9 Pertengkaran Ayah dan Anak

Pergumulan keduanya terjadi semakin sengit. Arif menggerakkan tubuhnya maju mundur dengan sedikit cepat. Leony hanya menahan rasa perih di bawah sana sembari memegang pergelangan tangan Arif.

Si junior makin masuk ke dalam dan menyentuh rahim hangat milik Leony. Cukup lama terbenam di area itu, sampai Arif merasakan ada sesuatu yang hangat yang akan ke luar dari si junior. Ia pun akan segera mencabut batang miliknya, karena tak ingin membuat Leony hamil.

"Ahh," desah dan lenguhan dari Leony yang sudah terkapar di atas tempat tidur.

Kini, Arif sudah berhasil menjelajahi setiap lekuk tubuh indah Leony. Ia bisa menakhlukkan wanita itu. Ingin sekali dirinya menjadikan Leony sebagai istri kedua.

"Akhirnya, setelah sekian lama aku menahan hasrat ini, malam ini aku terpuaskan dan kusalurkan padamu," ucap Arif yang merasa puas. Karena kondisi sang istri yang sakit-sakitan di rumah membuatnya tak merasa nyaman dan tak bisa menyalurkan hasrat seksnya.

Leony menatap ke arah Arif dengan tatapan nyalang. Mau bagaimana pun juga, ia tak bisa menolak karena sudah menjadi pekerjaannya sekarang.

"Makasih ya Ony untuk malam ini," ucap Arif lagi sambil mengenakan pakaiannya kembali.

Sedangkan Leony masih menatapnya dengan wajah bengis. Wanita yang tak berbalut satu kain pun di badan, hanya bisa memalingkan wajah. Leony enggan menatap wajah pria bertubuh tambun itu.

"Lebih baik Mas Arif segera pergi dari sini. Aku sudah muak padamu!"

"Iya, Sayang iya."

Arif segera ke luar dari kamar Leony setelah memakai pakaiannya kembali. Hasrat pria itu begitu terpacu tadi. Penyatuannya dengan Leony begitu memabukkan. Tak lupa, uang tip diberikan lebih padanya.

"Untukmu," ujar Arif sambil menyodorkan lembaran uang kertas berwarna merah dalam jumlah banyak.

"Gak usah! Simpan aja uang kamu, Mas!" Leony masih tak mengenakan pakaiannya kembali. Kedua buah dada indahnya tampak terjuntai indah di hadapan mata Arif.

Senyum manis tersungging di sudut bibir pria berkepala plontos itu. Ia masih memandangi lekuk tubuh indah milik Leony yang bebas mulus tanpa hambatan. Wanita itu tak mau diberi uang tip, maka ia menyimpannya kembali.

"Ya sudah. Lagian Mas gak akan maksa kamu buat nerima uang ini. Mas pulang dulu." Tangan Arif sudah terjulur di gagang pintu, siap untuk ke luar dari kamar Leony.

Sepeninggal Arif yang sudah ke luar dari kamarnya, Leony masih terduduk di atas ranjang. Hamparan dress mini serta bra dan celana dalam miliknya tampak berhamburan di lantai. Ia menatap tubuh polosnya sendiri dengan perasaan jijik.

Hampir setiap malam, Leony harus menyerahkan dirinya sendiri kepada para pria hidung belang. Entah melayani pria yang masih bujangan ataupun yang sudah beristri. Penolakan pun tak sanggup ia lakukan. Para pria yang datang ke kamarnya, tak tahan untuk menyalurkan keinginan biologis mereka.

"Sampai kapan aku harus seperti ini, Tuhan?!"

Berapa kali sudah Leony bertanya pada Tuhan, sampai kapan penderitaannya akan berakhir. Ia tak tahan kalau harus seperti ini terus. Melayani para pria yang sama sekali tak pernah dicintainya.

"Aku benci pada mereka semua! Aku benci dengan Mas Arif juga!"

Leony tak bisa membayangkan kalau berada di posisi istrinya Arif. Pasti wanita itu akan sangat sakit hati melihat tingkah laku suaminya yang bejat. Ia juga mendengar, bahwa istrinya Arif sedang sakit di rumah. Entah kenapa, Leony merasa tertarik pada keluarga itu. Dirinya ingin mengetahui lebih dalam.

