webnovel

PART 5 - SISI LAIN DARI SEORANG ALLENA

"Terima kasih, Sayang," ucap Nio dan menangkup wajah Allena.

Nio mengecup bibir Allena berulang kali, setelah itu memberikan lumatan lembut pada bibir tipis tetapi terasa candu bagi Nio. Tak ada dari bagian tubuh istrinya yang tak menjadi candu baginya. Setelah menikahi Allena, Allena bagaikan ekstasi baginya. Lagi dan lagi, Nio akan selalu menyukai semua yang ada pada diri Allena.

Selang beberapa saat, Allena menahan kepala Nio membuat Nio mengakhiri ciuman itu.

"Jangan sampai sesuatu di bawah sana hidup, dan aku tak bisa menidurkannya," ucap Allena seraya mengerlingkan mata kanannya.

Nio berdecak kesal. Dia mengusap wajahnya seraya menatap Allena. Bisa-bisanya dia melupakan sesuatu tentang Allena.

"Apa kamu belum selesai datang bulan?" tanya Nio.

"Menurutmu?" tanya Allena seraya memajukan wajahnya dan tersenyum kecil.

"Ck!" decak Nio, dan Allena pun meraih tangan Nio. Dia mengajak Nio keluar dari kamar.

"Menyebalkan! Lama sekali datang bulannya," gerutu Nio di tengah langkahnya bersama Allena.

Allena pun terkekeh. Benar-benar tingkah suaminya itu menggemaskan sekali pagi ini.

"Ayolah, Sayang. Jangan cemberut, atau harimu akan menjadi buruk. Bukankah kamu ada meeting pagi ini? Akupun sama, pagi ini ada meeting. Sebaiknya kita ke kantor sekarang," ucap Allena.

Nio hanya diam, dan membalas genggaman tangan Allena, membuat Allena menoleh dan tersenyum. Keduanya pergi menuju garasi bersama-sama, di mana di sana sudah ada dua orang supir yang berdiri di dekat mobil Allena dan Nio.

Allena melepaskan tangan Nio ketika dirinya sudah sampai di dekat mobilnya, supirnya langsung membukakan pintu penumpang belakang.

Allena memeluk Nio sejenak, lalu sebuah kecupan dia daratkan di pipi Nio.

"Sampai jumpa nanti malam, aku mencintaimu," ucap Allena seraya mengusap lengan Nio, Nio pun hanya tersenyum.

Nio masih diam dalam posisinya dan melihat Allena yang mulai memasuki mobilnya. Setelah itu, supir Allena pun pamit pada Nio dan memasuki mobil. Perlahan mobil Allena pun menjauh dan keluar dari halaman kediamannya.

***

Di dalam mobil Allena.

"Apa kita akan ke kantor, Nyonya?" tanya Aman, supir pribadi Allena.

"Ya," jawab Allena singkat.

Ya, begitulah Allena. Allena takan banyak bicara jika dia tak benar-benar dekat dengan lawan bicaranya. Meski Aman supir pribadinya yang kerap kali mengantarnya ke mana pun dia pergi, dan meski Allena memperhatikan gerak gerik Aman dalam diamnya, tetapi dia tak merasa dekat dengan Aman. Aman hanyalah bekerja padanya, dan hubungannya hanya sebatas profesional.

Ah, ya. Tak hanya Aman yang diam-diam Allena awasi, melainkan semua pekerja di kediamannya. Allena memang diam, tetapi tak ada yang tahu, bahwa dia memperhatikan mereka semua dalam diamnya seraya memahami watak mereka satu persartu. Sudah sejak dirinya memasuki perusahaan sang papi, dirinya dituntut untuk menjadi pribadi yang penuh dengan kewaspadaan dan hal itu menjadi terbentuk dalam dirinya. Dia terbiasa mengawasi seseorang. Karena itu, dia akan dengan cepat mengetahui seperti apa karakter seseorang yang dia lihat.

Namun, tentu saja hal itu berbeda ketika Allena tengah berada di tengah keluarga atau teman-teman dekatnya, dia akan menjadi sosok yang banyak bicara. Jika sudah mengenalnya, maka siapapun akan tahu bahwa Allena sosok yang sebetulnya ramah dan menyenangkan.

***

Sesampainya di perusahaan tempat Allena bekerja, Guntur, sang asisten pun menyambutnya. Pria bertubuh tinggi nan tegap, cukup tampan dengan bulu-bulu halus menghiasi wajahnya, yang usianya kini sudah memasuki 30 tahun, tak hanya asisten seperti kebanyakan para bos di perusahaan-perusahaan pada umumnya. Guntur adalah salah satu orang yang menjamin keselamatan Allena ketika Allena tengah berada di luar. Bisa dikatakan Guntur juga termasuk bodyguard Allena.

"Bagaimana persiapan meetingnya? Apakah data untuk ekspor kali ini sudah lengkap semua? Saya membutuhkan detailnya tanpa ada yang terlewat sedikitpun. Kita tak bisa membuat kesalahan walau sekecil apapun!" ucap Allena di tengah langkahnya menuju ruangannya.

"Semuanya sudah siap, Nona," ucap Guntur.

"Hem... Keluarlah, dan kembali ketika 5 menit lagi meeting akan dimulai!" perintah Allena, lantas Guntur pun keluar dari ruangan Allena.

