hal ini, Tuan Scorgia. Terlepas dari masa lalu saya, Ryan Taylor adalah anak yang baik dan penuh dengan potensi." Kata Angela mencoba untuk menggiring topik.

"Tentu saja. Kami telah mempersiapkan semua dokumennya." Kata Lucas dengan mengibaskan tangannya memerintah sekretarisnya untuk memberikan sebuah amplop hitam kepada Angela. "Itu adalah dokumen-dokumen penting yang harus Tuan Taylor siapkan. Kami juga sudah menyertakan kontraknya, saya rasa Tuan Taylor hanya perlu menandatanganinya saja."

Angela mengehela nafas lega. "Terima kasih, Tuan Scorgia. Anda sangat baik."

Saat Angela hendak membuka isi amplop itu, tiba-tiba saja Angela berhenti saat Lucas bertanya kepadanya. "Ngomong-ngomong, saya dengar anda telah bertunangan dengan salah satu dosen dari Institut Ascadia."

Bagaimana dia tahu? - pikir Angela bingung.

"Aah, apakah itu akan mempengaruhi penilaian Ryan sebagai karyawan baru, Tuan Scorgia?" tanya Angela kembali.

Lucas tersenyum. "Tidak tentu saja tidak." Ia menggelengkan kepalanya. "Saya mendapat banyak informasi dari Tuan Harrice mengenai anda. Mendengarnya saja saya bisa langsung mengambil kesimpulan bahwa hidup ada kini diselimuti dengan kebahagiaan. Anak-anak Silver Oak sangat mencintai anda, anda memiliki posisi penting di Silver Oak, dan juga anda telah bertunangan."

Aah, si tua bangka Harrice, pria itu tidak jauh-jauh dari gosip. - pikir Angela kesal.

"Tidak, jika dibandingan dengan anda yang hebat, anda adalah seorang bintang dalam hidup anda." Puji Angela kembali. Ia menyelipkan anak rambutnya yang turun menutupi matan ke telinga.

"Benarkah? Haha." Lucas tertawa. "Saya berbeda dengan anda yang penuh dengan cinta, saya hanya melakukan apa yang bisa saya kerjakan dan itu tidak jauh-jauh dari bisnis keluarga." Ujar Lucas merendah.

"Anda benar-benar melakukan yang terbaik untuk hidup anda, Tuan Scorgia. Ryan pernah sekali membaca artikel tentang anda, dari sana anak itu mulai mengidolakan anda. Karena anda, Ryan bisa lulus dengan nilai terbaik. Terima kasih, Tuan Scorgia." Puji Angela lagi.

Dengan perlahan Angela mencoba untuk membuka ikatan tali pada amplop besar yang ada di tangannya. Tidak ada tanggapan dari Lucas lagi saat Angela mencoba untuk mengeluarkan dokumen-dokumen itu dari amplop.

"Anda selalu saja terlihat naif. Sama seperti delapan tahun yang lalu." Kata Lucas lagi.

"Eh!" Angela terkejut dan menjatuhkan dokumen-dokumen itu. "Maafkan kecerobohan saya, Tuan Scorgia." Kata Angela dengan berusaha untuk memungut kembali kertas-kertas itu.

Angela berdiri dan berjongkok memungut dokumen-dokumen itu. Mata zamrudnya berkedip saat ia melihat sebuah foto aneh yang terselip jatuh dari tumpukan dokumen. Angela mengambilnya.

Mata zamrudnya membulat besar, foto itu adalah foto saat ia masih sekolah dulu. Foto itu diambil saat Angela sedang belajar di kelasnya. Angela terkejut. Bagaimana mungkin Lucas bisa memiliki fotonya ketika sekolah? Mereka baru saja bertemu!

Angela menjatuhkan amplopnya. Seketika keluarlah banyak foto-foto dirinya semasa SMA dulu. Angela terus memperhatikan foto-foto itu, foto saat Angela berjalan pulang dan bahkan foto di malam Angela lari dari kejaran pria misterius yang memperkosanya delapan tahun yang lalu juga ada.

Nafasnya tercekat saat ia melihat foto yang terakhir, itu adalah fotonya yang tergeletak lemas dengan pakaian yang compang-camping, paha yang berlumuran darah, dan tubuh yang basah terkena air hujan dan lumpur.

Pria ini adalah pria yang sama! - pekik Angela dalam hatinya.

Angela berdiri dan dikejutkan oleh seseorang yang membekapnya dari belakang. Pria itu memegangi Angela dengan kuat. Pandangan Angela mengarah ke Lucas yang duduk tenang dengan melanjutkan makannya. Angela mencoba untuk meronta namun pria dibelakangnya ini benar-benar mengunci pergerakannya.

"Hhmph!" Angela mencoba untuk berteriak. "Hhmmph!"

Mendadak Angela merasa mengantuk, pandangannya mulai buram, gerakannya mulai melambat, ia menghirup obat bius dari sapu tangan yang membekap mulut dan hidungnya. Angela jatuh pingsan. Tubuhnya terjatuh di atas lantai.

Lucas berdiri dengan mengelap mulutnya dan berjalan mendekati Angela. Ia berjongkok menyingkap rambut Angela yang berantakan. Lucas menyeringai saat melihat Angela yang terkapar tidak berdaya.

"Apa kau masih mengingatku, Angela?" tanya Lucas yang terdengar mengambang di telinga Angela.

-Bersambung ke Chapter #07-

avataravatar
Next chapter