7 Kencan Bersama

Persis seperti yang disuruh oleh Mira, saat ini Leony sedang bersama dengan seorang pria di sebuah restoran mewah. Pria berkepala plontos dan bertubuh agak sedikit tambun tengah menatapnya dengan tatapan penuh nafsu. Leony sama sekali tak menyukainya. Melihat wajahnya saja, membuatnya bergidik ngeri.

"Kamu tuh cantik banget hari ini," ucapnya sambil memegangi tangan Leony. "Aku jadi gemes sendiri lihatnya."

"Ma–makasih." Leony berusaha untuk melepaskan tangannya sendiri dari pria itu.

Kemudian, pria itu mengangkat tangannya untuk memanggil seorang pelayan. Ia ingin memesan makanan di restoran ini. "Waitress!" panggilnya.

Tak berapa lama, si waitress itu datang mendekat dan mulai menyodorkan padanya dan juga Leony sebuah buku menu. "Silakan, Mas sama Mbak dipilih."

Leony tampak membolak-balikkan buku menu itu untuk mencari santapan yang sesuai di lidahnya. Namun, pria itu tak demikian. Orang yang berada di depan Leony masih menatapnya dengan tajam.

"Kamu kenapa? Ga pesan makan kah?" tanya Leony.

"Melihatmu saja aku sudah kenyang, Sayang."

Ucapan pria itu membuat Leony ingin sekali muntah. Ia bergidik geli karena rayuan pria bertubuh tambun itu. Setelah memesan makanan, ia segera memberikan buku menu itu pada pelayan.

Tiba-tiba saja, tangan pria itu bergerayang ke bahunya. Leony refleks menyingkirkan tangan itu dari tubuhnya. Ia melototkan mata ke arah pria itu.

"Jangan kurang ajar di sini! Aku bisa aja teriak!" ujar Leony.

"Alah, jangan kayak gitu. Nanti kamu aku bayar mahal loh." Pria itu berkata pelan agar pengunjung restoran ini tak mendengar percakapan mereka.

Lagi, pria itu mulai menyentuh bahu Leony. Leony pasrah, tapi pandangan matanya menatap dengan tajam. Kalau bukan karena disuruh oleh Mira, ia tak mau berada di sini sekarang.

"Oh iya, kita belum kenalan kan? Namaku Arif. Panggil saja Mas Arif," ujarnya sambil mengedipkan sebelah mata ke arah Leony.

Setelah berkenalan, pria yang dipanggil Arif itu, tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke hadapan Leony. Leony sontak memundurkan kursi. Pria itu berdecak sebal.

"Kenapa sih?" tanyanya, "kamu menjauh dari aku terus?"

Leony tak ingin menjawab apa pun dari pria itu. Matanya kemudian menatap fokus ke arah pelayan yang mulai menghampiri mejanya sambil membawa makanan. Pelayan itu menyajikan makanan di meja.

"Silakan, Mas dan Mbak."

"Makasih."

"Sama-sama, Mbak."

Arif masih fokus pada Leony. Wanita itu mulai menyantap makanannya dengan lahap. Sedangkan, dirinya masih terbayang-bayang dengan lawan jenisnya yang berwajah cantik itu. Arif ingin sekali menjadikan Leony menjadi pendampingnya.

Pria itu ingin memesan Leony lagi kepada Mira nanti malam. Ia akan membuat wanita itu bertekuk lutut padanya.

***

"Gimana si Leony?" tanya Mira pada Arif. "Sukses ga kencan berduanya?"

"Ya begitulah, Mi. Sok jual mahal dia!" Arif cemberut seketika karena Leony tak begitu meresponsnya.

"Ish, biasalah. Baru awal-awal kenal. Ntar juga dia nyaman kok sama kamu." Mira mengusap-usap telapak tangan Arif sambil mengedipkan sebelah mata.

"Mi, besok malam, persiapkan kamar buat aku sama Leony, ya."

Arif sudah berencana untuk mengencani Leony nanti malam. Mira pun tak tanggung-tanggung mematok harga yang mahal untuk 'barang bagus' miliknya. Saat Leony berada di sini, rata-rata pria selalu menginginkannya dan tak segan memberi tip yang lebih.

