3 #03 | THE END? III

Pagi itu Angela berdiri di depan cermin untuk mengenakan anting asimetrisnya. Angela sengaja memilih blouse berwarna putih tanpa lengan dengan pita di dadanya, lalu ia mengenakan rok sepanjang lutut berwarna cokelat tua.

"Kak Angela!" panggil Ryan dari luar kamarnya. "Kita terlambat!"

"Iya!"

Angela kemudian memakai blazer putih tulang yang ia letakan bersamaan dengan tas kesayangannya. Tak lupa ia mengenakan stiletto berwarna hitam. Angela berlari kecil keluar dari gedung utama.

Ryan mengenakan setelan hitam putih dan berdiri di hadapan nenek Elena. Setelah pamit dengan nenek Elena, keduanya berlari ke arah mobil yang terparkir dalam garasi. Angela memberikan perintah kepada Ryan untuk segera masuk ke dalam mobil. Mobil Volvo itu melaju meninggalkan Silver Oak.

"Kak, tolong hati-hati!" pekik Ryan seperti anak cewek. Ia berpegangan sabuk pengaman dengan menutup matanya.

Angela memang dikenal sebagai pengendara mobil yang handal di Silver Oak. Sangking handalnya, Angela bahkan bisa membuat mobil apapun yang ditumpanginya serasa seperti mobil sport. Ia menyalip-nyalip beberapa mobil, truk, dan juga bus.

"Kau tahu kita sudah terlambat sepuluh menit. Tidak ada salahnya kita mengebut." Jawab Angela tetap tenang, ia memainkan gear selayaknya bermain video game. Angela terlihat memincingkan matanya. Ia benar-benar serius dengan keadaan ini.

"Tapi, aku ingin tiba di kampus dengan selamat! Ini hari wisudaku!" bantah Ryan dengan terus menggeliat di kursi penumpang, ia kebingungan untuk menutupi matanya dari pandangan mobil-mobil yang ada di hadapannya.

"Sebentar lagi kita sampai, kau hanya perlu tenang." Kata Angela tanpa dosa.

Saat mereka tiba di perempatan dengan lampu rambu-rambu lalu lintas menyala berwarna hijau, Angela menekan gas untuk menambah kecepatan. Hal itu membuat Ryan berteriak seperti cewek dengan mata melotot dan bersandar ke sandaran kursi, ia meremas sabuk pengamannya.

"Kak Angelaaaa!!" teriak Ryan. Ia yakin setelah ini ia akan mati.

Mobil volvo itu sukses melewati lampu hijau dengan selamat. Tidak lama kemudian, mereka tiba di depan Ascadia Institute tanpa lecet apapun. Angela memarkirkan mobilnya di basement.

"Safe." Ujar Angela dengan perasaan lega. Ia mencabut kunci mobilnya dan menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. Rasanya tegang sekali ia duduk sembari mengebut tadi.

Sementara Ryan terlihat tidak bernyawa, keringat dinginnya mengucur melalui pelipisnya, tubuhnya gemetaran dan wajahnya memucat. "K-kak, aku mau ke toilet dul-lu." Ujarnya lirih dan terbata-bata.

Angela berdiri di depan toilet pria dengan mulai mengeluarkan perlengkapan wisuda Ryan. Ia mengeluarkan jubah hitam wisuda, kerah berbentuk teratai, lalu gordon (a.k.a medali pipih berbentuk segilima yang bergambar lambang Institut Ascadia), dan yang terakhir topi toga.

"Hoek! Hoek! Hoek!" terdengar suara dari dalam toilet, Angela bisa mengenali kalau itu adalah Ryan yang sedang mengeluarkan isi lambungnya.

Hari ini Angela mewakili nenek Elena ke acara wisuda Ryan, sebelumnya Angela sudah menolaknya mati-matian. Awalnya ia mengajukan syarat, ia akan ikut sebagai pendamping nenek Elena, namun si nenek malah jatuh sakit.

Angela ragu untuk mengikuti acara itu, selain ia tidak terbiasa tampil di depan orang asing dengan sempurna – yang sukses membuatnya bingung memilih pakaian dan anting-anting, ia pasti akan membuat Ryan muntah karena kelakuannya menyetir mobil. Untungnya Angela telah bersiap-siap membawakan obat anti mabuk, air minum, dan juga minyak angin.