Allena mendekati meja kerjanya, dia menarik kursi dan akan duduk. Namun, dering panggilan masuk mengalihkan perhatiannya, dia pun mengurungkan niatnya dan memilih mengambil ponselnya dari dalam tasnya. Dia melihat ke layar ponselnya, sebuah senyuman pun tersungging di bibir Allena.

Ya, siapa lagi yang menghubunginya jika bukan suaminya?

'Ya, Sayang. Aku baru saja sampai,' ucap Allena yang sudah jelas paham Nio akan bertanya apakah dirinya sudah sampai di kantor atau belum?

'Baguslah, selamat memulai pekerjaanmu, jangan terlalu lelah, oke,' ucap Nio.

'Ya, untukmu juga,' ucap Allena.

Telepon itu hanya berlangsung sebentar, seperti itu saja dan telepon itu pun berakhir.

Allena pergi menuju toilet seraya membawa ponselnya, dia membasuh tangannya dan menatap dirinya di cermin.

Sebuah panggilan lagi-lagi masuk ke ponsel Allena. Panggilan itu dari sang papi, dia sudah tahu papinya akan menghubunginya jika ada masalah penting. Namun, Allena sedikit tak mengerti, entah masalah penting apa lagi yang akan dikatakan sang papi sekarang.

'Ya, halo,' ucap Allena.

'Kamu sudah sampai di kantor?' tanya papi Allena.

'Ya, ada apa Papi menghubungiku? Apa Papi baik-baik saja?' tanya Allena.

'Papi baik-baik saja. Papi hanya ingin tahu, bagaimana pekerjaanmu akhir-akhir ini?' tanya papi Allena.

'Baik-baik saja, sejauh ini tak ada masalah,' ucap Allena.

'Baguslah, jadi apa rencanamu hari ini?' tanya papi Allena.

'Akan ada meeting sebentar lagi, itu untuk membahas jadwal ekspor minggu depan,' ucap Allena.

'Oh, ya? Negara mana tujuan ekspor kali ini?' tanya papi Allena.

'Bangkok,' ucap Allena.

'Baiklah, berhati-hatilah ketika bekerja, pastikan tak ada kesalahan sedikitpun,' ucap papi Allena memperingatkan.

'Tentu saja, aku belajar banyak hal selama 1 tahun mengambil alih perusahaan ini, Papi tak perlu khawatir,' ucap Allena.

Panggilan itupun berakhir.

Tak lama ketukan pintu terdengar, Allena melihat jam tangannya dan waktu menunjukan masih ada dua puluh menit menuju dimulainya meeting. Dia pun bergegas keluar dari kamar mandi dan melihat Guntur sudah ada di dalam ruangannya.

"Ada apa? Bukankah Saya memintamu datang ketika meeting akan dimulai 5 menit lagi? Apa ada masalah?" tanya Allena.

"Tidak, ini adalah kabar baik. Saya baru saja mendapatkan informasi dari klien, mereka akan menunjukan sesuatu pada Anda, dan mereka mengatakan Anda akan tertarik dengan itu," ucap Guntur.

"Oh, ya? Atur pertemuannya," ucap Allena.

"Baik, di jam makan malam, bagaimana?" tanya Guntur.

"Oke, sekarang keluarlah!" ucap Allena.

"Kalau begitu, Saya permisi," ucap Guntur dan bergegas keluar dari ruangan Allena.

Allena menghela napas. Pekerjaan dadakan seperti ini kerap kali terjadi, di mana kliennya tiba-tiba menghubunginya. Namun, tentu saja Allena penasaran dengan apa yang akan di tunjukan kliennya padanya. Karena itu, dia menyetujui pertemuan itu dengan meminta Guntur mengatur waktu pertemuan.

***

Sementara itu di perusahaan Antonio.

Nio baru saja sampai di perusahaannya. Seorang wanita cantik dan seksi, bernama Wilona, yang tak lain adalah sekretaris Nio, menyapa Nio tepat ketika Nio melewati mejanya. Nio pun tak mengatakan apa-apa, dia hanya diam tanpa ekspresi.

Wilona lantas mengikuti Nio setelah mengambil beberapa berkas kerja yang Nio minta ketika di telepon tadi dari atas mejanya.

Sesampainya di ruangan Nio, Nio pergi menuju mejanya.

"Letakan berkasnya di meja," ucap Nio dan Wilona meletakan berkas itu di atas meja kerja Nio.

"Apa ada yang Anda butuhkan, Tuan?" tanya Wilona.

"Saya butuh kamu menjauh dari pandangan Saya!" celetuk Nio sontak mata Wilona terbelalak. Yang benar saja, atasannya itu sungguh kejam mengatakan semua itu. Apa tak bisa mengatakan agar dirinya keluar dari ruangan itu? Ucapan Nio terkesan bahwa dirinya begitu buruk dalam pandangan Nio.

"1, 2--"

"Saya permisi, Tuan!" ucap Wilona dan bergegas berbalik dan akan keluar dari ruangan itu

"Ingatkan Saya ketika meeting akan segera dimulai!" perintah Nio.

"Baik, Tuan!" ucap Wilona dan bergegas keluar dari ruangan Nio.

Next chapter