"Sip, bisa diatur." Mira menjentikkan jemarinya. "Asal ada duitnya."

"Beres, Mi. Tenang aja."

Setelah negosiasi selesai, pria itu pamit pulang pada Mira. Wanita yang kerab dipanggil dengan sebutan 'Mami' itu segera menuju ke kamar Leony. Ia ingin memberitahukan hal ini padanya.

Leony yang berada di kamar terkejut dengan kedatangan Mira ke dalam. Wanita itu langsung menghampirinya dengan langkah tergesa. Mira duduk di tepi ranjang.

"Besok malam, layani si Arif. Dia mau sama kamu, gak mau yang lain." Mira langsung to the point pada Leony.

"Aku ga mau, Mi. Yang lain aja." Leony menolaknya karena merasa jijik dengan tingkah laku pria itu.

"Jangan ngebantah! Dia berani bayar kamu mahal loh."

Leony terdiam dan mengembuskan napas panjang. Wanita itu lalu mengangguk, menyanggupi suruhan Mira. Besok malam, ia akan melayani pria tambun itu di kamar ini. Ingin rasanya Leony berteriak, karena rasa lelahnya sendiri. Berusaha untuk ke luar dari tempat terkutuk ini, tapi anak buah Mira selalu menjaganya dengan ketat.

"Nah, gitu dong. Good girl."

Setelah Leony setuju, Mira pun langsung ke luar dari kamar. Membiarkan 'barang bagusnya' beristirahat dengan nyaman. Ia tak akan membuat Leony terlalu kelelahan.

Mira sudah ke luar dari kamar ini, saatnya Leony merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia tak menyangka sama sekali akan bernasib buruk seperti ini. Kedua orang tuanya sudah tiada akibat peristiwa kebakaran itu. Sampai ini pun, ia tak bisa fokus menyelidiki dan mencari sang pelaku.

"Ya Tuhan, kenapa nasibku seperti ini? Harus menjadi wanita yang tak karuan. Memenuhi nafsu para pria hidung belang yang sudah beristri. Sampai kapan ini terjadi dalam hidupku?"

Tak terasa, buliran air bening tampak jatuh membasahi pipi. Leony menangis dan meratapi nasibnya saat ini. Ia tak kuasa, kalau harus melakukan ini hampir setiap hari. Melayani pria-pria yang sama sekali tak ia cintai. Memberikan mahkota berharganya pada yang lain.

Leony ingin pelan-pelan mengubah takdirnya sendiri. Ia harus bisa ke luar dari tempat terkutuk ini, cepat atau lambat. Ia ingin menjalani hidup normal seperti dulu lagi, tanpa ada paksaan.

***

Saat tengah malam, tiba-tiba Leony terbangun. Kemudian, memikirkan keadaan kedua orang tuanya yang sudah berada di surga. Ia ingin menyusul mereka juga di sana. Menyudahi penderitaan ini yang tiada akhir.

Hampir seminggu Leony sudah berada di tempat ini. Di mana setiap hari, ia disuruh melayani para tamu pria yang berkunjung ke sini. Kalau tidak, maka ia akan mendapat bentakan dan ucapan yang kasar dari Mira.

Ia terpaksa seperti ini hanya untuk memenuhi kehidupannya. Bekerja bersama seorang muncikari yang bernama Mira. Leony berusaha untuk menerima hidupnya.

"Ayah, ibu, aku kangen sama kalian. Aku ingin sekali bertemu dengan kalian lagi." Leony menyeka air matanya yang terus ke luar dari pelupuk mata.

"Maafkan aku juga, karena telah bekerja seperti ini, yah, bu," ujarnya sangat sedih. "Kalian pasti sangat kecewa padaku."

Dalam gelapnya malam, Leony menangis. Ia merasa hina di saat seperti ini. Andai kedua orang tuanya masih ada, mungkin mereka akan sangat kecewa padanya. Apa yang bisa Leony lakukan sekarang? Tak ada. Ia harus berusaha untuk ke luar dari lingkaran hitam ini.

Beberapa saat kemudian, Leony kembali lagi memejamkan mata. Ia ingin menghilangkan semua beban pikiran dalam kepalanya.

avataravatar
Next chapter