"Uuhh.. Kaak.." panggil Ryan dari dalam toilet.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Angela dari luar, ia ragu untuk mendekati Ryan. Anak itu sedang berada di toilet pria, namun pikiran Angela sudah kemana-mana. Ia sudah memikirkan Ryan yang akan pingsan lemas karena terlalu banyak muntah.

Untungnya Ryan keluar dari toilet dengan selamat, tidak ada tanda-tanda selain wajahnya yang pucat dan basah karena air. Angela segera memegangi tubuh Ryan.

*

Lucas Scorgia sedang serius menatap tabletnya, ia terus memperhatikan laporan-laporan yang diberikan dari pegawainya via email pagi ini. Hari ini jadwalnya cukup padat, dari pagi sampai siang ia akan menjadi tamu undangan Institut Ascadia sebagai donatur terbesar.

Setelah itu ia harus kembali ke kantor untuk menghadiri acara makan siang bersama dengan kliennya yang berasal dari spanyol. Jadwalnya cukup padat, jadi mau tidak mau Lucas harus meneliti semua laporan sekarang sebelum akhirnya diserahkan kepada klien.

"Tuan Scorgia, kita sudah sampai." Kata Marcus yang duduk di kursi pengemudi.

Lucas melirik ke luar jendela. Ia kemudian menutup tabletnya dan mengenakan kacamata hitam.

Kedatangan Lucas disambut dengan sopan dan ketat oleh beberapa orang penting Institut Ascadia. Lucas menjabat tangan rektor tua bertubuh gemuk yang ada di hadapannya.

"Selamat datang, Tuan Scorgia." Sapa si rektor.

Lucas tersenyum, dilepasnya kacamata hitamnya.

Rasanya seperti scene dalam drama di tv dengan efek slowmotion saat Lucas melepas kacamata hitamnya. Seluruh orang penting itu terpukau dengan mata merah ruby milik Lucas, menurut kabar yang beredar hanya keluarga Scorgia saja yang memiliki mata merah. Dan hanya seorang Scorgia dengan warna mata merah ruby dan rambut perak yang bisa pemimpin 'S Group.

"Terima kasih atas sambutannya." Jawab Lucas dengan mengembangkan senyumannya. Semuanya kompak terpukau dengan pemandangan ini, ketika Lucas diam tanpa ekspresi, ia cenderung terlihat seperti seorang pria yang berhati dingin dengan tatapan tajam. Namun, saat Lucas tersenyum, ia terlihat sangat menawan. "Merupakan sebuah kehormatan bagi saya, seorang rektor datang langsung menjemput saya di basement."

"Kehormatan itu adalah milik saya, Tuan Scorgia." Jawab si rektor sopan dengan penuh senyuman. "Kami sangat berbahagia mengingat presdir dari 'S Group meluangkan waktunya untuk datang ke acara kecil kami."

"Mari kami antarkan ke gedung utama, sebentar lagi acara wisuda akan dimulai." Kata Marcus sembari mengajak Lucas berjalan berdampingan dengannya.

Lucas berjalan sembari berbincang dengan para petinggi. Lucas terlihat sangat serius namun masih mempertahankan raut muka sopannya, mata merah ruby miliknya menangkap sebuah gambaran yang ada di ujung tempat parkir ini.

Lucas melihat wanita berambut merah anggur yang sedang sibuk membantu seorang wisudawan mengenakan perlengkapan wisudanya. Wanita itu terlihat sangat perhatian dengan wisudawan itu, bahkan sampai membawakan sekotak susu dan roti. Benar-benar terlihat seperti seorang ibu.

Awalnya Lucas tidak peduli, namun saat ia mendengar sebuah nama yang ia kenal keluar dari mulut wisudawan itu, Lucas langsung menoleh ke arah mereka berdua.

*

"Waktu kita sudah di depan gedung wisuda, kak Angela jangan lupa bawa undangannya ya. Aku nanti masuk ke pintu yang berbeda, kakak masuk di pintu tamu undangan." Kata Ryan dengan memasang toga di kepalanya.