"Aku kasihan pada anaknya Mas Arif dan istrinya juga. Mereka berdua sakit hati karena kelakuannya yang mesum! Apa istrinya tahu, ya, masalah ini?"

Leony melirik sekilas ke arah jam digital yang ada di atas nakas. Malam pun semakin larut saja rupanya. Namun, ia sama sekali masih enggan untuk mengenakan kembali dress mininya. Ia biarkan saja tubuh polosnya tanpa sehelai kain.

Ia sudah tak suci dan kotor. Benar, benar sudah kotor. Apalagi yang harus ditutupi sekarang. Leony berdiri sambil menahan rasa perih di bawah sana. Ia ingin mengunci kamarnya dari dalam. Mengistirahatkan sejenak tubuhnya hingga pagi menjelang.

Masa depannya sudah hancur berkeping-keping. Tak ada lagi penyemangat dalam hidupnya. Orang tua pun sudah tiada dan Leony benar-benar telah kehilangan arah. Di tempat terkutuk ini ia sekarang tinggal. Menyambung kehidupan agar bisa terus makan, demi sesuap nasi.

Leony tahu, di tempat ini memang jahanam. Namun, di sinilah ia diberi kehidupan. Bertemu dengan wanita-wanita pekerja seks seperti dirinya. Juga para pria yang haus akan nafsu birahi. Terkadang, beberapa dari mereka juga suka menawarinya segelas minuman beralkohol. Namun, Leony menolak hal itu.

Dianugerahi bentuk tubuh yang indah nan seksi, juga paras wajah cantik membuatnya berada di tempat ini. Rata-rata pria memang mengidolakan kecantikannya dan ingin berpelesir pada kulit putih miliknya.

"Ayo, Leony. Kamu harus semangat! Tuhan tak akan pernah mengujimu di luar batas kemampuan. Aku yakin, aku pasti bisa melewati semua ujian ini!"

***

Dika mencegat sang ayah yang baru saja pulang bersenang-senang di luar bersama wanita di tempat itu. Ia tahu, pasti ayahnya sudah menyewa sang kupu-kupu malam untuk menyalurkan nafsu birahinya. Walaupun ada ibunya di rumah sedang sakit, Arif tak akan pernah peduli.

"Minggir kamu! Jangan halangi jalanku!" Arif mencoba menggeser tubuh Dika dengan keras, agar dirinya bisa masuk ke dalam rumah.

"Untuk apa Ayah pulang, hah?! Lebih baik Ayah berada di tempat itu aja dan gak usah ke sini lagi!"

Arif pun naik pitam kepada Dika. Ia langsung menampar sang anak hingga menimbulkan semburat kemerahan di wajah putih milik pria itu.

"Ayo, tampar aku lagi, Ayah!" Dika memajukan wajahnya agar sang Ayah bisa menamparnya lagi dengan sepuas hati. Ia persilakan kepada Arif untuk melakukan aksi itu sekali lagi.

"Kurang ajar! Anak gak tahu diri!"

"Harusnya Ayah yang kurang ajar dan gak tahu diri! Ibu sedang sakit di dalam kamar dan perlu perhatian dari Ayah, tapi malah kelayapan di luar rumah," cecar Dika dengan rasa emosinya yang semakin tinggi.

"Untuk apa aku ada di rumah? Aku punya banyak uang. Ingin bebas dan berkeliaran atas keinginanku sendiri!" Arif menyombongkan dirinya pada sang anak. "Daripada harus berada di rumah, ngeliat wanita tua itu di kamar lagi sakit-sakitan!"

"Ayah, cukup!" Dika menunjuk wajah sang Ayah dengan tatapan nyalang. "Jangan bicara seperti itu tentang Ibu! Dia sangat berarti buat aku!"

"Ya sudah kalau begitu, urus saja ibumu yang penyakitan itu! Aku gak peduli dengannya. Bahkan, aku berencana ingin menikah lagi," ujar Arif dengan lantang.

Ucapan Arif tadi benar-benar membuat Dika syok. Ia tak rela kalau sang ayah akan menikah dengan wanita lain.

"Ayah gila!"

avataravatar
Next chapter