"Iya, aku sudah hafal tempat ini kok, tenang saja." Jawab Angela.

"Katakan saja kalau kakak Angela Vernon yang mewakili nenekku. Aku sudah memberitahu dosenku." Lanjut Ryan.

Angela mengangguk, ia merapikan gordon Ryan. "Oke sip. Kau sudah terlihat tampan."

Keduanya kemudian berjalan ke luar basement dari arah yang berlawanan. Angela menggandeng Ryan yang sedang asyik menyedot susu kotaknya.

*

Lucas dan Angela terlihat berpapasan meskipun ia berada di gerombolan para pejabat Ascadia. Dilihatnya Angela dengan saksama mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ia ingin memastikan apakah wanita yang dilihatnya itu adalah Angela Vernon yang dulu.

Namun, jika di dengar sekali lagi, Ryan menyebutkan nama Angela dengan lengkap sebelumnya.

Lucas kembali menanggapi para orang penting ini dan mulai masuk ke dalam lift. Ia berdiri paling depan, saat ia membalikan badannya, dilihatnya punggung Angela dari jauh. Setelah pintu lift tertutup, Lucas kembali menyeringai.

Aku penasaran. – pikir Lucas.

*

"Ryan Taylor."

Siang itu setelah sesi selfi bersama, Ryan dan Angela memutuskan untuk menyapa teman-teman Ryan, setelah itu mereka berencana untuk kembali pulang. Namun, seseorang memanggil Ryan dari belakang mereka.

Angela dan Ryan berbalik. Seorang pria berambut perak dengan setelan baju rapi berwarna biru tua, kemeja hitam, dan dasi merah berjalan menghampiri keduanya. Pria yang eksekutif itu melepas kacamata hitamnya.

Mata zamrudnya menyipit, seingat Angela pria itu duduk bersama dengan anggota komite kampus, pria itu juga sempat memberikan sambutan singkat. Dilihat dari auranya, jelas sekali pria ini nampak seperti orang penting di Ascadia.

Pria itu bernama Lucas Scorgia, lalu pria berwajah sangar di belakangnya adalah sekretaris pribadinya bernama Marcus Herman. Lucas berbincang-bincang dengan Ryan, memujinya dan mengajaknya mengobrol membahas kampus Ascadia.

Tak lupa Lucas memberikan salam kepada Angela, memujinya sebagai seorang pengasuh yang telah membesarkan Ryan dengan baik. Ia juga mengaku Institut Ascadia bangga memiliki wisudawan seperti Ryan.

"Kami berniat mengundang kalian makan malam untuk membicarakan perekrutan Ryan Taylor ke 'S Group." Lanjut Lucas.

Angela tersenyum. "Dengan senang hati saya akan menyampaikan berita baik ini kepada keluarga Ryan."

Lucas dan Marcus memberikan salam untuk pamit. Tidak ada yang aneh dengan pria itu, Angela tidak merasakan adanya bahaya di sekitarnya.

Namun, ketika Lucas berjalan melewati Angela, Lucas berkata dengan nada kecil yang hanya bisa di dengar oleh keduanya, "ketemu."

Deg!

Angela berdiri membeku begitu mendengar suara itu. Jantungnya bedebar-debar, ia mulai merasakan pasokan oksigen ke rongga paru-parunya menipis, dan tubuhnya mendadak melemas.

Somehow, ketika ia mengucapkan kata 'ketemu', suara itu terdengar sama dan mirip dengan pria delapan tahun yang lalu. Tajam, dalam, berat dan menyeramkan. Hawa dingin mulai menusuk tengkuknya dan mengaktifkan kesiagaan Angela.

A-apa ini? – pikir Angela dengan menelan ludahnya, ia mengusap-ngusap tengkuknya.

"Nona Vernon, apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Lucas lagi.

Deg!

Jantung Angela serasa akan keluar dari dalam tubuhnya, disusul dengan keringat dingin yang mulai membasahi kedua tangannya, ia tidak menyangka akan terkejut seperti ini. Padahal bisa saja itu hanya perasaannya. Angela balik menatap Lucas yang tersenyum dihadapannya.

Semoga bukan. Semoga bukan. – pikir Angela.

-Bersambung ke Chapter #04-

avataravatar
Next chapter